Hari demi Hari di lalui Bella dengan sedikit Berbeda. Ya tentu saja, setiap pagi Dimas masih menjemputnya untuk ke kantor, tapi pada sore harinya, Dimas jarang bisa mengantarnya pulang seperti biasanya. Frekuensi hubungan di teleponpun semakin menurun. Dimas Seakan terlihat sedikit menjauhinya. Apa karena malam itu? Karena malam di mana Aaron menciumnya dan Dimas melihatnya? Ohh yang benar saja, kenapa selalu Aaron yang menjadi pusat dari masalahnya?
Di kantorpun saat ini menjadi lebih menjengkelkan karena beberapa gosip yang beredar di kalangan karyawan tentang dirinya dan Aaron. Banyak karyawan perempuan yang dengan terang-terangan menyindirnya.
Belum lagi sikap Aaron yang baginya kini semakin membuatnya kesal. Tidak, Aaron tidak tengil dan usil lagi padanya, tapi lebih cenderung pada cuek dengannya. Dan entah kenapa Bella merasa tidak nyaman saat Aaron bersikap cuek dengannya.
Aaron bahkan selalu bersikap profesional dan berkata dengan bahasa formal pad
Ini benar-benar bukan Mimpi. Aaron, lelaki tengil itu benar-benar berada di sana sedang tersenyum miring dan mungkin itu senyuman yang di perlihatkan untuk mengejeknya. Bella menggelengkan kepalanya keras-keras“Tidak, ini tidak mungkin, Ma.” ucap Bella masih tak percaya dengan keadaan yang menimpanya saat ini.Di jodohkan dengan Aaron? Yang benar saja, bahkan Bella memilih untuk hidup sebagai pengemis karena perusahaan papanya bangkrut dari pada harus di jodohkan dengan lelaki tengil yang sangat suka sekali mengganggunya ini.Dengan gusar Bella berdiri dan bersiap pergi dari ruang tengah rumahnya yang seakan menyesakkan untuknya.“Bella, kamu mau kemana?” Shasha memanggil Bella yang sudah berjalan pergi meninggalkan ruang tengah.“Biar saya yang bicara sama Bella, Tante.” ucap Aaron sambil mengejar Bella.***Aaron meraih pergelangan tangan Bella hingga membuat wanita di hadapannya yang setengah be
Bella masih tidak mengerti dengan sikap Aaron yang dapat berubah sewaktu-waktu. Kadang lelaki di sebelahnya ini menyebalkan sekali untuknya, kadang cuek dan seakan tak menghiraukannya, tapi kadang juga dia menjadi sedikit posesif saat mengingatkan kepemilikan atas dirinya.Sesekali Bella melirik ke arah Ponsel yang sejak tadi di genggamnya. Dimas sama sekali tidak menghubunginya sejak kemarin, Kenapa? Ada apa dengan lelaki itu?“Kenapa Bella? Kamu tampak sangat gelisah.” ucap Aaron masih dengan mengemudikan mobilnya.“Enggak ada apa-apa.” Bella menjawab dengan nada ketus seperti biasanya.“Sedang menunggu pacar sialanmu itu untuk menghubungimu?” tanya Aaron dengan nada sinisnya.“Bukan urusanmu, lagi pula kenapa sih kamu seakan tidak bosan ikut campur urusanku? Dan asal kamu tahu, Dimas tidak sialan.”“Ingat Bella, kita calon suami istri.”“Ya aku tahu, tapi jangan hara
Aaron masih terperangah menatap ke arah Bella. Mata wanita di hadapannya itu memperlihatkan rasa sakit yang sangat dalam, rasa kecewa dan juga rasa tercampakan. Apa dulu ia pernah menyakiti Bella seperti itu?Aaron menelan ludahnya dengan susah payah, ingin sekali ia bengkit dan menuju kepada Bella. Memeluk erat-erat tubuh wanita itu, berkata padanya jika ia sudah kembali. Tapi nyatanya ia tidak Bisa, ia harus menahannya. Jika tidak, ia akan lepas kendali.Secepat kilat Aaron membalikkan tubuhnya hingga kini posisinya memunggungi Bella. “Lupakan masa lalu, sekrang tidurlah.” ucap Aaron sambil menggertakan giginya karena tak kuasa menahan gairah yang sudah melanda dirinya.“Kamu tidak mau menjelaskan semuanya?” Bella bertanya karena tidak mengerti dengan sikap Aaron.“Kita bisa membahasnya lain waktu, tidak sekarang, dalam keadaan seperti ini.” suara Aaron benar-benar tertahan-tahan.Dengan gusar Bella membalikkan
“Kamu kemana saja? Kenapa tidak pernah menghubungiku?” tanya Bella dengan nada kesalnya saat sudah berada di hadapan Dimas.“Maaf, aku benar-benar sibuk, aku di promosikan naik jabatan.” Bella membulatkan matanya dan kemarahannya seketika itu juga hilang entah kemana.“Benarkah? Kenapa kamu nggak kasih kabar aku? Setidaknya aku nggak khawatir, Dim.”“Maaf, aku benar-benar meminta maaf.” ucap Dimas tak berhenti menundukkan kepalanya, sejak tadi lelaki itu seakan tak berani menatap tepat ke arah mata Bella.“Lalu kenapa kamu bisa di sini pada jam-jam seperti sekarang ini? Bukannya kamu sudah harus berada di kantor?” Bella melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan hampir pukul Sebelas siang.“Aku tadi menunggumu di tempat biasa, tapi kamu nggak datang, jadi aku mencoba menunggumu di sini.”Bella tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Jangan menungguk
Bella dan Aaron melangkah masuk ke dalam rumah dan mendapatkan tatapan tanda tanya dari Ramma dan juga Shasha.“Ada apa Bella?” tanya Ramma pada puterinya.Sedangkan Bella tidak tahu harus menjawab apa. “Kami ke atas dulu Pa.” ucap Bella cepat sambil menarik lengan Aaron. Dan Aaron hanya mampu mengikutinya.***“Terima kasih sudah berada di sana tadi.” ucap Bella dengan sedikit malu. Saat ini mereka berdua sudah berada di balkon yang menghadap ke samping rumah Bella.“Sejak awal aku nggak suka dengan si brengsek sialan itu.”“Sudahlah, lupakan, toh aku juga sudah putus dengannya.”Aaron mengangkat sebelah alisnya. “Segampang itu kamu putus dengannya?”“Ya, memangnya kenapa?”“Kamu nggak nangis-nangis lagi kayak tadi siang atau lebih parah lagi mungkin?” tanya Aaron yang masih penasaran dengan apa yang di rasakan Bella.
Pernikahan yang mendadak tersebut benar-benar menyibukkan Aaron dan juga Bella. Mereka di paksa untuk mempersiapkan semuanya secepat mungkin secara bersama-sama. Seperti saat ini. Keduanya tengah asik memilih desain undangan untuk pernikahan mereka yang tak lama lagi akan di laksanakan.“Sudah lah, ini juga bagus.” ucap Bella sedikit kesal. Entah kenapa sejak tadi Aaron seakan menggodanya dan ingin membuatnya meledak-ledang dengan sikap tengilnya itu.“Enggak ini jelek, kayak undangan sunatan, tau nggak.”“Anggap aja ini memang acara suanatan.” ucap Bella dengan datar sambil memutar bola matanya ke arah lain.Aaron tertawa lebar. “Aku senang melihatmu yang seperti ini.” Ya entah kenapa Aaron selalu merasa puas saat melihat Bella yang kesal dan meledak-ledak terhadapnya.“Sudah lah, selesaikan itu dan kita menuju ke tempat selanjutnya.” ucap Bella dengan ketus sambil meninggalkan Aaron. Emo
Aaron menghela napas panjang saat tahu jika pesta pernikahan yang melelahkan untuknya ini sudah selesai. Semua para tamu undangan sudah kembali ke rumah masing-masing dan kini dirinya bersiap untuk masuk ked alam kamar Bella, kamar yang sekarang sudah menjadi kamarnya.Bella sendiri sudah kembali sejak tadi karena wanita itu terlihat kelelahan dengan gaunnya yang berat.“Aaron.”Aaron menoleh dan mendapati sang papa memanggilnya. “Iya Pa?”Dhanni menepuk-nepuk bahu Aaron. “Papa tahu kamu akan menjadi anak yang baik, Papa hanya minta, bahagiakan Bella, dia sudah seperti puteri Papa sendiri.”Aaron mengangguk. “Apapun kulakukan untuk membahagiakannya, Pa.”“Baguslah kalau begitu. Pergilah.”Aaron mengangguk dan pergi meninggalkan sang Papa. Ya, ia memang akan berusaha untuk membahagiakan Bella, bagaimanapun caranya nanti.Sesampainya di dalam kamar Bella, Aaron mel
Paginya...Bella membuka mata dan merasakan tubuhnya seakan remuk. Pangkal pahanya terasa tidak nyaman, belum lagi sedikit rasa pedih pada sepanjang leher dan juga sekitar dadanya yang Bella yakini semua itu karena ulah Aaron. Mengingat nama itu, Bella menoleh ke samping dan mendapati ranjang di sebelah nya kosong.Apa Aaron meninggalkannya? Kenapa?Bella mencoba bangun dan dia beru sadar jika kini dirinya masih dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun. Bella akhirnya menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, dan mencoba bangkit dari ranjang.Sedikit tertatih saat ia mencoba jalan ke arah kamar mandi, badannya benar-benar terasa remuk. Ketika ia berada tepat di depan pintu kamar mandi, ternyata pintu tersebut sudah terbuka lebih dahulu dari dalam dan menampilkan sosok Aaron dengan wajah segarnya.“Selamat pagi.” sapaan Aaron membuat Bella merona malu.“Pagi.” Hanya itu jawaban Bella masih dengan memalingkan wajahny