Hanya ada tiga orang di rumah besar itu saat ini. Yaitu Carissa, Rian dan pembantu. Karena Rossa sedang pergi berangkat les dan orang tua Carissa pergi bekerja.
Carissa yang merasa badannya sangat lengket siang itu memutuskan untuk mandi di dalam kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
Jika di rumahnya kamar mandi hanya ada satu dan itu pun ada di luar ruangan. Tapi di rumah Rian kamar mandi ada di dalam kamarnya dengan luas dua kali lipat dibandingkan rumah sebelumnya.
Carissa mandi seperti biasa. Tak merasakan ada keanehan ketika ia berada di dalam kamar mandi. Tapi ia terkejut setengah mati ketika melihat Rian sudah duduk di tepi ranjangnya dan melihat ke sekitar kamarnya.
Saat itu ia hanya mengenakan handuk yang terlilit di tubuhnya. Membuat Carissa memekik tanpa sadar.
"Paman ke sini cuma mau ngasih kamu ini, Ris." Rian memberikan baju baru untuk Carissa. Tapi meski bagaimanapun Carissa pasti risih dengan kelakuan pamannya yang masuk tiba-tiba ke dalam kamarnya ketika ia sedang mandi.
"Maaf, kalau udah buat kamu terkejut," kata Rian. Ia kemudian keluar dari kamar Carissa. Namun yang membuat Carissa lebih risih adalah sewaktu mata Rian menatap bagian paha dan dada Carissa saat itu.
Carissa mencoba untuk membuang perasaan buruknya dan berpikir jika itu hanyalah firasatnya saja. Apalagi setelah ia melihat baju yang ada di atas kasur yang sangat bagus untuknya.
Ia pun langsung mengunci pintu kamarnya, agar tak ada orang yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya lagi.
"Tapi kayaknya tadi aku udah ngunci pintunya deh," gumam Carissa. "Apa aku lupa ya?" gumamnya lagi.
Ia kemudian melepaskan handuknya. Dan menampilkan tubuh polosnya. Ia mungkin berpikir jika hanya dirinya yang melihat hal itu.
Tapi tidak. Karena sebelumnya Rian sudah memasang sebuah kamera kecil di dalam kamar Carissa ketika dia sedang ada di dalam kamarnya tadi.
Di dalam ruang kerjanya. Rian tersenyum penuh dengan arti. Bagaimana dia sangat bahagia melihat pemandangan yang terlihat di dalam layar monitor tersebut.
Melihat bagaimana tubuh Carissa yang sangat polos dan tentunya menggugah naluri lelakinya yang selama ini tak bisa ia salurkan.
Rian memang sengaja mau menolong Riki, ayah dari Carissa karena dia ingat jika Riki sudah mempunyai anak gadis saat ini. Apalagi ketika melihat anak Riki, Carissa tumbuh sebagai gadis yang cantik dan montok.
Dan tentu saja dia mau menolong Riki kakak angkatnya tersebut. Dia juga sengaja membuat Riki dan istrinya untuk bekerja di tokonya karena bisa mengambil kesempatan seperti saat ini.
"Tunggu aja bentar lagi Carissa, paman akan memilikimu," gumam Rian dengan seringaian yang menakutkan.
Malamnya mereka makan malam bersama di meja makan. Riki awalnya menolak karena tak enak dengan adiknya lantaran sudah banyak merepotkannya.
Tapi Rian memaksanya dan mengatakan karena mereka keluarga makanya dia tak perlu sungkan.
"Oh ya, Mas. Aku ada cabang toko di kota lain, kalau mau kamu bisa bekerja di sana. Dan tentunya gajinya lebih tinggi," kata Rian pada kakaknya itu.
Mungkin dilihat dari segi istri dan anaknya Rian hanya berniat untuk membantu. Padahal bukan itu.
"Kamu serius?" tanya Riki pada Rian.
"Iya, biar kamu bisa cepat menyelesaikan masalah kamu."
Carissa memandang ayahnya ragu, sedangkan istrinya—dia sih senang jika suaminya akan mendapatkan pekerjaan baru. Namun dia harus tinggal sendirian di rumah Rian sepertinya itu agak tak pantas. Apalagi karena Rian adalah seorang duda.
"Di sana hari Sabtu dan Minggu kamu bisa pulang ke sini Mas," kata Rian lagi.
"Gimana?" tanya Riki pada Dina, istrinya.
"Terserah kamu aja sih Mas, lagian juga kalau kamu mau cepat lunasin utang kamu, memang harus begitu," sahut Dina.
"Aku pikirin dulu deh, Yan," kata Riki. Dia perlu berpikir karena ia akan meninggalkan anak istrinya di rumah adiknya.
Setelah makan malam berakhir Riki dan Dina datang ke dalam kamar Carissa, anaknya itu sedang mempersiapkan buku-bukunya untuk sekolah besok.
"Besok udah masuk?" tanya Dina pada Carissa.
"Udah Bu," jawab Carissa.
"Gimana, Ris. Ayah boleh gak kerja keluar kota?"
Carissa menghela napasnya. "Seperti kata ibu tadi, kalau ayah mau melunasi utang sepertinya memang harus begitu."
"Tapi kamu gak apa-apa di sini sendirian?"
"Masih ada ibu, Yah. Jadi jangan khawatir. Lagian Rissa udah gede. Bisa jaga diri sendiri."
Riki menghela napasnya, ini semua memang salahnya karena terjerat utang yang sangat banyak. Hingga membuat satu keluarganya terkena imbas seperti ini.
"Ingat ya, jangan pacaran kalau belum kuliah," kata ayahnya mewanti-wanti Carissa.
"Iya Yah."
"Jadi gimana, kamu mau?" tanya Dina pada Riki.
"Mau gimana lagi? Ini tawaran dari Rian, susah buat cari kerja dengan gaji tinggi jadi aku mau mencobanya," kata Riki akhirnya.
Dan setelah itu pagi harinya Riki langsung berangkat ke luar kota. Yang perjalanannya memakan waktu sampai lima jam. Lumayan jauh, tapi mau bagaimana lagi. Ini salah satu cara agar dia bisa cepat melunasi utangnya.
Carissa juga akan masuk ke sekolah pagi itu. Berangkat dengan Rossa karena sekolah mereka sama.
Cariisa dan Rossa masuk ke dalam mobil yang khusus untuk mengantar jemput sekolah anak semata wayang Rian. Sekolah hanya berjarak 5 kilometer dari rumah.
Jadi perlu waktu dua puluh menit mereka sudah sampai di sekolah tersebut.
"Mau kuanter ke ruang guru gak?" tanya Rossa pada Carissa.
"Boleh Cha, aku gak tau soalnya ruang kepala sekolah di mana," kata Carissa.
Rossa akhirnya memutar jalannya untuk mengantar ke ruang guru yang berada di lantai dua dalam gedung dua.
Sekolah itu memiliki tiga gedung, gedung pertama adalah gedung kelas satu dan beberapa gedung olahraga dan kesenian. Lalu gedung dua adalah gedung kelas dua dan ruang guru dan kepala sekolah. Dan gedung tiga adalah untuk kelas tiga dan ruang laboratorium dan perpustakaan juga UKS.
Sekolah yang lebih elit dari sekolah lama Carissa. Bahkan dia melihat di sekolah itu adalah anak-anak khusus orang kaya.
"Ups! Sorry," ucap seorang anak lelaki yang tak sengaja menabrak Carissa.
Dalam bet namanya tertulis nama Daniel. Bermata sipit dengan wajah putih oriental.
"Namanya Daniel, anak kelas tiga. Populer di sekolah, tapi jangan coba-coba deketin," ungkap Rossa.
"Emangnya kenapa?"
"Dia dingin dan jangan sampai kamu dipermalukan sama dia karena ditolak."
Carissa tersenyum. "Aku gak suka sama dia kok."
"Belum," sahut Rossa cepat. Ia kemudian mengantar Carissa sampai di ruang guru kelas satu.
"Masuk sendiri ya, aku mau ke kelas duluan."
Carissa mengangguk.
"Kak Daniel!" Suara Rosa terdengar ketika Carissa masuk ke dalam ruang guru.
Jangan-jangan Rossa menyukai Daniel?
Carissa masih merasa sangat asing di sekolah barunya. Dia masuk ke dalam sekolah itu ketika sudah pertengahan semester.Dan hal yang membuat Carissa tak nyaman bukan hanya itu saja, melainkan siswa lain yang nampaknya dari kalangan orang kaya. Mungkin bisa dikatakan jika 90 persen murid di sana adalah anak orang kaya dan sisanya kelas menengah ke bawah.Carissa menghela napasnya ketika duduk di pinggir lapangan basket. Sebelum akhirnya ia terkejut begitu melihat ada bola yang menggelinding ke arahnya."Anak baru! Lempar ke sini!"Carissa menyipitkan matanya, dan melihat Daniel sedang bermain basket dengan teman satu kelasnya.Dia mencoba melemparkan bola basket itu, meskipun lemparannya sangat lemah hingga membuat Daniel harus berjalan beberapa langkah lagi untuk mengambil bola tersebut.Setelah melemparkan bola itu, Carissa kembali ke dalam kelasnya. Dia mendengarkan apa kata
Beberapa minggu Carissa tinggal di rumah Rian. Dia masih terasa asing di sana.Bahkan perlakuan baik dari Rian terkadang membuatnya risih. Seperti ketika makan malam beberapa hari yang lalu.Ketika Rossa hendak meraih ayam panggang yang ada di dekatnya. Secara halus ayam itu malah diberikan pada Carissa di depan matanya sendiri.Carissa benar-benar tidak enak. Apalagi ketika melihat raut Rossa berubah menjadi masam. Pasti dia kecewa pada ayahnya.Carissa benar-benar tak mau membuat Rossa tak nyaman. Dan menganggap Carissa merebut ayahnya darinya."Perhatian banget sama Carissa," sindir Rossa."Kamu kan udah tiap hari makan ayam. Memang kamu gak bosan?" tanya Rian."Ayah gak tau memangnya, kalau ayam itu kesukaan Ocha?!"Karena merasa tak enak. Akhirnya Carissa mengembalikan ayam itu ke dalam tempatnya lagi. Tapi sudah
Rossa rupanya tidak pergi ke tempat les. Dia hanya pergi ke rumah Daniel tanpa sepengetahuan ayahnya."Kak Daniel!" panggil Rosa ketika melihat Daniel keluar dari rumahnya.Rosa menghampiri lelaki yang menatapnya dengan wajah penuh tanya tersebut."Kenapa?""Kakak mau ke mana?" tanya Rosa. Berharap dia akan diajak pergi oleh Daniel."Main basket," jawab Daniel dingin."Aku ikut!"Daniel melirik jam di tangannya. "Bukankah kamu seharusnya pergi les?" tanyanya yang seakan sudah tahu jadwal harian Rosa."Aku bolos hari ini. Oh ya, aku mau minta kakak buat jadi guru les aku, kira-kira mau gak?" Rosa bertanya. Menjadikan Daniel guru les adalah salah satu hal yang bisa membuatnya dekat secara wajar dan alami."Tapi bayaranku gak murah.""Bisa diatur," sahut Rosa cepat-cepat. Lalu membiarkan Daniel pergi dengan sepeda moto
"KALIAN MAU PACARAN ATAU BELAJAR SIH?!" sentak Rossa membuat Daniel dan Carissa menoleh. Terkejut.Carissa berdiri diikuti oleh Daniel yang menatap kedua wajahnya secara bergantian."Tadi aku sampai bela-belain buat ke rumah Kak Daniel, buat minta jadi guru les privatku. Tapi kakak nolak, dan sekarang tiba-tiba malah di sini, ngajar sepupuku sendiri." Rosa menangis, sudah menahan kesal dia juga menahan rasa cemburunya.Sudah lama dia berada di ambang pintu tanpa disadari oleh kedua orang itu. Tapi lama-kelamaan malahan pemandangan tersebut membuat Rossa patah hati."Karena ini yang nyuruh ayah kamu," jawab Daniel santai. Ia tak menunjukan kepanikan atau apapun, karena dia merasa jika dirinya benar."Oh gitu? Kakak lebih suka sama cewek yang baru kakak kenal, dibanding sama aku yang sudah lama suka sama kakak!"Kalimat itu meluncur begitu saja, antara malu dan
"Aahhh!!" pekik Carissa ketika melihat ada bangkai tikus di dalam lacinya. Dia tak sengaja memegangnya ketika berusaha mengambil buku yang ada di dalam laci.Carissa berusaha membuang bangkai tikus itu sendirian. Dengan menggunakan kertas yang ia robek dari bukunya.Rossa yang melihat dari kejauhan hanya terkekeh geli karena semua itu adalah perbuatannya."Setelah merebut perhatian ayah, sekarang berusaha merebut perhatian dari Daniel," desis Rossa.Sebelumnya …Ketika dia melihat sepupunya yang sedang makan di kantin, dia pun langsung melancarkan serangan.Dia menyuruh Saipudin yang bucin padanya untuk meletakan bangkai tikus di dalam laci Carissa."Dari mana aku dapat bangkainya, Cha?!" tanya Udin dengan frustrasi,"Sama Pak Bon, pasti dia ada," jawab Rossa. "Pokoknya taro aja di laci Carissa."Dan akhirnya dia menuruti perintah d
Rossa semakin membenci Carissa, terlebih ketika mengetahui jika gadis itu nampak semakin dekat dengan Daniel, dan karena itu lah Rossa semakin memusuhinya tak hanya di sekolah tapi juga di rumah.Ibu Carissa sama sekali tidak tahu, karena waktunya selama seharian ia habiskan di tempat kerjanya. Dia hanya tahu jika anaknya itu lebih bahagia dibanding dengan kehidupan sebelumnya."Sekolah kamu lancar kan, Ris?" tanya ibunya ketika malam itu melihat anaknya masih terjaga dan terpekur di meja belajar.Dia berusaha memahami pelajarannya karena tak ingin membuat Daniel susah."Lancar, Bu," jawab Carissa sambil menatap wajah ibunya yang nampak letih tersebut. "Ibu tidur aja, Carissa masih mau belajar.""Hubungan kamu sama Rossa, baik-baik aja kan?" Entah mengapa ibunya tiba-tiba bertanya seperti itu pada Carissa.Tak seperti biasanya juga dia masuk ke dalam kamar anaknya hanya untuk bertan
Daniel mengatakan hal itu bukan tanpa sebab, karena setiap hari dia melihat bagaimana pamannya memperlakukan Carissa sangat aneh dan berlebihan.Dan ia ingin membawa gadis itu pergi dari rumah itu nanti, setelah dia sudah menjadi seseorang yang membuat Carissa bisa hidup dengan nyaman.Seperti waktu itu ketika Daniel datang untuk memberikan les untuk Carissa. Dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Rian memperlakukan Carissa bukan seperti layaknya keponakannya sendiri."Permisi," sapa Daniel ketika dia sudah berada di ruang tamu.Carissa yang berada di dapur dan tepat di belakangnya ada Rian, langsung menoleh. Wajah keduanya tegang, Rian gugup sedangkan Carissa takut."Oh, kamu sudah datang rupanya," sahut Rian dengan gugup. Ia tersenyum canggung dan menatap keduanya bergantian."Sana Carissa, jangan buat Daniel menunggu lama," kata Rian. Dia mendorong punggung Carissa pelan.
Mau tak mau Carissa pergi dengan Rossa dan Daniel. Daripada pergi dengan pamannya mungkin lebih baik pergi dengan mereka berdua meskipun banyak hal yang menyebalkan selama di perjalanan.Seperti ketika Rossa inginnya duduk di sebelah Daniel. Lalu ia akan berpura-pura ketiduran dengan kepala bersandar di bahunya.Daniel duduk di sebelah Rossa, dan Carissa duduk di depannya.Sesekali Daniel menampakan wajah tak nyamannya ketika Rossa terus menempel padanya seperti tikus yang terkena jebakan lem tikus.Carissa akan memalingkan wajahnya, karena jujur saja dia tidak begitu menyukai dengan sikap Rossa saat ini."Setelah ini kita naik apa?" tanya Daniel pada Carissa."Mungkin naik ojek," jawab Carissa."Aku gak mau kalau naik ojek, kalau kamu mau naik ojek kamu aja sendirian. Aku dan Kak Daniel akan naik taksi," sahut Rossa. Matanya tiba-tiba terbuka sempurna seperti belum