"Aahhh!!" pekik Carissa ketika melihat ada bangkai tikus di dalam lacinya. Dia tak sengaja memegangnya ketika berusaha mengambil buku yang ada di dalam laci.
Carissa berusaha membuang bangkai tikus itu sendirian. Dengan menggunakan kertas yang ia robek dari bukunya.
Rossa yang melihat dari kejauhan hanya terkekeh geli karena semua itu adalah perbuatannya.
"Setelah merebut perhatian ayah, sekarang berusaha merebut perhatian dari Daniel," desis Rossa.
Sebelumnya …
Ketika dia melihat sepupunya yang sedang makan di kantin, dia pun langsung melancarkan serangan.
Dia menyuruh Saipudin yang bucin padanya untuk meletakan bangkai tikus di dalam laci Carissa.
"Dari mana aku dapat bangkainya, Cha?!" tanya Udin dengan frustrasi,
"Sama Pak Bon, pasti dia ada," jawab Rossa. "Pokoknya taro aja di laci Carissa."
Dan akhirnya dia menuruti perintah dari Rossa, diam-diam dia meletakan bangkai tikus tersebut di dalam lacinya ketika di kelas itu tak ada yang menyadari keberadaan Udin.
"Udah nih," kata Udin sambil mengatur napasnya yang berantakan.
"Oke, makasih," kata Rosa kemudian berlalu dengan teman-temannya.
Ia ingin melihat pekerjaan Udin, dan ternyata sukses juga membuat wajah Carisa ketakutan seperti itu.
"Pelanggan kamu Dan, lihat tuh," kata Irvan.
"Kenapa?" tanya Daniel, matanya menangkap bayangan Carissa sedang membuang bangkai tikus ke dalam tempat sampah.
"Siapa yang lakuin?"
Irvan menaikan kedua pundaknya. "Hanya Tuhan dan pelakunya yang tahu."
Daniel diam, memandangi Carissa yang masih terkejut dengan bangkai yang tega diletakan di dalam sana.
"Memang masih zaman plonco buat anak baru ya?" tanya Rendy masih mengamati bayangan Carissa yang hendak masuk ke dalam kelasnya.
Yah, karena kelas tiga dan satu itu dekat jadi mudah bagi Daniel untuk mengawasi "pelangganya" itu.
"Jangan-jangan Si Ocha, kayaknya sejak kamu jadi guru les Carissa aneh-aneh aja yang dialamin sama tuh cewek."
Mungkin, Daniel berpikir dalam diam. Rossa gadis yang bisa ditebak. Dia memang nampak baik di luar tapi di dalam, dia lebih berbisa daripada ular kobra sekalipun.
"Cemburu mungkin." Ledek Irvan.
"Lagian jadi orang bagi-bagi dong kepopulerannya?" ledekan dari Rendy tak ditanggapi oleh Daniel, dia malah melangkah pergi keluar kelas.
Dia menuju kelas Carissa dan bertanya pada anak-anak di dalam sana siapa yang sudah melakukan hal itu pada Carissa.
"Gak ada yang tahu?!" Ini adalah suara Daniel yang paling keras seumur-umur.
"Apa kalian pura-pura buta?! Teman kalian dikerjain tapi malah gak ada yang peduli!" Kalimat terpanjang dari Daniel di sepanjang sejarah.
"Kak, aku gak apa-apa," kata Carissa pelan.
Daniel hanya mengamati wajah mungil itu lalu mengelilingkan pandangannya ke seisi kelas.
"Udin, Kak!" jawab seorang murid cewek.
"Udin?" Daniel tak kenal nama tak populer itu.
"Satu kelas sama Ocha," lanjutnya lagi. Dan bisa ditebak jika Daniel langsung menuju ke kelas Udin dan bertanya pada Udin mengapa dia melakukan ini pada Carissa.
"Gak apa-apa, Kak cuma iseng aja," jawab Udin ia tak mau membawa nama Rosa.
Padahal Rosa yang duduk di bangku depan sudah kelabakan. Tangan Widuri menyenggolnya tapi ditepis oleh Rossa.
"Kayaknya kak Daniel suka sama sepupu kamu, Cha," bisik Widuri membuat perasaan Rosa semakin tak enak.
Dia sudah kesal dan kini diliputi rasa cemburunya pada sepupunya sendiri.
"Kalau gak, gak mungkin sampai begini. Masa cuma gara-gara dia adik kelas yang diles sama dia."
Gigi Rosa menggeretak, melirik tajam pada Widuri yang tak mau berhenti.
Cara apalagi agar Daniel berhenti peduli pada Carisa?
Oke, Rossa akui. Carissa memang gadis yang cantik, dengan kulitnya yang berwarna kuning langsat. Muka yang bulat dengan senyum yang menampakan deretan giginya meski ada gingsul, tapi itu yang membuat nilai plus pada dirinya.
Tapi gadis itu miskin, dia tak punya apa-apa. Dia tidak setinggi Rossa malahan dia pendek. Namun apa yang membuat Daniel menyukai gadis itu?
**
Carissa ingin berbicara pada Rian setelah sepulang sekolah, ia ingin mengatakan untuk tidak memberikannya apa-apa lagi karena membuatnya merasa tidak enak, terlebih pada dirinya.
"Memangnya kenapa? Rosa marah sama kamu?" tanya Rian pada Carissa yang mencari pamannya di dalam ruang kerjanya di samping kamar Rian.
"Bukan, tapi Carissa gak enak sama Ocha."
"Kamu kayak gak tau sifat Ocha aja, dia kan begitu," jawab Rian yang tak mau memahami kegelisahan Carissa.
"Tapi—"
"Jangan pakai tapi lagi, lebih baik kamu bersiap untuk les."
"Dan untuk lesnya, mungkin enam bulan cukup, Paman."
"Kalau kamu takut Ocha, maka kamu gak perlu takut dia marah. Karena Paman sudah daftarkan dia pada guru yang lebih baik dari Daniel."
"Lagian kamu gak suka sama Daniel kan?"
Wajah Carissa tersentak, mendongak menatap wajah Rian lalu menggelengkan kepalanya cepat.
"Gak Paman, Carissa sadar diri."
"Ya udah, jadi kamu jangan takut Ocha marah, oke." Rian menekan kedua bahu Carissa. Dia menatap wajah yang langsung menunduk itu.
Dengan jempolnya, dia mendongakan wajah Cariisa dan menatapnya sangat dekat. Membuat Carisa memundurkan wajahnya. Ini sedikit tidak wajar.
"Kalau begitu saya turun ke bawah dulu, Paman," ucap Cariisa, jika saja dia mau melirik ke arah monitor yang ada di meja kerja Rian pasti dia tahu kelakuan Pamannya itu.
Ketika menuruni tangga, dia sudah melihat Daniel di ruang tamu.
Lelaki itu datang lebih awal karena ada urusan mendadak dengan ibunya yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit.
"Gak apa-apa kan kalau sekarang?" tanya Daniel, dia berjalan di samping Carissa.
"Gak apa-apa Kak, lagian ibu Kakak lebih butuh kehadiran kakak."
Daniel memandang wajah Carissa dari samping, sangat tenang meskipun menyimpan kesedihan di dalamnya.
Ada beberapa hal yang ia tahan untuk tak ia katakan sekarang apa yang sebenarnya terjadi di kelas.
"Kamu—baik-baik aja kan?" tanya Daniel tiba-tiba. Carissa yang ditanya otomatis terkejut, mengapa Daniel menanyakan hal itu padanya.
Apakah Daniel yang dingin, ternyata sehangat ini?
"Baik, Kak," jawab Carissa. Ia mengeluarkan buku dari tasnya dan membukanya.
"Kayaknya aku memang gak pinter Kak."
"Kenapa emang?"
"Aku salah lima dari lima soal."
Daniel terkekeh. "Mungkin kamu belum ngerti banget."
Baru kali ini Carisa melihat senyum itu. sangat manis tapi mengapa dia jarang tersenyum bahkan tertawa kecil seperti itu?
Tapi, ketika ia menyadari jika ditatap oleh Carisa dia langsung menyembunyikan senyumnya.
"Bilang aja kalau belum ngerti, pasti aku bantu. Aku kan dibayar buat bantuin kamu."
"Tapi aku gak enak."
"Aku lebih gak enak kalau kamu belum ngerti dan aku dibayar untuk membuat kamu ngerti."
Carisa tersenyum. "Makasih, Kak."
"Buat apa?" tanya Daniel, lagi-lagi menatap wajah Carissa.
"Untuk tadi di sekolah."
Ada keheningan sejenak di antara mereka berdua.
"Aku gak tau kenapa ada yang iseng begitu sama aku."
Rossa semakin membenci Carissa, terlebih ketika mengetahui jika gadis itu nampak semakin dekat dengan Daniel, dan karena itu lah Rossa semakin memusuhinya tak hanya di sekolah tapi juga di rumah.Ibu Carissa sama sekali tidak tahu, karena waktunya selama seharian ia habiskan di tempat kerjanya. Dia hanya tahu jika anaknya itu lebih bahagia dibanding dengan kehidupan sebelumnya."Sekolah kamu lancar kan, Ris?" tanya ibunya ketika malam itu melihat anaknya masih terjaga dan terpekur di meja belajar.Dia berusaha memahami pelajarannya karena tak ingin membuat Daniel susah."Lancar, Bu," jawab Carissa sambil menatap wajah ibunya yang nampak letih tersebut. "Ibu tidur aja, Carissa masih mau belajar.""Hubungan kamu sama Rossa, baik-baik aja kan?" Entah mengapa ibunya tiba-tiba bertanya seperti itu pada Carissa.Tak seperti biasanya juga dia masuk ke dalam kamar anaknya hanya untuk bertan
Daniel mengatakan hal itu bukan tanpa sebab, karena setiap hari dia melihat bagaimana pamannya memperlakukan Carissa sangat aneh dan berlebihan.Dan ia ingin membawa gadis itu pergi dari rumah itu nanti, setelah dia sudah menjadi seseorang yang membuat Carissa bisa hidup dengan nyaman.Seperti waktu itu ketika Daniel datang untuk memberikan les untuk Carissa. Dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Rian memperlakukan Carissa bukan seperti layaknya keponakannya sendiri."Permisi," sapa Daniel ketika dia sudah berada di ruang tamu.Carissa yang berada di dapur dan tepat di belakangnya ada Rian, langsung menoleh. Wajah keduanya tegang, Rian gugup sedangkan Carissa takut."Oh, kamu sudah datang rupanya," sahut Rian dengan gugup. Ia tersenyum canggung dan menatap keduanya bergantian."Sana Carissa, jangan buat Daniel menunggu lama," kata Rian. Dia mendorong punggung Carissa pelan.
Mau tak mau Carissa pergi dengan Rossa dan Daniel. Daripada pergi dengan pamannya mungkin lebih baik pergi dengan mereka berdua meskipun banyak hal yang menyebalkan selama di perjalanan.Seperti ketika Rossa inginnya duduk di sebelah Daniel. Lalu ia akan berpura-pura ketiduran dengan kepala bersandar di bahunya.Daniel duduk di sebelah Rossa, dan Carissa duduk di depannya.Sesekali Daniel menampakan wajah tak nyamannya ketika Rossa terus menempel padanya seperti tikus yang terkena jebakan lem tikus.Carissa akan memalingkan wajahnya, karena jujur saja dia tidak begitu menyukai dengan sikap Rossa saat ini."Setelah ini kita naik apa?" tanya Daniel pada Carissa."Mungkin naik ojek," jawab Carissa."Aku gak mau kalau naik ojek, kalau kamu mau naik ojek kamu aja sendirian. Aku dan Kak Daniel akan naik taksi," sahut Rossa. Matanya tiba-tiba terbuka sempurna seperti belum
Bagaimanapun juga Carissa tidak bisa mengatakan yang sebenarnya pada ayahnya mengenai sikap Rian yang menakutkan.Ia memendamnya sendirian dan hanya Daniel yang mengetahuinya.Tetapi—setelah Daniel tidak ada nanti. Ketika dia pergi ke Sydney untuk kuliah, siapa lagi yang akan menjaganya seperti sekarang?"Aku gak mau pulang, Kak," ucap Carissa pelan. Ia memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam.Air laut membias oranye menunjukan jika senja sebentar lagi akan tiba."Kamu mau di sini dulu?" tanya Daniel."Kalau bisa, aku mau tinggal di sini sama ayah, tapi—""Kalau kita lapor polisi gimana?" Usulan Daniel membuat Carissa menoleh ke arahnya.Ia menggelengkan kepalanya cepat."Jangan, Kak.""Kenapa?""Gak ada bukti, lagian yang ada aku dan ibuku akan diusir. Dan ayahku pasti akan menganggur
Di sepanjang perjalanan Carissa hanya diam saja. Dia sama sekali tak bicara pada Daniel meskipun lelaki itu sudah berusaha untuk mengajaknya berbicara.Bahkan ketika tangan Daniel ingin mengenggam tangan Carissa dia menolaknya dengan halus."Kakak udah ada Ocha," ucap Carissa pelan.Daniel menghela napasnya. Wajar saja kalau Carissa marah padanya. Tapi mau bagaimana lagi, hanya itu yang bisa dilakukan oleh Daniel.Sebentar lagi dia akan lulus sekolah dan meninggalkan sekolah itu. Dia sudah tak bisa menjaga Carissa seperti biasanya karena ia pasti akan sibuk dengan persiapan kuliahnya.Hanya pada Rossa dia bisa meminta tolong, meskipun itu tidak masuk akal."Maafin aku, Riss," ucap Daniel yang menatap ke arah wajah Carissa dari samping, namun Carissa menatap jendela kereta.Sebentar lagi mereka berdua akan sampai. Dan entah apa yang akan dilakukan oleh
Mata Carissa membeliak terkejut ketika dia melihat panggung pensi yang ada di depannya. Ini bukan seperti yang ada di dalam pikirannya.Ini sama sekali berbeda dengan apa yang ia bayangkan di dalam kepalanya. Sangat berbeda dengan pensi yang ada di sekolahnya yang lama.Ini nampak seperti sebuah pesta—untuk siswa orang kaya."Aku mau ke temanku, terserah kamu mau ke mana," ucap Rosa pada Carissa.Sudah diduga jika Rossa tidak akan terus bersamanya selama ada di acara pensi itu. Ia langsung melesat meninggalkannya dan berkumpul dengan teman-temannya. Hingga membuat Carissa kebingungan sendiri.Ia mengitari pandangannya, dan sejauh yang ia lihat. Tak ada orang yang ia kenal. Semuanya rasanya asing meskipun mereka satu kelas dengannya.Carissa tak dianggap, Carissa dibuang."Itu kan Carissa." Rendy menunjuk ke sebuah arah. Diikuti oleh Galih dan Irvan.
"Yakin sekolahannya di sini?" tanya Daniel ketika ia dan bersama dengan ketiga temannya ada di depan sebuah sekolah khusus laki-laki."Iya, aku udah cari tahu dan dia di sini. Namanya Arka, anak kelas dua.""Bukan kelas tiga?" tanya Daniel lagi."Bukan.""Mau ngapain sih emang?" Kali ini Galih yang bertanya pada Daniel.Sejak sepulang sekolah tadi, ia mengajak ketiga temannya itu untuk melihat sekolahan Arka. Ia ingin bertanya mengapa dia melakukan hal itu pada Carissa padahal jelas si Arka tak mungkin mengenal Carissa jika bukan satu sekolahan.Jika di balik kejadian ini ada hubungannya dengan Rossa, maka lebih baik Daniel akan menyudahi hubungannya dengan perempuan itu.Rossa tak dapat dipercaya."Mau ngajak berantem, Niel?" tanya Rendy kali ini."Bisa jadi—kalau dia gak mau jawab." Daniel menatap ketiga temannya itu bergantian.
Rossa pulang ke rumahnya selepas diputuskan oleh Daniel. Hatinya dipenuhi oleh amarah dan berpikir jika semua penyebab dia diputuskan adalah Carissa.Ya, dia menuduh Carissa yang telah membuat semuanya menjadi berantakan seperti ini.Dia buru-buru bergerak menuju ke dalam Carissa. Dan rupanya tak ada sepupunya di sana.Karena semakin kesal tak menemukan Carissa, Rossa mengacak-acak barang di atas meja belajar Carissa sampai berantakan. Dia juga membuang semua baju yang ada di lemari, dan matanya menangkap baju mahal yang dibelikan oleh papanya sendiri.Setelah merebut Daniel dari dirinya, kini dia juga telah merebut perhatian papanya."Carissa! Kamu ada di mana!!" teriaknya kemudian sebuah bayangan muncul di ambang pintu dengan wajah yang terkejut."Kamu ngapain ada di dalam kamarku dan mengacaukan semuanya?" tanya Carissa kaget."Aku?! Kamu pikir aku lagi ngapain p