Share

Mengambil cuti

Bab 4 

Pagi.

Jam menunjukkan pukul empat pagi. Seperti biasa aku bangun dan menunaikan shalat subuh. Sengaja tidak ku bangunkan Mas Dito, percuma dia tidak akan bangun. Biasanya dulu juga begitu, dia akan tidur jam 4 subuh setelah dia memainkan gamenya.

Selalu begitu memang, dan dia akan bangun ketika perutnya keroncongan. Dulu aku pernah menegurnya karena tidak pernah shalat. Tapi dia selalu diam saja dan tidak menanggapi semua ocehanku.

Setelah shalat aku langsung ke dapur, memasak dan mencuci piring kotor sisa semalam. Ternyata Ibu semalam tidak mencuci piring bekas dia makan.

Aku membuang nafas kasar. Piring yang sudah aku bilas langsung aku atur di rak piring. Kemudian mengambil nasi sisa semalam untuk aku goreng. Kasihan jika nasi ini aku buang, karena masih bagus dan tidak basi. 

Kemudian aku membuka kulkas untuk mengambil ayam yang sudah aku kukus kemarin. Mengambil beberapa cabe merah, bawang putih dan bawang merah. Tidak lupa tomat dan kemiri juga kunyit. 

Rencananya aku akan memasak ayam rica-rica. Makanan kesukaanku.

Setelah semua selesai, aku langsung kembali ke kamar Kania. Kucium dia berkali-kali, agar dia segera bangun.

"Sayang, bangun yuk. Ikut Mama ke kantor," bisikku di telinganya. Mata yang tadinya masih terpejam, seketika terbuka mendengar ajakan ku.

"Benelan, Ma?" tanya Kania dengan bahasa cadelnya.

"Iya dong, Sayang. Sekalian nanti kita beli es krim," jawabku sambil menoel hidung mancungnya.

"Yeeii. Ayo, Ma," serunya sambil berloncat kegirangan.

Aku selalu mengajak dia ke kantor jika dia sedang sakit atau ketika aku tidak banyak pekerjaan. Karena sebagai kepala manager, tidak begitu banyak pekerjaan yang berarti. Kecuali ada rapat penting atau pertemuan di luar kantor.

Tidak masalah sebenarnya jika aku membawa Lea ikut serta. Karena pemilik perusahaan tempatku bekerja adalah sahabatku sendiri.

Setelah memandikan Kania, aku langsung memakaikan bajunya. Juga membawa beberapa mainannya ke dalam tas. Kemudian aku ke dapur untuk mengambil makanan untuk kumasukkan kedalam rantang kecil.

Kutinggalkan dua potong ayam rica-rica di atas meja makan. Untuk Ibu mertua tercinta dan juga untuk suami pemalasku. Lihatlah, sudah jam 7 mereka belum juga bangun.

Biarlah, hari ini aku rencananya akan meminta cuti selama seminggu. Karena aku ingin menjadi istri yang baik dan juga sholeha. Jadi aku akan mengatakan jika aku sudah memundurkan diri dari perusahaan. Biarlah Mas Dito kalang kabut mencari pekerjaan. Agar dia tau jika masih menjadi kepala keluarga dan bertanggung jawab atas kehidupan kami semua.

Rumah masih dalam keadaan berantakan, karena aku tidak menyapu ataupun mengepel lantai. Biarlah nanti Ibu yang kerjakan, jadi dia tidak tinggal gratis disini.

"Ayo, Sayang. Kita berangkat," ajakku sambil menggendong Kania dan juga mengambil tas mainannya. 

Sepanjang perjalanan, kami bernyanyi ria di dalam mobil. Apalagi Kania sangat senang bernyanyi.

Ddrrtt!

Ponselku bergetar beberapa kali, sengaja aku mematikan dering telepon. Karena aku tau jika Mas Dito akan menelpon.

Setelah sampai di kantor, ponselku masih saja bergetar. Karena tidak ingin terganggu saat nanti di dalam. Aku segera menerima telepon dari Mas Dito. Dia menggunakan ponsel Ibu untuk menghubungiku.

"Assalamualaikum," ucapku ketika sambungan telepon sudah terhubung.

"Kamu dimana?" tanya Mas Dito tanpa menjawab salam dariku.

"Aku di kantor, Mas. Kan Aku kerja," jawabku santai. Aku tidak ingin merusak moodku pagi-pagi.

"Iya aku tau, tapi kenapa kamu tidak ninggalin uang untukku dan Ibu?" tanya Mas Dito bberang. Karena biasanya aku akan selalu meninggalkan uang di atas kulkas untuk Mas Dito dan Kania. Katanya untuk jajan Kania.

"Kanianya aku bawa, Mas. Jadi nggak perlu jajan," jawabku lagi. Sengaja aku mengatakan seperti itu, seolah aku baik-baik saja atas semua yang sudah terjadi kemarin.

Hening.

"Terus kenapa rumah masih berantakan? Ibu merepet dari tadi. Mana kamu cuma masak buat pagi, siangnya kami makan apa?" tanya Mas Dito bertubi-tubi.

Sabar Rosa, sabar. Kamu harus bisa mengendalikan diri supaya tidak marah-marah di depan Kania.

"Di kulkas masih ada ikan dan ayam. Nanti Ibu bisa masak," sahutku masih dengan nada santai. Padahal hatiku sudah bergemuruh hebat di dalam sini.

"Udahlah, capek ngomong sama kamu!" bentak Mas Dito kesal.

Klik!

Dia langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak, padahal aku mau bilang kalau uang untuk dia beli ponsel sudah aku simpan di dalam lemari kamar.

Yasudahlah, aku juga capek ngomong sama orang yang suka marah-marah. Aku langsung turun dari mobil, dan kembali menggendong Kania.

Setelah menyimpan semua barang ke dalam ruangan. Aku langsung mengajak Kania ke ruangan Devan– pemilik perusahaan.

Tok Tok Tok!

"Masuk," teriak Devan dari dalam.

"Permisi, Pak," ucapku ketika pintu dibuka.

"Yeee, ada si comel di kantor," ucap Devan sambil mengambil alih Kania dari dalam gendonganku.

Kania tertawa terbahak ketika Devan mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi. Mereka memang sangat akrab, karena Devan sering membelikan Kania mainan dan juga es krim.

"Kamu mau es krim nggak?" tanya Devan pada Kania. Sontak saja Kania mengangguk cepat.

Di dalam ruangan Devan tersedia kulkas ukuran mini, dan dia selalu menyediakan es krim untuk Kanja.

"Aku mau ngomong," ucapku lesu.

"Ngomong aja," jawab Devan tanpa melihat ke arahku. Dia sibuk membukakan es krim untuk Kania. 

"Jangan kasih banyak-banyak, dia belum sarapan," ucapku cepat. Aku lupa jika Kania belum sarapan sejak dia bangun tadi. Pikiranku yang bercabang membuatku cepat lupa.

"Tadi katanya mau ngomong, apa?" tanya Devan lagi yang kini menatapku.

"Aku boleh ambil cuti nggak?" tanyaku.

"Kok tiba-tiba, mau kemana emangnya?" tanya Devan lagi.

"Adalah pokoknya, kalau bisa aku mau cuti seminggu. Tapi nanti jika ada bahan penting, aku bisa kerjakan dirumah. Nanti tinggal kirim aja lewat email, gimana?" tanyaku lagi, berharap Devan mau menerima tawaranku.

"Aku sebagai bos kamu, perlu tau kenapa kamu mau ambil cuti selama itu," sanggah Devan cepat.

"Aku mau Mas Dito kerja, jadi kalau aku masih kerja. Dia akan seenaknya sendiri dirumah, aku mau dia mencari kerja," jawabku lesu. Devan sudah banyak tau tentang keluargaku, dia juga sudah mengenal dekat dengan Mas Dito. Tapi dia tidak pernah tau jika Mas Dito tidak bekerja. Karena aku tidak pernah menceritakannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status