"Friska, batalkan meeting kita hari ini!" perintah Ray pada sekretarisnya melalui sambungan interkom. "Tapi, Pak, meeting kita hari ini sangat penting," sahut Friska keberatan."Saya tidak peduli!"Persetan soal pekerjaannya saat ini. Ray hanya mau bertemu Lia dan memastikan bahwa yang dikatakan Anggara tidak benar adanya. Ray menggelengkan kepala, berusaha menampik kenyataan yang akan menyakitinya. 'Lia tidak berselingkuh di belakangku. Lia tidak akan menduakanku. Hanya aku yang dieluh-eluhkan wanitaku.' Ray mengukuhkan itu dalam pikirannya. Menghela napas kasar, pandangannya tertuju pada bangunan kota di luar kaca jendela. Menerawang beberapa peristiwa dari masa silam tentang kebersamaannya dengan Lia. "Ah shittt!" umpat Ray. Ray kehilangan fokusnya. Hampir saja Ray menabrak truk dari arah berlawanan. Demi menghindari tabrakan Ray membanting setir ke kiri. Ciitttt! Roda-roda saling bergesekan dengan jalan raya, menimbulkan bunyi decitan yang kencang. Debu jalanan pun ikut ter
Lia sengaja berganti bus dua kali untuk mengecoh Anggara dan orang suruhan Ray. Tujuan awal kepergiannya ke Jawa Timur. Setelah menginap satu hari di sana, Lia kembali ke Jakarta. Pikirnya, Anggara dan orang suruhan Ray tidak mungkin bisa menebak keberadaannya sekarang. Luntang lantung di kota orang selama berminggu-minggu membuat Lia pusing tujuh keliling. Bukan karena jauh dari segala kemewahan yang diberikan Ray padanya, tapi lebih ke buta arah. Lia yang notabenenya anak rumahan merasa asing berada di kota orang. Apalagi Lia sama sekali tidak menggunakan ponselnya untuk membuka maps. Hanya mengandalkan bertanya orang yang dijumpainya saja, beruntunglah Lia bisa kembali ke Jakarta tanpa drama nyasar. Tujuan Lia ke Jakarta bukan untuk menyerahkan dirinya ataupun kembali pada Ray, melainkan untuk melancarkan aksi balas dendamnya pada Arsa. Selagi Lia berada di Jakarta, dia bisa mengawasi hubungan Arsa dan Bella, lalu membuat rumah tangga mereka berdua berantakan. Pagi ini Lia suda
Ray mengucek kedua kelopak matanya. Ray takut apa yang dilihatnya hanyalah halusinasi semata karena dia tengah merindukan wanitanya. "Kamu benar Lia?" tanya Ray memastikan. "Iya," balas Lia ogah-ogahan. Ray mencubit tangannya sendiri. Rasanya sedikit sakit. Seperti digigit raja semut. Berarti Ray dalam keadaan sadar dan berada di dunia nyata. Ray bertemu dengan Lia bukan di dalam mimpi. Ah, betapa bahagianya hati Ray. Bunga yang tengah layu bagaikan tersiram air kembali. Merekah dengan indahnya. "Kemarilah, Sayang! Aku merindukanmu," ucapnya parau. Air mata kebahagiaan jatuh membasahi pipinya, tak dapat terbendung lagi. Betapa bahagianya Ray bisa bersua kembali dengan wanitanya. Semua terasa seperti mimpi. Ray masih tidak mempercayainya. "Mama keluar dulu ya." Nyonya Helena berlalu dan menutup pintu. Menyisakan dua insan di dalam ruangan pesakitan.Mengusap kasar sisa air mata, Ray merentangkan kedua tangannya. Rindunya tak terkira. Ray ingin merengkuh wanitanya, menumpahkan gulun
Lia dibawa ke ruang pemeriksaan. Nyonya Helena berkacak pinggang seraya berjalan mondar mandir di depan ruangan. Melihat betapa Ray sangat mencintai Lia, membuat Nyonya Helena ikut mencemaskan keadaan sang menantu. "Bagaimana keadaan menantu saya, Dok?" tanya Nyonya Helena, menyela sang dokter yang akan menjelaskan keadaan Lia. "Menantu anda pingsan karena kelelahan dan faktor berbadan dua, Nyonya, untuk pemeriksaan lebih lanjut nanti akan ditindak lanjuti oleh dokter kandungan.""Kalau begitu saya permisi, Nyonya.""Baik, Dok. Terima kasih banyak."Nyonya Helena meraup wajahnya penuh syukur. Dia sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan cucu dari Ray dan Lia secepat ini. Pernikahan Ray dan Lia yang baru satu bulan setengah itu ternyata dapat mewujudkan impian Nyonya Helena. Ya, beberapa bulan lagi Nyonya Helena dapat menimang seorang cucu yang selama ini dinantikannya. Lima tahun sudah Nyonya Helena menanti datangnya seorang cucu dari pernikahan Arsa dan Bella, tapi belum tampak
Ray mendekati sang mama. Membisikkan sesuatu di telinga Nyonya Helena. "Ma... Aku mau bicara berdua dengan Lia boleh?"Nyonya Helena mencebikkan bibirnya. "Bilang aja kamu mau ngusir Mama kan?" ucapnya ketus. Sebenarnya hanya bercanda. "Ish... Bukan gitu, Ma," sunggut Ray. "Arsa... Bella... kita keluar dulu sebentar yuk!" ajak Nyonya Helena menyeret lengan keduanya. "Mau kemana, Ma?" tanya Lia. "Ke kantin bentar." Nyonya Helena beralasan. Nyonya Helena sendiri ingin memberikan kesempatan pada Ray dan Lia. Siapa tahu dengan adanya janin dalam rahim Lia membuat keduanya bisa berbaikan dan menjalin hubungan rumah tangga yang harmonis seperti sebelumnya.Setelah ketiganya pergi Ray memutar roda pada kursinya. Roda-roda itu menggelinding ke depan. Semakin lama semakin dekat dengan ranjang pesakitan. Di mana wanitanya berada di atasnya. Melihat Ray semakin mendekat ke arahnya, semakin panik pula Lia dibuatnya."Jangan mendekat!" peringat Lia. Menghentikan gerakan suaminya. "Yasudah. A
Meletup, lalu redup. Bias cahaya menghiasi langit malam yang cerah. Menyala bertaburan saling menari-nari di angkasa. Membentuk sebuah keindahan dalam kesunyian malam. Gadis ayu itu berdiri di balkon kamar. Menatap cahaya yang saling mengisi kesunyian malam. Pandangannya lurus ke depan. Netra hazel miliknya memandang sendu pemandangan di depannya. Ada sepercik kegundahan yang membalut jiwa. Rambut coklat panjang miliknya dibiarkan terurai. Hembusan angin sudah menerpanya sedari tadi. Seakan membelai dan ingin mengajaknya bercengkerama, melupakan segala kerisauan di hatinya. 'Bukankah kamu sudah menunggu waktu yang sangat lama untuk menikmati keberhasilan dalam hidupmu ini, Cendana Amelia? Lalu apa lagi yang engkau risaukan?' tanya Lia, bergelut dengan batinnya sendiri. Ini kali pertama Cendana Amelia melakukan perayaan dalam hidupnya. Sudah belasan tahun dia menunggu momen ini dalam hidupnya, tapi baru terjadi hari ini. Perayaan yang dia adakan berbeda dari perayaan yang dilakukan
Oh, ayolah! Siapa yang tidak mengenal Arrayyan Sagara. CEO ternama di negara ini. Diumurnya yang ke 25 tahun Ray berhasil memimpin perusahaan yang dia dirikan sendiri, tanpa campur tangan keluarganya. Ya meskipun begitu, perusahaan Ray tetap menggunakan nama keluarganya-Sagara Corp. Perusahaan Ray bergerak dibidang properti dan merupakan salah satu perusahaan terbesar di negara ini. Sedangkan perusahaan milik keluarga Sagara bergerak dibidang industri. Ketegasan serta kepiawaian Ray dalam memimpin perusahaan membawa dampak yang baik bagi perusahaan ini. Banyak yang senang dengan kepemimpinan Ray. Tak hanya para karyawan, tapi juga partner bisnisnya. Ray tak pernah mengalami kegagalan dalam bisnisnya. Setiap tahun selalu berkembang lebih baik dari sebelumnya. Apapun masalah yang terjadi di dalamnya pasti bisa dia atasi. Namun, berbeda kali ini. Ray tampak frustasi dengan setumpuk dokumen di hadapannya. Pening di kepala Ray nampaknya enggan beranjak dan terus menggerogoti."Anggara!"
Drrrttt DrrrtttPonsel pria itu bergetar. Tangan kirinya dia gunakan untuk meraih ponsel yang diletakkan di dashboard mobil, sementara tangan kanan tetap memegang kendali. "Ya, hallo," jawab pria itu tanpa melihat siapa si penelepon terlebih dahulu, tapi sepersekian detik berikutnya dia mengenali suara tersebut."Oke. Saya akan segera kembali ke sana!"Pria itu memutar balik kendaraannya. Melaju dengan kecepatan tinggi agar segera sampai di tempat tujuan. Rasa penasaran yang dia miliki begitu tinggi. Membuat kaki panjangnya melangkah dengan cepat. Langkahnya seperti orang dikejar setan di siang bolong. "Bagaimana, Anggara?" tanya Ray menghampiri Anggara di ruangan asistennya. "Saya sudah menyelidikinya, Pak. Memang benar ada pengubahan data di laporan keuangan, sehingga menyebabkan perbedaan data antara yang terdapat pada laporan bagian akuntansi dan aktual di bagian lapangan."Ray memijat pelipisnya. "Ini benar tidak main-main, Anggara. Dia telah mencuri uang perusahaan sebanyak 3