Share

Bab 6: Di larangan berhubungan

Satu keluarga besar berkumpul di rumah nenek Anita. Kakak Anita, Yuni ikut pulang menemui sepupu dan bibinya. Mereka memang selalu membuat acara berkumpul setelah tiga bulan.

"Bu, cucu tersayang ibu belum juga nikah? Apa takut menikah karena akan seperti kakaknya?" sahut Umi, menantu kedua nenek Rani yang angkuh dan sombong. Suaminya bekerja sebagai asisten kantor hingga mendapat gaji yang tinggi membuat harga dirinya juga tinggi.

"Apa maksud kamu? Kalau punya mulut dijaga dengan baik!" titah Nenek Anita melirik dengan tatapan sinis. Selalu saja berkata seperti itu ketika datang ke rumah mertuanya.

"Kau harus punya sopan santun ketika bertemu mertua. Bukan karena Anita trauma dengan kerusakan rumah tangga kakaknya, tetapi dia tidak laku. Tidak ada lelaki yang minat dengannya." ejek Sulis, bibi Anita yang selalu membanggakan dirinya.

"lihat anakku, dia sudah cantik, punya suami polisi lagi. Aduh, kalau dibandingkan dengan Anita, mana bisa mengalahkan anakku?" ucap Sulis menunjuk anaknya yang tengah mengandung.

Yuni mendengar semuanya, dia tidak terbawa emosi. Sudah biasa mendapat ejekan tepat di dekatnya, Yuni bahkan tidak suka berkumpul sesamanya, namun jika bukan karena merindukan anaknya, dia tidak akan kembali.

"Lah, Anita datang!" ucap sepupu Anita yang heboh. Seperti biasa, mereka ingin mengolok Anita yang masih perawan tua. Tetapi mata mereka membulat saat melihat lelaki tampan dengan jas kemeja pink di baluk dengan jas hitam membuat dirinya semakin macok. Gaya berjalannya pun begitu gagah membuat mulut sepupu Anita terbuka lebar.

"Siapa dia? Pacar Anita, tidak mungkin!"

"Hebat Anita kalau benar dia pacarnya, beruntung banget tau!"

Mereka semua berbisik dengan senyum ramah, Anita memutar bola matanya dengan malas, padahal dia selalu dipandang remeh oleh mereka ketika Anita datang.

"Anita, siapa dia?" tanya Nenek Anita yang ikut terkejut cucunya membawa lelaki ke rumahnya tanpa pemberitahuan.

"Dia ayahnya Jaya, Nek. Orang yang kemarin nenek bahas tua," ucap Anita dengan jujur dan suara lantang agar semua orang bisa mendengarnya.

"Jaya siapa? Temanmu?" sahut Yuni yang berjalan mendekati Anita. Dia pun penasaran dengan lelaki yang dibawa adiknya pertama kali.

"Bukan, teman Lilis di sekolah. Kenalkan, Wiratman Rarendra, pengusahan terkaya di kota ini. Pasti sudah dengarkan namanya?" ucap Anita berlagak sombong. Mulut sepupunya tidak ada yang berani terbuka.

"Halo, Nek. Aku Wira, ayahnya Jaya. Terima kasih sudah menerima Jaya tinggal di rumah nenek untuk sementara." jelas Wira mengulurkan tangannya, namun nenek Anita malah menatapnya dengan tajam.

"Anita! Nenek mau bicara dengan kamu, sekarang!!" titah nenek Anita sambil berjalan dengan tergesa-gesa. Yuni pun meraih jabatan tangan Wira dengan tersenyum ramah.

"Aku, Yuni, kakaknya Anita. Senang bertemu denganmu, aku harap hubunganmu dengan Anita langgeng. Kau seorang duda?" tanya Yuni.

"Oh, Duda. Pantas mau sama Anita, rupanya dia duda." bisik bibi Anita.

"Ya ampun, aku juga mau kalau ada duda kayak dia. Kaya, pemimpin perusahaan, mapan, macok, pokoknya the best dia!" ucap sepupu Anita yang saling mengangguk, masih terpesona dengan wajah Wira.

Di dalam kamar, Nenek Anita mengintrogasi cucu tersayangnya. Matanya membulat sambil memperhatikan penampilan Anita dari atas sampai bawah.

"Dia orang tua Jaya? Kalian berdua pacaran? Kau bilang hanya bekerja sementara dengannya." ucap nenek Anita sambil melipat tangannya di dada.

"Maaf, Nek. Nenek sendiri yang memintaku mencari pacar biar tidak diremehkan anak dan cucu nenek yang lain." Ujar Anita sok santai.

"Iya, nenek yang minta. Tetapi orang yang seumuran dengan kamu, bukan orang kayak dia. Duda, punya anak, udah gitu pasti umurnya lebih tua dari kamu. Benarkan?" tanya nenek Anita dengan jari telunjuk mengarah ke wajah cucunya.

"Nggak apa kalau tua, yang penting kaya dan banyak uang." jawab Anita dengan enteng membuat neneknya segera memukul kepalanya dengan keras.

"Pokoknya nenek nggak setuju kamu dengan sama dia. Dia lebih tua dari kamu, titik. Kamu bakal susah ngurus dia dan rumah tangga kamu bisa retak nantinya kalau tidak sepemikirkan, sama seperti kakakmu. Awas jika kamu masih berhubungan dengannya!" ancam nenek Anita sebelum keluar meninggalkan Anita yang memasang wajah bingung.

"Siapa juga mau menikah sama pak Wira, aneh deh. Aku kan hanya bawa dia saja biar bisa pamer dikit sama sepupu, emang salah lagi aku?" ucap Anita seorang diri di dalam kamarnya, merasa disalahkan oleh neneknya.

"Bodoh amat!"

Diluar, Wira begitu tenang berbicara dengan keluarga Anita. Nenek Anita datang dan menarik tangan Wira keluar dari rumahnya.

"Nek, apa nenek lakukan?" tanya Yuni tidak terima.

"Kamu segera putus dengan Anita, kalian berdua titik cocok!" ucap nenek Anita dengan tegas.

"Loh, Nek, kenapa?" tanya Yuni tidak mengerti. Namun Anita hanya berdiri di depan pintu sambil melambaikan tangannya pada Wira.

"Nenek tidak suka dengan mereka, lelaki ini sudah tua, duda, dan punya anak, sementara Anita masih perawan. Mereka tidak boleh punya hubungan atau mereka juga akan gagal berumah tangga sama seperti kamu!" ucap nenek Anita dengan tegas.

"Maaf, Nek. Aku akui usiaku melebihi usia Anita, tetapi nenek tenang saja. Aku orangnya dewasa kok, tidak akan mengambil keputusan tanpa berpikir terlebih dulu. Aku janji, biarkan aku punya hubungan dengan Anita!" ucap Wira memohon-mohon. Anita malah tertawa mendengarnya, kini Anita hanya seperti sedang menonton film romantis.

Pasalnya, sebelum mereka sampai ke rumah nenek Anita, Anita dan Wira sudah membuat persetujuan. Anita akan tetap merawat Jaya dan menjadi ibu sambung Jaya dengan baik asal Wira menunjukkan cara membujuk nenek Anita yang keras kepala karena dia masih menolak Jaya tinggal di rumah Anita. Padahal, Anita tahu Wira akan gagal. Neneknya begitu benci dengan lelaki lebih tua karena mengira Anita akan dianggap seperti anak-anak nanti.

"Kau tidak mau pergi? Apa perlu aku usir anakmu juga? Kalau bukan Lilis, cicitku yang memintanya aku tidak akan mau mengizinkan anakmu tinggal dengan kami!" ujar nenek Anita dengan lantang. Kedua tangannya tidak lupa mendorong tubuh Wira mundur perlahan.

Disaat bersamaan, mobil yang membawa Jaya dan Lilis pulang dari sekolah sampai di depan rumah. Jaya turun dengan terburu-buru saat melihat Wira ada di depan rumah.

"Papa! Papa datang ke sini menunggu Jaya?" tanya Jaya yang berlari memeluk Wira.

Keluarga Anita lagi-lagi dibuat syok, mereka berdua tidak menyangka Jaya sudah dekat dengan Lilis dan pulang bersama.

"Lah, anaknya beneran tinggal disini? Kok bisa?"

"Aku pikir baru direncanakan tadi, rupanya memang sudah tinggal disini? Jangan-jangan itu anak Anita dari hasil hubungan diluar nikah sama duda ini?" tunjuk sepupu Anita yang terkejut.

"Tidak mungkin, anaknya sudah besar. Apa orang tua anak ini bercerai gara-gara Anita?"

"Anita pelakor gitu?" ucap mereka yang berbalik menatap Anita dengan tatapan penuh kebencian.

"Mulai lagi mereka," sahut Anita yang berjalan mendekati sepupunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status