MENIKAH DENGAN BO-CAH 2
Subuh-subuh Mama menatapku begitu intens terutama di area kepala, aku mengerlingkan mata dengan malas membalas tatapannya.
"Gimana? udah?"Bu tanya mama sambil berbisik.
"Apaan sih, gaje!" Aku mendelik
"Aaawww!"
Mama menc*bit pahaku sekuat tenaga, duh untung aku lahir dari rahimnya coba kalau bukan sudah kuiris-iris jadiin bakwan.
"Jawab yang bener kalau ditanya tuh, Alan!" Mama membentak.
Aku menatap wajah mama dengan nelangsa.
"Lagi palang merah."
Mama berdecak kesal. "Gimana sih kamu, coba malam kemarin engga jual mahal, pasti udah masuk surga," cerocosnya sambil berlalu meninggalkanku.
Aku mencebikkan bibir, sudah dongkol semalam tak dapat jatah, paginya malah dengar suara mama marah-marah, ia pikir dirinya saja yang kecewa, aku bahkan lebih, apalagi si Joni.
"Mas mau makan dulu atau mandi dulu?" tanya istriku dari arah belakang.
"Makan," jawabku datar.
"Cie marah." Gia meledek.
"Maaf deh, Mas." Gia duduk di sampingku, memasang tampang semenyesal mungkin.
"Dah lah aku ga terlalu ngebet kok, emangnya kamu." Aku menyinduk nasi goreng ke dalam piring.
Kulihat tangan Gia sibuk menuang air minum ke dalam gelas, serta mengambilkan telor ceplok ke atas piringku.
"Waah kayaknya enak nih." Tiba-tiba mama datang dengan wajah semringah melihat hidangan sarapan di meja.
"Enak dong, Ma, ayo makan." Gia menyahut.
"Ternyata kamu jago masak, kemarin masak nasi uduk sekarang nasi goreng, ah emang mantu idaman." Mama mencolek tangan Gia.
Lebay banget, bilang aja keenakan dimasakin mantu
"Nanti siang masak udang sama capcay ya, Gi," pinta mama dengan mulut penuh.
"Asiap, Ma," sahut Gia begitu semangat.
****
Seharian di rumah aku merasa suntuk sekali, apalagi mama akan mengomel jika tahu anak sulungnya ini kebanyakan memandang ponsel.
Aku bekerja di sebuah pabrik garmen bagian personalia, teman-temanku sudah beranak pinak hanya aku yang telat.
Apalagi Nana--adikku--yang kini beranak dua, entahlah kata mereka aku bisa menikah dengan gadis berusia setengah dari umurku ini seperti memecahkan rekor.
"Gi, kok kamu mau nikah sama aku?" tanyaku, sore ini Gia sedang merapikan baju di lemari.
Ternyata bocah ini rajin juga, lemariku yang nampak seperti kapal tabrakan kini berubah rapi seperti habis di londry, sepatu yang bertengger di raknya pun kini mengkilat.
"Udah jodoh, Mas," jawabnya sambil balik badan dan tersenyum.
Melihat dua dekikan indah di pipinya yang chubby membuat pantatku geser-geser tak nyaman, awas saja kalau si Joni langsung on time.
"Tapi 'kan umurku udah tiga puluh lebih, beda setengahnya sama kamu, bukanya sekolah dulu malah ngebet nikah."
"Ya ga apa-apa, Mas, masih mending aku nikah sama Mas yang masih bujang, temen-temenku ada loh yang nikah sama duda, punya anak lagi."
Aku langsung melongo.
"Beneran, nih ya si Nabila nikah sama duda anak dua, si Fatimah nikah sama duda anak satu dan si Komala ...."
"Eit stop! Stop!"
Seketika bibir tipis Gia langsung bungkam
"Mereka seumuran kamu?" tanyaku sambil geser pantat.
Gia mengangguk.
"Kalian itu masih muda, masih bisa sekolah ngapain sih cepet-cepet nikah?!" tanyaku agak ngegas.
Gemes juga dengar cerita Gia, mending dia dapetin aku yang bertanggung jawab dan ganteng, gimana kalau mereka dapat lelaki j4-hat, 'kan nyesel.
"Yeay dari pada Mas udah tua tapi baru nikah."
Kampret!
Aku langsung bungkam, nih bocah kalau ngomong suka bener.
Gia terkekeh lalu menyentuh lenganku dengan lembut. "Maaf maaf jangan dianggap becanda ya, Mas." Lalu dia terkikik lagi.
Duh kecil-kecil udah ngeselin, gimana gedenya.
"jadi gini, di desa aku tuh jarang banget ada yang sekolah SMA, para orang tua kita tuh khawatir kalau anaknya belum nikah di usia tujuh belas tahun sampe dua puluh tahun" Gia menjelaskan dengan serius.
"Aneh banget, itu pikiran kolot, Gi."
"Tapi jangan salah, walaupun kita nikah muda tapi kita udah siap, udah bisa masak, beres-beres rumah, layani suami, pokoknya ga bakal gagal deh." Gia membanggakan diri.
"Ya tetep aja gara-gara kamu kita belum dapat surat nikah." Aku mencebikkan mulut.
Kata pihak KUA surat nikah kami akan diberikan jika Gia sudah berumur delapan belas tahun.
"Jadi Mas nyesel nikah sama aku?" tanya Gia, ada raut sedih yang dibuat-buat di wajah polosnya.
"Engga dong, masa nyesel, ngapain nyesel."
"Gitu dong jangan disesali, nikmati aja," ungkapannya lalu tertawa.
"Nikmatin apaan." Aku mencebik, kesal kalau ingat kejadian malam.
*****
Lantunan ayat suci Alquran terdengar menghiasi telinga, aku berjalan pelan mengamati asal suara tersebut apakah berasal dari kamar mama atau kamarku?
Tapi biasanya kamar mama selalu berisik oleh lagi dangdut Elvy Sukaesih dan Rita Sugiarto, karena letak kamarku dan kamar mama bersebelahan aku berdiri di antara dua kursi, eh dua pintu maksudnya, jadi inget lagu yang sering diputar mama.
Aku mengintip melalui celah pintu yang terbuka sedikit, mama nampak sedang tak ada di kamar, berarti benar suara mengaji yang begitu halus dan tartil itu berasal dari kamarku.
"Eh ayam! Ayam!" Aku terperanjat karena ditepuk seseorang dari belakang.
"Ngapain ngintip-ngintip kamar Mama hah?! Mau nyolong du-it hasil amplop tamu undangan kemarin? 'kan Mama udah bilang duit itu udah habis dibeliin ko-lor sama s3m-pak kamu, sebagian Mama kasih sama keponakanmu, lagian mau nikah se*pak udah pada lecek, malu sama Gia."
Mama nyerocos dengan suara pelan, aku memejamkan mata gregetan supaya ia diam, yang ada di otak mama cuma uang dan u*ng, bisa-bisa kornea matanya berubah jadi gambar Pak Karno nanti.
"Ya ampun, siapa yang mau nyolong d*it sih," sahutku berusaha agar tak berisik.
"Ya terus ngapain ngendap-ngendap gitu?! Terus ya s3mpak yang Mama beliin kenapa ga dipake? betah amat pake d4leman lecek?" tanya mama bikin bete.
Dia mah emang gitu, segala daleman anak suka ikut campur, 'kan ngeselin.
"Lagian sih Mama beliin Alan s3mp4k gambar Spongebob, terus yang satu lagi malah gambar dora emon, masa iya Alan pakai begituan." Suaraku agak keras agar mama diam.
"Hahh! Serius kamu, jangan-jangan s3mpak kamu ketuker sama ...."
MENIKAH DENGAN BO-CAH 3"Sama siapa?!" tanyaku agak membentak."Sama Si Meri, Si Mario maksudnya."Aku bergidik seketika, Meri alias Mario tetangga kami yang agak b3ngkok, seketika burung perkututku merasa gatal."Mama tega bener sih masa s3mpak aku ditukerin sama b*nci!" Aku melotot."Bukan dituker tapi ketuker, udah sini mana s3mp4knya Mama mau tuker lagi sama Ceu Romlah." Mama menyebut nama ibunya si Meri alias Mario."Ogah ogah ah, Mama mau aku pakai celana bekas si Meri, terus nanti b*rung aku ikut-ikutan b3ngkok kaya dia," cerocosku sambil bergidik.Tak terbayang pakai c3lana d4lam bekas b*nc1, ini pasti karena mama keasikan ngegosip sampai lupa sama d4l3man anak sendiri."Ya jangan dong, kalau b3ngk0k kaya Si Meri kapan Mama punya cucu dari kamu."Raut wajah mama terlihat lemes. "Duh, mana itu s3m-p4k mahal, Lan, sayang banget kalau ga ditukerin, Ceu Romlah juga ga bilang kalau keresek kita ketuker."Mama masuk kamar dengan tampang lesu."Itu karma, kebanyakan nyelipin amplop k
MENIKAH DENGAN BO-CAH 4(POV GIA)Beberapa bulan setelah aku menerima ijazah sekolah menengah pertama, Emak dan bapak menyuruhku bicara pada Rudi untuk melamarku.Emak menyangka selama ini aku dan Rudi memiliki hubungan spesial, nyatanya kami hanya berteman biasa, memang ada rasa cinta untuknya. Akan tetapi, cintaku hanya bertepuk sebelah tangan.Rudi meneruskan kuliah di luar kota, hingga kami tak saling sapa karena ponselku rusak, untuk keperluan darurat aku biasa nebeng pakai ponsel adikku."Kalau Rudi ga bisa nikahin kamu maka kamu harus nikah sama temen Emak, dia orang kota, punya kerjaan udah mapan, dan masih bujang pula," ucap Emak malam ituDi kampungku tak ada anak gadis di usia delapan belas tahun, sebelum menginjak usia itu kami sudah dinikahkan, entah karena perjodohan ataupun menikah dengan kekasih impian.Akhirnya mau tak mau aku nurut perkataan emak, pemuda kota itu datang ke kampungku, orangnya tinggi semampai, kulitnya sawo matang, dengan mata tajam dan hidung yang te
MENIKAH DENGAN BO-CAH 5(POV ALAN)Kutatap wanita yang telah melahirkanku itu dengan bengis."Ngapain sih, Ma?"Perempuan yang mengenakan daster bolong di bagian ketiaknya itu terkekeh menatap kami berdua yang sedang kikuk.Rasanya seperti digrebek warga, sumpah!"Mama salah masuk, maaf ya. Ayo lanjut lagi."Mama menutu pintu sambil nyengir.Aku mengacak rambut dengan kesal."Sabar, Mas, Mama cuma salah masuk kamar," tutur Gia Kalau begini aku jadi ingin pindah ke kamar depan!****Pagi ini aku sarapan sambil cemberut, beberapa kali mama berdehem pun tetap kuabaikan, entah dia keselek biji duren atau sengaja memancingku bicara."Alan, mumpung kamu masih libur ajakin Gia jalan-jalan sana," ucap ibu sambil naruh tumis kangkung ke piringku."Ga ada duit, gajian masih lama."Uang tabunganku memang habis separuh untuk biaya pernikahan kemarin, mana amplop hasil undangan dari para tamu dipegang mama semua."Nih." Mama menyerahkan lima lembar uang warna merah, senyumku seketika mengembang.E
MENIKAH DENGAN BOCAH 6Sepanjang motor melaju Gia duduk begitu jauh dari tubuhku, padahal tadi pas mau berangkat dia langsung nempel kayak perangko, sekarang aku tak ubahnya seperti tukang ojek."Mas aja gih yang ke dalam," ujar Gia saat melepas helm."Kamu marah? yang tadi itu bukan siapa-siapa aku, Gi." Aku terpaksa merayunya dulu.Entahlah aku risih saja melihatnya cemberut begitu, aku lebih suka Gia yang periang dan ceria."Mantan kamu?" tanya Gia tanpa menoleh ke arahku."Iya."Gia terlihat menghela napas."Kayaknya perempuan itu masih cinta sama Mas." Wajah Gia langsung tak bergairah.Sejujurnya bukan hanya dia, tapi aku pun sama masih mencintainya, hanya saja aku lebih memilih dewasa dan menerima kenyataan."Dia udah punya suami."Seketika senyum Gia mengembang."Oh udah nikah, kirain janda." Gia terkekeh."Dih." Aku langsung melongo, secepat itu mood Gia kembali?"Ya udah yuk masuk, aku pilihin kamu baju ya, tadi Mama ngasih duit," bisikku ke dekat telinganya.Wajah Gia makin
Suara pintu terdengar dibuka dari luar, duh gawat, Gia malah masuk ke kamar, padahal aku belum selesai bicara, Delia juga malah sibuk menangis bukan cepat bicara, dasar perempuan. "Lan, kamu marah sama siapa?" Ternyata mama yang masuk, malah tambah berabe kalau begini, matanya bisa mengeluarkan cahaya jika tahu aku telponan dengan Delia. "Emm ... Ini, Ma, temen kantorku, Mama keluar dulu aku lagi nelpon." "Emang temen kantormu ada yang namanya Dadang?" Mama menatap layar ponsel dan wajahku bergantian, entah kenapa perempuan satu ini bawaannya curiga terus. "Ya ada lah, Ma, udah sana sana keluar, ganggu aja ah.", "Oh berani kamu ya ngusir Mama, minta dikutuk hah?!" Aku menggaruk kepala yang tak gatal, menghadapi emak emak emang serba salah. "Ya udah kutuk aja, Ma, kutuk jadi orang kaya!" Mama hanya mendelik sambil mencebikkan mulutnya lalu keluar dan menutup pintu kamarku, tetapi entah kenapa perasaanku mengatakan jika mama belum pergi dan menguping pembicaraanku. Sengaja aku
"Gi, kamu marah? Udah dong jangan marah ya," ujarku dengan suara pelan, bisa gawat kalau sampai mama tahu masalah ini. Gia masih tetap diam, air yang dia minum sudah habis beberapa gelas, dia sudah seperti kesurupan ikan piranha, minum tiada henti seperti tidak merasa kembung di perutnya. "Aku nggak marah, Mas," ujarnya lagi dengan penuh penekanan. "Kalau enggak marah senyum dong kok ketus begitu." Bukan tersenyum dia malah melirikku dengan tajam, mataku sampai terpejam tak kuasa melihat nya. "Hemm." Gia tersenyum paksa sampai gigi putihnya terlihat, tetapi dari tatapan matanya sama sekali tidak terlihat ada ketulusan. Setelah itu dia kembali pergi menjauh, aku terus mengikutinya dari belakang, ternyata dia masuk ke kamar, saat aku akan masuk saat itu pula Gia menutup pintu, ah untung saja pintu tersebut tidak mengenai keningku. Aku memilih ke dapur saja, biarkan Gia menenangkan diri di kamar, nanti jika dia sudah meredam amarahnya aku akan minta maaf. "La
MENIKAH DENGAN BO-CAH 9(POV GIA)Menyebalkan sekali Mas Alan ini, mentang mentang usiaku masih muda dia bisa membohongi dan membodohiku begitu?Awalnya aku mengira nomor kontak yang bernama Dadang itu memang teman lelakinya, tetapi rupanya Tuhan menunjukkan sesuatu padaku.Siang itu ketika Mas Alan sedang mendengkur keras di siang bolong, tiba-tiba saja ponselnya berdering, kontak bernama Dadang terlihat meneleponnya tanpa berpikir panjang aku pun langsung mengangkat panggilan itu.Siapa sangka ternyata yang bicara di seberang sana adalah seorang perempuan, awalnya aku mengira perempuan tersebut istrinya Dadang.Aku pun langsung mematikan panggilan menyalin nomor kontak Dadang dan memperlihatkan Poto profil WhatsApp nya pada ibu."Ini mah nomor si Delia, Gi, kenapa emangnya?"Sejak saat itu hatiku begitu dongkol dan kesal, lalu sekarang Mas Alan malah telponan begitu lama dengan perempuan itu.Aku ingin sekali marah dan memperlihatkan rasa cemburu tetapi seketika langsung sadar aku i
MENIKAH DENGAN BO-CAH 10(POV ALAN)Buset, hampir saja jantungku lompat saat melihat Gia membuka matanya, udah lebih serem dari Suzana pas lagi melotot."Maaf, Gi, Mas tadi ... Anuu ... Ngigau, iya Mas Ngigau." Duh semoga aja nih bocah percaya."Masa sih, Mas?" Dih dia malah tersenyum genit, bangun lagi kan kuda lumpingku, ah elaah."Iya bener, udah tidur lagi, Mas ngantuk."Aku hendak membalikan badan, tetapi dia malah memegang leherku, yah dia mau ngapain nih, udah kayak vampir aja pegang pegang leher."Kenapa nggak dilanjutin, Mas?"Suaranya begitu halus dan menggoda, sebagai lelaki normal tentu saja aku langsung merinding mendengarnya, apalagi tangannya yang agak kasar itu terus memb3lai tengkukku, wah mulai lagi nih bo cah"Engga ah." Aku pura pura jual mahal padahal mau."Kenapa engga mau, yakin?"Dia mengedipkan matanya, membuat yang sudah tegang jadi makin tegang."Udah deh, Gi, nggak u