Share

Ch. 6 Sekelebat Masa Lalu

"Astaga, Al! Tapi kamu masih inget sama Mama. Jadi yang dimaksud amnesia itu yang kayak gimana, Al?"

Aldo menghela napas panjang, ia meraih cangkir teh miliknya. Meneguk cairan itu perlahan-lahan lalu meletakkan cangkir itu kembali ke atas meja.

"Malah ingatan-ingatan baru Aldo yang hilang entah kemana, Ma. Begitu Aldo sadar kemarin ... Aldo bener-bener syok dan kaget. Bagaimana bisa Aldo ada di sana? Siapa orang-orang yang ada sama Aldo, Aldo sama sekali nggak kenal dan nggak tahu siapa mereka."

Yuri mengangguk pelan, wajahnya nampak tegang. Dia nampak tengah memikirkan sesuatu. Sementara Aldo, ia sibuk kembali mencoba memunguti sisa-sisa kenangan yang bisa kembali dia satukan dalam otaknya. Kenangan tentang wanita yang disebut-sebut sebagai istri Aldo.

"Kamu inget sama Arra?"

Aldo terkejut, ia menoleh dan menatap mamanya yang nampak tengah mengawasinya dengan tatapan menyelidik.

"Ya kenal dong, Ma! Masa lupa sana Arra sih? Orang dulu PAUD-nya sama-sama. Temenan juga dari kecil. Ma--"

"Inget juga kalo kamu dulu pernah naksir bahkan pacaran sama Arra?"

Aldo membulatkan mata, ia menghela napas panjang sambil geleng-geleng kepala.

"Belum sampai pacaran kali, Ma. Orang dulu baru PDKT doang. Arra minta Aldo lulus dulu. Belum juga lulus, Aldo ma--"

"Jadian sama mantan kamu yang anak penulis itu ya? Siapa namanya?"

Mata Aldo membulat, ia nampak mengerutkan kening. Menyibak ingatan-ingatan Aldo tentang masa dulu. Cukup beberapa detik, kerutan di kening Aldo pudar. Visual sosok cantik yang dulu pernah mengisi hatinya pun muncul dan memenuhi ingatan Aldo seketika.

"Joselyn?" ujar Aldo balik bertanya.

"Nah iya! Bener si Joselyn." Yuri nampak berbinar cerah. "Mamanya masih sering ketemu Mama loh, baru aja kemarin nongki bareng."

Aldo menoleh, ia menatap sang mama dengan saksama. Mendadak bayangan wajah itu kembali muncul. Bebarengan dengan sebuah pertanyaan dan sebuah perasaan aneh. Sebuah perasaan yang tiba-tiba muncul dan mengusik Aldo dengan begitu luar biasa.

"Dia belum nikah loh, Al. Baru aja kemarin lulus S2. Ngikut mamanya jadi penulis, jadi ambil magister sastra Indonesia."

Yuri nampak sangat bersemangat menceritakan mengenai sosok itu, sementara Aldo, kini ia tengah berperang dengan sebuah pertanyaan yang menganggu dan memenuhi kepalanya.

'Kenapa mendadak aku kangen sama dia? Kenapa dengan wanita yang katanya istriku, aku sama sekali tidak merasakan hal itu? Sebuah ikatan batin mungkin. Kenapa tidak ada?'

"Ah ... Mama lupa! Kata mamanya, dia bakalan pulang dalam waktu dekat ini. Kalau kamu mau, ikut jemput di bandara sama Mama. Gimana?"

***

"Mama udah pulang belum, ya?"

Amanda sama sekali tidak bisa memejamkan mata meskipun sejak tadi dia sudah berbaring di atas peraduan. Matanya menatap langit-langit kamar dengan hati risau.

"Mau turun, tapi takut Mama masih ada. Kalo nggak turun, aku penasaran mereka ngomong apa."

Bukan salah Amanda kalau mendadak risau. Sejarah hubungan dia dan sang mama mertua bisa dikatakan tidak baik! Dan itu sudah Amanda sadari sejak Aldo membawanya ke rumah Yuri untuk yang pertama kali.

"Oh, ini pacar kamu, Al? Nggak salah?"

Senyum Amanda yang sejak tadi dia sunggingkan kontan lenyap. Bersamaan dengan sebuah palu yang menghantam hatinya dengan begitu luar biasa.

"Mama kok tanya gitu?" nada suara Aldo terdengar tidak suka, satu tangannya meremas lembut tangan Amanda seolah memberi kode pada Amanda agar tetap tenang.

"Ya jelas Mama tanya dong! Ma--"

"Mama nggak nyuruh masuk nih?" potong Aldo cepat, entah mengapa Aldo seperti tahu, kalimat apa yang akan meluncur dari mulut wanita itu.

Nampak wanita yang berprofesi sebagai pengacara itu menghela napas panjang. Ia membuka pintu rumah lebar-lebar, dengan sorot mata tidak suka yang terpancar dari sana. Ya ... Amanda merasakan arti sorot mata itu.

"Kok sepi, Ma?" tanya Aldo yang bahkan sama sekali tidak melepaskan genggaman tangan mereka.

"Papamu ke London, Nadine sidang tesis, minta papamu kesana."

"Papa siapa? Papaku cuma satu!" ucap Aldo sambil menjatuhkan diri di atas sofa.

"AL!" wajah itu menatap Aldo dengan tatapan tidak suka, sementara Aldo, ia hanya tersenyum sinis sambil mengusap wajah perlahan.

"Faktanya begitu, Ma. Papa Aldo itu Papa Adnan, bukan Ronald."

Percakapan terdengar sengit, membuat Amanda makin tidak berkutik. Ia harus bagaimana memangnya? Terlebih tatapan pemilik rumah sama sekali tidak ramah. Membuat Amanda makin menundukkan wajahnya dalam-dalam.

"Kamu kesini cuma mau ngajak Mama berantem, Al?" suara itu masih begitu dingin, namun nadanya tidak setinggi tadi.

"Nggak lah. Siapa juga yang mau ngajak Mama berantem? Nggak ada, Ma." Aldo memperbaiki posisi duduknya. "Aldo cuma mau memperjelas kalo Papa Aldo itu cuma Papa Adnan, itu yang kedua. Sedangkan tujuan pertamanya adalah ...."

Perlahan Amanda mengangkat wajah, melirik kearah Aldo yang nampak begitu tenang duduk di sampingnya.

"Tujuan pertamanya Aldo tentu mau minta izin nikah, Ma. Semua berkas sudah masuk. Baru proses di kesatuan Aldo. Ya tiga-empat bulan lagi lah."

"Hah?" suara itu meninggi, "Kamu baru sekali bawa pacar kamu lalu ujug-ujug mau minta izin nikah, Al?"

Wajah Amanda yang tadi sudah terangkat sedikit, kembali dia tundukkan dalam-dalam. Napasnya mendadak terasa sesak, kenapa rasanya ia begitu takut?

"Mama sibuk sih, Aldo mau kesini juga kebetulan pas banget kadang dinas luar. Kami pacaran udah lama, Ma. Jadi daripada la--"

"Stop! Tunggu dulu!" suara itu memotong suara Aldo dengan tegas. "Mama nggak bisa main setuju aja, ya! Mama ha--"

"Kenapa nggak bisa? Memang dulu Mama nikah sama Om Ronald, Aldo setuju?"

Amanda tersentak, ia merasakan remasan tangan Aldo makin kuat. Sebuah tanda bahwa lelaki tegap itu sedang berusaha menahan emosinya.

"AL!" suara itu setengah melengking.

"Mama nggak pernah minta izin sama Aldo. Nggak tanya dulu sama Aldo, Aldo setuju enggak Mama kawin sama Om Ronald. Kenapa sekarang Aldo harus menunggu keputusan dari Mama buat nikahin pilihan Aldo?"

Hening.

Remasan tangan itu makin kuat. Rasanya Amanda ingin balas meremas tangan itu dan menjatuhkan kepala lelaki yang setahun ini menjalin kasih dengannya kalah saja Amanda tidak takut pada wanita yang duduk di hadapan mereka.

"Oh ... perlu Aldo revisi sepertinya. Aldo bukan mau minta izin nikah sama Mama, tapi mau kasih kabar sama Mama kalo Aldo mau nikah sama pilihan Aldo, Ma." suara Aldo begitu tegas, membuat Amanda tersentuh dengan keyakinan lelaki itu tentang cinta mereka.

"Papa udah taken setuju, Papa support Aldo sama Amanda. Jadi Aldo rasa nggak ada alasan buat Mama larang Aldo nikah sama Amanda, kan, Ma?"

"Al ... sejak kapan kamu jadi begini, Al?" suara itu kini bergetar, membuat Amanda makin merasa tidak nyaman.

"Sejak Mama memutuskan untuk berkhianat, Ma. Sejak Mama lebih memilih Om Ronald daripada Papa dan anak-anak Mama."

"Al, tapi--"

"Ma ... tolong! Aldo nggak pernah usik hidup Mama, Aldo hormati keputusan Mama nikah sama Om Ronald tidak peduli betapa sakit hati Aldo saat itu. Jadi sekali ini saja Aldo mohon, untuk masalah masa depan Aldo, biarkan Aldo sendiri yang menentukan semuanya. Bisa kan, Ma?"

---

Judulnya ganti ya. Yang awalnya Di Ujung Penantian jadi Mengembalikan Cinta Suami Tentaraku.

Diusahakan up tiap hari, terimakasih sudah berkenan membaca.

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Kalea 123
ini lanjutan di ujung senja kan?
goodnovel comment avatar
MG Diana Kurniawan
Bagusan judul yg lama...
goodnovel comment avatar
Janni Qq
bagus aldo lawan aja mm penghianatmu itu.mmm9
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status