Share

Ch. 7 Kebencian Ibu Mertua

"Astaga!"

Amanda mendesis ketika kenangan itu kembali berkelebat dalam benaknya. Sebuah momen pahit yang akan selalu Amanda ingat sampai kapanpun. Itu baru permulaan, selanjutnya? Rasanya Amanda ingin amnesia saja agar tidak kembali mengingat bagaimana perlakuan Yuri, ibu kandung suaminya terhadap Amanda.

"Nggak salah kalo aku lantas takut, bukan?" Amanda merasakan kepalanya pusing. "Mama benci banget sama aku dari dulu. Bisa saja dia nanti ...."

Amanda menggelengkan kepalanya kuat-kuat, ia lantas bangkit melangkah ke kamar mandi. Mencuci muka, atau mandi sekalian guna mendinginkan hati dan kepalanya yang memanas.

Sementara Amanda tengah berusaha menenangkan diri, Aldo masih bercengkrama dengan ibunya di lantai bawah.

"Sejak kapan Mama jadi akrab sama mamanya Joselyn, Ma?"

Aldo menangkap binar cerah terpancar di mata itu. Kembali raut wajah seseorang yang pernah menjadi sosok paling spesial dalam hati Aldo muncul dan bertahan diingatannya sampai beberapa saat. Membuat sebuah pertanyaan muncul di kepala Aldo.

'Apa kabar Joselyn sekarang?'

"Ah waktu itu Mama bantuin dia ngurus kasus plagiarisme, Al. Buku dia ada yang diplagiat sama penulis online. Jadi dia bawa ke jalur hukum. Sejak itu Mama sama dia jadi akrab. Dia menang penuh di kasus itu."

Kepala Aldo terangguk. Hatinya meronta-ronta ingin mengungkapkan rasa penasaran yang menganggu, namun entah mengapa Aldo ragu. Perlukah dia menanyakan itu?

"Habis putus dari kamu dulu, kata Mamanya, Joselyn nggak pernah pacaran lagi, Al. Kayaknya masih sayang deh sama kamu!"

Setitik perasaan hangat menjalar di relung hati Aldo. Entah mengapa rasanya dia begitu bahagia mendengar kalimat itu. Benarkah? Tapi apakah mungkin?

"Minggu depan, ya? Mama jemput nanti. Dia pasti seneng banget kalau tau kamu ikut jemput dia, Al!"

Aldo tersentak, ia menoleh dan menatap nanar wajah yang nampak begitu bersemangat. Kening Aldo berkerut, mamanya ini sudah tahu kalau Aldo sudah menikah, kan? Kenapa dia malah seperti mendorong Aldo bertemu kembali dengan masa lalunya?

"Ma ... serius Mama mau ajak Aldo?" tanya Aldo ragu.

"Loh, memangnya kenapa sih? Nggak ada masalah kalau kamu mau ikut."

Dengan perlahan Aldo menggaruk kepalanya. Ia makin tidak mengerti, kenapa sikap mamanya jadi seperti ini? Seolah-olah Aldo ini belum menikah. Padahal semua orang menekankan bahwa dia sudah menikah dan hampir menjadi seorang ayah.

"Aldo udah nikah, Ma!" entah mengapa, meskipun ragu dia benar sudah pernah menikah, namun kalimat itu yang meluncur keluar dari mulut Aldo.

"Ah! Itu lagi!" decit Yuri dengan wajah yang otomatis menjadi masam. "Mama nggak ngerti ya, Al, kenapa dulu kamu mau nikahin dia? Sampai kamu berani-beraninya ngelawan Mama."

Mata Aldo membulat. Apa yang barusan dia dengar ini? Tidak salah? Dia sampai berani melawan Yuri hanya demi menikahi wanita tadi?

"Yang bener, Ma?" tanya Aldo dengan tatapan tidak percaya.

Yuri mendesah panjang, ia meraih cangkir miliknya, meneguk isi cangkir itu perlahan-lahan dengah sedikit santai.

"Apa gunanya Mama bohong? Entah apa yang dulu merasuki kamu, Al! Mama sendiri tidak tahu!"

Bisa Aldo lihat, ekspresi Mamanya sangat tidak senang. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa sepertinya Yuri tidak suka dengan Amanda?

"Jujur, Ma ... Aldo sendiri tidak ingat kapan nikah. Sama perempuan tadi ... jujur Aldo juga tidak ingat siapa dia, kapan ketemu dan kenapa mendadak orang-orang menyatakan bahwa dia itu istri Aldo?"

***

"Mbak Yuri di sana?"

Amanda menghela napas panjang. Kalau saja istri dari papa mertuanya itu ada di depan Amanda, rasanya Amanda memilih untuk mengangguk perlahan sebagai jawaban dari pertanyaan yang tadi diajukan kepadanya.

"Iya, Ma. Udah dari beberapa saat yang lalu." jawab Amanda dengan sedikit terpaksa, bukan karena malas bicara pada sosok itu, hanya saja Amanda takut tangisnya kembali pecah jika membahas ibu kandung dari suaminya itu.

"Ngomong apa aja sama kamu, Nda? Udah nggak usah didengerin ya, Nda?"

Seulas senyum Amanda tersungging, dengan sekuat tenaga Amanda menahan air matanya agar tidak menitik. Dadanya mendadak terasa sesak. Yuri adalah sosok yang menjadi cobaan dalam kehidupan pernikahan Aldo dengan Amanda sejak dulu.

"Amanda nggak berani turun, Ma. Jujur belum siap aja ketemu Mama Yuri dengan kondisi yang masih begini." desis Amanda lirih, ia gagal menahan air mata, air matanya menitik membasahi pipi.

"Huft!"

Helaan napas kasar itu terdengar dari seberang, membuat Amanda buru-buru menyeka air mata yang kini membasahi pipi. Bahkan bekas air mata yang belum kering Amanda hapus, sudah basah lagi karena tetes air mata baru.

"Lebih baik memang kamu jangan turun, Nda. Papamu belum pulang?"

"Belum, tapi nggak tau kalau sekarang, Ma. Amanda belum berani keluar dari kamar lagi."

Mata Amanda melirik jam dinding yang tergantung di tembok, sudah cukup malam rupanya. Ia berharap sosok itu sudah kembali pulang. Jadi Amanda bisa turun untuk setidaknya mengecek kondisi sang suami.

"Ok kalau begitu, Nda. Mama tutup dulu, ya? Kabari Mama kalo ada apa-apa, Nda."

Kini Amanda tidak berani menjawab. Isaknya hampir saja pecah. Ia benar-benar tidak mengerti, kenapa bisa mertua tirinya itu begitu sayang dan peduli padanya. Sedangkan Mama kandung sang suami teramat sangat membenci Amanda. Apa salah Amanda memangnya?

"Udah nangisnya, dong!"

Amanda menutup wajahnya setelah meletakkan ponsel. Jujur ia sangat lelah hari ini dan menangis hanya membuat lelahnya makin menjadi-jadi.

"Hey, Sayang ... kita kuat ya, Nak?" Pandangan dan fokus Amanda beralih. Ia mengelus perutnya dengan begitu lembut.

Setitik perasaan haru dan bahagia menjalar di relung hati Amanda, sedikit mengurai dan mengurangi segala macam perasaan duka yang hari ini mencengkeram kuat hati Amanda.

"Udah bisa denger Mama, kan? Bantu doa ya, Sayang ... moga papa bisa cepet ingat sama kita ya, Nak? Mama yakin, entah kapan ... Papa akan ingat semua hal tentang ingatan papa yang hilang itu."

Suara Amanda bergetar, ia sendiri tidak tahu kapan saat itu datang. Yang jelas, jauh di dalam relung hati Amanda, ia yakin bahwa Aldo akan kembali mengingat Amanda. Mengingat kisah cinta mereka dengan segera.

"Mama harap, sebelum kamu lahir papa udah sembuh ya, Sayang ... Biar nanti papa bisa adzanin kamu, gendong kamu tanpa harus meragukan Mama dan kamu lagi."

Hati Amanda kembali pedih ketika ingat Aldo dengan begitu entang bertanya perihal anak dalam rahim Amanda.

'Benar itu anakku?'

Pertanyaan macam apa itu? Memang Aldo pikir Amanda ini wanita macam apa? Amanda berani bersumpah bahwa tidak ada lelaki lain yang menyentuh tubuhnya kecuali Aldo! Hanya Aldo yang pertama dan satu-satunya! Kenapa bisa Aldo mempertanyakan janin dalam kandungan Amanda?

"Apakah ketika sudah berhasil mengingat semua kenangan kita, kamu akan menyesal sudah mempertanyakan hal itu kepadaku, Bang?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status