Share

Ch. 5 Ujian Cinta (?)

"Mas Aldo mau dibuatin minum?"

Aldo yang tengah berusaha mengumpulkan kepingan memorinya yang hilang kontan terkejut. Ia menoleh dan mendapati Mbak Tik sudah berdiri tidak jauh darinya.

"Boleh, Mbak. Makasih banyak."

Wanita empat puluh tahunan itu mengangguk, segera undur diri dan menghilang dari pandangan Aldo. Aldo masih menatap arah di mana wanita itu menghilang. Ia menghela napas panjang, menghembuskan perlahan-lahan ke udara lalu kembali menyandarkan tubuh ke sofa.

"Sama Mbak Tik aja aku inget loh! Masa sama yang katanya istri aku bisa sama sekali nggak inget sih?"

Itu yang terus Aldo herankan sejak kepulangannya ke sini. Jangan lupa tentang bagaimana Aldo sama sekali tidak memiliki perasaan apa-apa, ikatan batin apapun dengan Amanda. Bagaimana bisa dulu mereka menikah kalau begini?

"Apa aku mungkin dibodohin, ya? Papa kasihan gitu sama aku terus dicariin jodoh?" Aldo merubah posisi duduknya, masih sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi sebelum ia pergi dan kehilangan sebagian memorinya.

"Tapi masa pa--"

"Ya ampun Aldo?"

Suara pekikkan itu mengejutkan Aldo. Kontan ia menoleh, ekspresi terkejutnya berubah jadi ekspresi bahagia ketika melihat wajah itu muncul dari depan pintu.

"Mama?"

Aldo segera bangkit, berlari lalu meraih dan mencium tangan wanita dengan wajah terbingkai kacamata. Sosok yang selama sembilan bulan mengandung dan melahirkan Aldo ke dunia.

"Nyawa Mama rasanya kayak mau kecabut dari badan pas denger kamu kena musibah di sana, Al!" kedua tangan itu langsung merengkuh tubuh Aldo, mendekap tubuh Aldo erat-erat sampai rasanya Aldo sedikit kesusahan bernafas.

"Aldo baik-baik aja, Ma. Jangan terlalu khawatir." bisik Aldo dengan seulas senyum di wajah. Ia merindukan sosok ini!

"Baik-baik aja gimana?" dekapan itu terlepas, nampak mata yang bercucuran air mata itu menatapnya dengan tatapan tajam tak suka. "Kamu luka-luka kayak gini, sampai harus dipulangkan sebelum waktunya, itu kamu sebut dengan baik-baik saja?"

Nada suara itu terdengar tidak terima, ditambah sorot mata tajam bercampur khawatir tersirat dari mata. Aldo tersenyum, ia meraih dan meremas lembut tangan ibunya.

"Aldo bisa pulang, ketemu Mama, dipeluk sama Mama begini, itu artinya Aldo baik-baik saja. Don't much worry, Mam!" Aldo tersenyum, membuat sorot tajam itu sedikit melunak.

"Gimana kejadiannya sih, Al? Mana yang sakit? Kata dokter gimana?" berondongan pertanyaan itu membuat Aldo tersenyum kecut.

"Sini, duduk dulu deh!" Aldo meraih tangan mamanya, membawa sosok itu mendekat ke sofa dan duduk di sana. "Mama mau minum apa?"

Belum sempat Yuri menjawab, suara langkah kaki itu mengejutkan mereka. Kontan mereka menoleh, menatap wanita dengan nampan di tangan yang nampak terkejut dengan kehadiran Yuri.

"Loh Ibu? Kapan datang? Saya buatkan minum dulu, Bu."

"Baru aja, Mbak. Makasih banyak, ya? Maaf kalau merepotkan."

Mbak Tik meletakkan secangkir teh hangat di meja, ia segera mengangkat pandangan dan membalas senyum manis tamu dari bosnya itu.

"Sama sekali nggak repot, Bu. Ibu tunggu sebentar, biar saya buatkan minum."

Mbak Tik segera berlalu, membuat Yuri kembali menatap anak nomor duanya hasil pernikahan pertamanya. Ia meraih tangan Aldo, meremas tangan itu dengan begitu lembut. Membuat Aldo kontan menoleh dan menatap sang ibu dengan saksama.

"Sekarang coba cerita, Al ... kenapa anak Mama bisa sampai kayak gini?"

"Sebenarnya ...."

***

"Jangan nangis lagi, Nda! Kasihan anak kamu!"

Amanda menyeka air matanya. Ia sudah lelah menangis, tapi entah mengapa, air mata seperti tidak henti-hentinya turun dari pelupuk mata. Amanda menghela napas panjang-panjang, ia bangkit setelah untuk kesekian kalinya menyeka sisa bulir air yang membasahi wajah.

Dengan sedikit susah payah, Amanda bangkit. Ia melangkah menuju pintu. Meskipun tahu, kehadiran Amanda sama sekali tidak ada artinya untuk Aldo, namun Amanda tetap harus memastikan suaminya itu baik-baik saja dan bisa beristirahat dengan tenang.

"Jadi kamu sama sekali tidak ingat, Al?"

Langkah Amanda kontan terhenti. Bulu kuduk Amanda meremang seketika. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat ketika telinganya menangkap suara itu. Suara yang tidak lain dan tidak bukan adalah milik mama mertuanya!

Bukan!

Bukan Redita yang Amanda maksud. Tetapi sosok yang merupakan ibu kandung dari suaminya, Aldo.

"Mama ke sini?" Amanda bergumam sendiri, ia masih berdiri di tempatnya, belum melanjutkan langkahnya kembali.

Tentu tidak ada yang melarang Yuri kemari, terlebih anak lelakinya pulang lebih awal dari pasukan perdamaian dengan kondisi tidak yang begitu baik. Hanya saja bagi Amanda ... Amanda tersenyum getir, ia membalikkan badan dan kembali melangkah masuk ke dalam kamarnya.

'Saya benar-benar tidak mengerti, kenapa bisa anak saya jatuh cinta sama kamu? Apa kelebihan kamu?'

Kalimat itu tidak akan pernah Amanda lupakan dalam seumur hidup! Sama sekali tidak! Begitu pula dengan kalimat-kalimat lain yang rasanya terus terngiang-ngiang dalam ingatannya.

'Entah kamu apakan anak saya, dia sampai berani membantah saya hanya demi menikahi kamu? Ini benar-benar tidak bisa diterima!'

Air mata yang tadi berhasil Amanda hentikan, kini kembali menitik. Ia terisak sambil menutup wajah dengan kedua tangan. Sakit yang ia rasakan makin menjadi setelah sadar sosok itu kini berada di sini.

'Ingat ... money can buy style, but they can't buy class. Jangan kamu pikir dengan jadi istri anak saya, kelas kamu bakal naik, ya! Kamu tetap kelas bawah dan sampai kapanpun, kamu tidak akan bisa selevel dengan keluarga saya. Mengerti?'

"Ya Tuhan ... kenapa malah jadi serumit ini?"

Ketakutan itu mencengkeram kuat hati Amanda. Segala macam risau kini menghantui Amanda dengan luar biasa. Kenapa harus Aldo kehilangan memorinya tentang hubungan dan pernikahan mereka? Kalau dalam kondisi normal saja sosok itu terang-terangan berusaha menyingkirkan Amanda dari hidup Aldo, bagaimana dengan kondisi Aldo yang sekarang?

"Kalau saja bapak sama ibu masih ada, apakah hidup aku juga bakalan kayak gini?"

Rasanya Amanda ingin berteriak, namun ia urungkan karena ia tahu dan sadar betul, teriakannya tidak akan memberi perubahan ke arah yang lebih baik. Namun jika Amanda hanya diam begini, rasa sakit itu rasanya makin kuat dan menyiksa.

"Sayang ... maafin Mama ya sedih terus hari ini. Mama bener-bener minta maaf, Nak. Kuat terus, ya? Mama sayang banget sama kamu!"

Amanda mengelus perutnya, membayangkan jika Aldo pulang tanpa kondisi yang demikian. Pasti sekarang mereka tengah bercengkrama melepaskan rindu sambil menyapa buah hati mereka di dalam perut Amanda.

Tertawa bersama sambil saling menggenggam tangan seperti yang biasa mereka lakukan. Menautkan bibir satu sama lain atau bahkan menautkan tubuh polos mereka seperti biasanya?

"Semoga cukup ini saja ujian kita ya, Bang? Dan aku harap ... bayangan buruk itu tidak akan pernah terjadi." Amanda hampir kehilangan suaranya, matanya buram oleh air mata.

"Tapi apakah mungkin? Bukankah selama ini Mama ...."

Mga Comments (6)
goodnovel comment avatar
Anita Ratna
Semoga Emak Yuri ga ada niatan misahin Aldo & Amanda ya
goodnovel comment avatar
Widi Astuti
lanjut kak
goodnovel comment avatar
Janni Qq
yuri lawan adnan n redita buat belain amanda...bkn yudha slh nama dah
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status