“Aaah … hhhh!” Terdengar desahan memenuhi ruang kerja milik Leonel.
Di atas meja dengan tumpukan map itu, tampak seorang wanita mendesah di bawah Leonel. Mendengar itu, Leonel semakin merasa panas, menikmati sensasi di selangkangannya. “Apa istrimu tidak akan marah jika dia tahu kau selingkuh denganku?” Livy bertanya dengan napas yang terdengar begitu ngos-ngosan, seperti orang yang habis marathon puluhan kilo meter. Matanya merem melek menikmati sodokan yang semakin lama terasa semakin nikmat.“Persetan dengan wanita itu. Dia hanya wanita bodoh yang tidak tahu apa-apa. Dia akan memaafkanku jika dia mengetahui perbuatanku.”Leonel berucap dengan penuh percaya diri. Ia berhenti bergerak, menciptakan gurat kecewa di wajah cantik Livy, sebab ia hampir mencapai puncak kenikmatan.Plak!Leonel memberikan pukulan yang cukup keras. Menciptakan bekas kemerahan dengan telapak tangan di bokong montok, mulus, dan putih milik Livy. Wanita itu merasa panas di sana, cukup sakit karena Leonel lagi-lagi memberikan pukulan.Livy hanya bisa diam, tidak berani memberikan komentar. Ia menerima setiap adegan yang dilakukan oleh Leonel.Leonel membuka lebar-lebar bokong Livy, sehingga lubang kotorannya terlihat dengan sangat jelas.“Jangan main belakang.” Akhirnya wanita itu berani menolak, sebab tidak ingin pantatnya diperawani oleh sang bos. Ia tidak tahu seenak apa sensai ketika bercinta dengan gaya dan cara yang seperti itu. Namun, ia pernah membaca artikel jika cara buang air besarnya akan sangat terganggu. Ia tidak ingin merasakan itu.“Tidak apa, ini tidak akan sakit.”Livy menggeleng. Sayangnya, Leonel tidak peduli.
“Auu!” Livy mengaduh karena terkejut ketika Leonel dengan kasar menjambak rambutnya, membuat ia harus mendongak demi mengurangi rasa sakit akibat jambakan.Wajah Livy tampak memerah menahan rasa sakit. Beberapa helai rambutnya bahkan tercabut karena jambakan yang ia terima terlalu kuat. Wajahnya semakin memerah, bibirnya hampir berdarah karena ia gigit dengan sangat keras.“Mmmph!”Begitu puas, Leonel pun menjauh. Livy kira permainan mereka berakhir. Namun, Leonel ternyata tidak memberi waktu untuk istirahat sama sekali.Digendongnya wanita itu menuju sofa yang ada di sana.
Ia baringkan Livy dengan cukup kasar, seperti setengah membanting.Livy merasakan sakit ketika kepalanya membentur lengan sofa. Ia hanya menyipitkan mata, tidak mengaduh ataupun mengelus untuk mengurangi rasa sakit sama sekali.Leonel ikut naik ke atas sofa, ia buka paha Livy lebar-lebar. Lalu, langsung melakukan penyatuan dengan sangat kasar. Sejenak ia diamkan batang kejantanannya berada di sana, menikmati rasa hangat liang itu dan juga kenyotan yang memberikan rasa nikmat tersendiri.“Aku merasa sesak.” Livy memberikan komentar dengan senyuman meski wajahnya tampak pucat.Tampaknya ia sudah sangat lelah karena sudah keluar beberapa kali. Sementara Leonel seperti memiliki stamina yang tidak habis-habis, terus menyodoknya tanpa henti sama sekali.
“Kau nikmat sekali, sangat berbeda dengan istriku.” Leonel kembali bergerak.Ujung-ujung kuku Livy menancap di punggung lelaki itu.Leonel menikmati setiap rasa sakit yang ia dapatkan dari punggungnya yang teruka akibat tancapan kuku itu. Ia semakin menekan batang kejantanannya, membuat cakaran Livy semakin dalam di punggungnya.“A-ku mau sam …pai, aaahhh!” Akhirnya Livy kembali melakukan pelepasan untuk yang kesekian kali.Namun, Leonel terus bergerak.Urat lehernya bahkan tercetak dengan jelas, rahangnya mengeras.
Ketika hampir puas, Leonel menjauh.
Hanya saja, Livy tersenyum puas ketika ia merasa sesuatu yang hangat membahasi rahimnya.
Leonel sendiri menghempaskan tubuhnya di lantai, ia terduduk dengan lemas di sana. Merasa sangat lelah setelah tiga jam bercinta tanpa jeda.Drrt!Ponsel yang berada di meja terdengar berbunyi. Leonel mengabaikan hingga dering itu berhenti sendiri.
Lelaki bermata hazel itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, sudah menunjukkan pukul delapan malam. Panggilan itu pasti berasal dari Airin karena ia telah telat pulang tanpa kabar.“Kenakan pakaianmu, aku akan mengantarmu pulang.” Leonel berucap dengan sisa ngos-ngosan yang masih terdengar.Livy bangkit dengan susah payah. Ia hampir mati di tangan lelaki itu, seluruh tubuhnya terasa sangat sakit kini.Ponsel kembali berdering, Leonel bangkit berdiri dengan lutut yang terasa sangat lemas, seakan persendiannya terlepas. Benar saja, Airin yang sedang menghubunginya.“Sayang, kamu di mana? Kenapa tidak mengabari dulu kalau ada lembur, aku nungguin kamu dari tadi.” Terdengar lembut suara Airin yang bertanya padanya dari dalam ponsel.“Aku akan pulang sekarang.”“Kamu mau makan atau mau mandi dulu? Biar aku siapin.”“Aku langsung tidur saja.”“Tapi—”“Aku lelah, Airin.” Leonel langsung memotong pembicaraan.Terdengar helaan napas kasar dari dalam ponsel. “Ya sudah, aku siapin kamar buat kamu. Hati-hati nyetirnya.”“Ya.” Leonel langsung mematikan panggilan sebelum menutup pembicaraan.“Apa dia tidak curiga jika kau bersikap seperti itu?” Livy bertanya seraya mengenakan pakaiannya.“Dia itu sangat bodoh. Apa pun yang kukatakan, dia akan percaya.”“Itu karena dia mencintaimu.”“Cinta dan bodoh itu beda tipis. Aku muak harus pulang dan bertemu dengannya.”“Jika begitu, menginaplah di apartemenku.” Livy berucap dengan manja, ia peluk tubuh Leonel dari belakang. Kedua telapak tangannya berada tepat di pentil lelaki itu.“Aku akan melakukannya jika aku bisa.”“Mengapa tidak bisa?”“Ayahku akan menghajarku jika dia tahu aku tidak pulang ke rumah istriku.”“Mas ….” Airin menyambut dengan senyuman ketika Leonel pulang. Ia peluk tubuh atletis itu dengan penuh kasih sayang. Ia bermanja di sana, mendongak menatap wajah suaminya.“Aku capek, Airin.” Leonel berucap dengan wajah masam. Ia berusaha melepaskan diri dari pelukan. Tampak sekali jika ia merasa sangat risih ketika dipeluk oleh sang istri.Airin melepas pelukan. Wajahnya tampak berbinar, manik matanya memancarkan cahaya kebahagiaan. Ia menjinjit, memberi kecupan lembut di bibir Leonel.“Ck!” Leonel berdecak. Ia usap bibirnya untuk menghapus bekas ciuman Airin di sana.Air wajah Airin tampak berubah. Jelas saja itu sangat menyakiti hatinya. Sebelumnya Leonel masih ingin menciumnya, tapi kini lelaki itu seakan merasa sangat jijik kepadanya.Leonel berlalu begitu saja, meninggalkan Airin yang tengah berdiri membatu di depan pintu masuk. Wanita itu masih berusaha mencerna apa yang terjadi. Sekuat tenaga ia berusaha untuk tetap berpikir positif. Tidak ingin ia menyakiti hatinya dengan ber
“Sayang ….” Airin memanggil dengan sangat lembut. Ia usap rambut belakang suaminya, membangunkan.“Hmmm.” Leonel hanya mendehem. Kepalanya ia tolehkan ke arah lain, tetap tidur dengan posisi telungkup.“Ayo bangun, sudah siang.” Ditepuknya pundak Leonel dengan pelan.“Aku masih mengantuk. Ini hari libur, biarkan aku tidur.”“Ada papa di luar.”Mendengar kalimat itu, seketika rasa ngantuk Leonel mendadak menghilang. Ia lekas duduk, matanya yang semula sayu, kini berubah menjadi sangat segar.“Mengapa kau tidak bilang padaku?”“Aku sudah memberitahumu.”“Ck!” Leonel berdecak. Ia usap wajahnya dengan kedua telapak tangan, lalu beranjak turun dari ranjang. Secepat kilat ia beranjak menuju kamar mandi.Airin menghela napas dengan dalam. Ia ikut bangkit, beranjak menuju lemari untuk menyiapkan baju ganti. Hal yang paling ia sukai adalah ketika Leonel mengenakan pakaian yang ia pilih, juga memakan masakan yang ia hidangkan. Hanya dua hal itu kini yang bisa membuat hatinya senang. Sebab, hub
[Sayang, kau tidak jadi ke sini? Ini sudah hampir jam delapan malam. Kau bilang kau akan datang jam lima sore.] Sebuah pesan masuk dari Livy.Leonel menghela napas dengan dalam. Ia menoleh, menatap istri dan ayahnya yang tengah berbincang di depan televisi. Keduanya tampak sangat akrab. Ada banyak hal yang tengah mereka bicarakan.[Aku sudah rindu goyanganmu. Ah, aku sudah basah hanya dengan membayangkanmu saja. Aku sangat horny sekarang.] Wanita itu kembali mengirimkan pesan.[Aku akan ke sana sebentar lagi. Aku harus mencari alasan karena ayahku ada di sini.][Apa dia akan melarangmu? Sementara istri bodohmu itu tidak pernah melarang kau pergi ke mana saja.][Aku takut pada ayahku.][Apa dia galak?][Sangat.][Aku menunggumu, cepatlah datang.]Lagi, Leonel menghela napas dengan dalam. Ia bangkit berdiri, meraih kunci mobil dan hendak beranjak pergi.“Mau ke mana kau?” Robin bertanya dengan sorot begitu dalam menatap sang putra.“Aku keluar sebentar, mau cari angin. Ini malam minggu,
Airin bahkan hampir kehilangan napas dengan wajah memerah. Wanita itu sama sekali tidak bisa menghirup oksigen.Lampu mobil yang mati membuat Airin tidak bisa mengenali wajah para pelaku.“Hantam saja biar dia berhenti memberontak.” Salah satu dari mereka berucap.Plak! Wajah Airin digampar dengan sangat kuat. Membuat wanita malang itu langsung kehilangan kesadaran. Tampak darah segar keluar dari lubang hidungnya. Sudut bibirnya pecah, pipinya bengkak dan biru lebam.Salah satu dari lelaki itu menjilat wajah Airin. Lidahnya dengan kasar menghapus darah yang mengalir dari hidung wanita itu. Seakan cairan merah itu berupa sirup manis baginya.“Kalung ini sepertinya mahal.” Kalung berlian yang Airin kenakan ditarik dengan kasar. Lalu, dikantongkan.“Sepertinya dia anak orang kaya. Kita bisa kesusahan jika membebaskannya. Sebaiknya dia kita bunuh saja.” Salah satu dari mereka berucap.Ponsel yang berada di dalam tas Airin berdering. Tertulis nama sang bapak mertua di sana. Tampaknya lelak
Berbeda dengan keadaan Airin, di sofa apartemen lantai 12, Leonel tengah bercinta dengan begitu panas bersama sekretaris kesayangannya. Ia selalu saja bergairah setiap kali melihat wanita itu. “Uuuuuh.” Livy mendesah. Ia menatap Leonel dengan penuh cinta. Seakan lelaki itu adalah miliknya. Lengannya ia lingkarkan ke leher lelaki itu. Ia menggigit bibir bawahnya untuk meredam kebisingan yang ia timbulkan.“Lepaskan saja. Kau tahu kan, aku lebih suka mendengar desahan.” Leonel berucap dengan napas yang terengah-engah.“Aku takut didengar oleh tetangga apartemen.” Wanita itu memiliki alasan yang kuat. Ia seorang wanita lajang. Reputasinya di lingkungan apartemen begitu baik. Semua tetangga mengenalnya sebagai wanita yang sopan dan penuh santun. Ia sangat ramah dan memilih senyum yang tampak manis. Siapa sangka di balik itu semua ia memiliki jiwa yang begitu liar. Bahkan dengan sadar diri menggoda suami orang hanya karena ia menyukainya. Tidak peduli dengan wanita yang menjadi pasangan l
“Untuk apa aku berbohong?” Leonel berucap dengan serius. Ia tidak tampak seperti orang yang tengah menutupi sesuatu. Sebab, ia memang berpikir seperti itu.Robin menghela napas dengan kasar. Percaya begitu saja dengan ucapan putranya. Sebab, lelaki itu tidak terlihat seperti orang yang telah berbohong. Terlebih ia bisa melihat noda lipstick di kemeja Leonel. Berpikir jika itu bekas kecupan Airin. Itu artinya tidak terjadi apa-apa di antara keduanya.***Motor butut itu melaju dengan lambat. Sang pengendara menatap ke kiri dan kanan, mencari lahan rumput untuk makanan ternak. Ia baru saja mendapat info dari temannya jika rumput di sana sangat segar. Ketika menemukan padang rumput, ia menghentikan motornya dan turun dari kendaraan roda dua. Lelaki berkulit gelap itu membawa sabetan yang biasa ia gunakan untuk mengambil rumput.Ketika tengah sibuk menyabet, ia dikejutkan dengan sosok seorang wanita di sana. Awalnya ia berpikir jika itu hanya manekin rusak, sebab kulit Airin benar-benar b
“Airin!” Robin berlari menuju ruang di mana Airin tengah dirawat. Namun, langkahnya ditahan, sebab tidak ada yang bisa masuk ke sana untuk saat ini. Airin butuh perawatan yang sangat intensif.“Apa yang terjadi?” Lelaki paruh baya itu bertanya pada para petugas yang berada di sana. Mereka menjelaskan apa yang sudah terjadi.“Bagaiman mungkin? Tadi malam dia ada di rumah orangtuanya.” Robin tidak percaya sama sekali. Ia menatap dari pintu kaca. Tampak ada banyak selang yang terhubung dengan tubuh lemah itu. Airin bahkan belum terbangun sama sekali. Layar yang memonitor detak jantung menunjukkan bahwa detak jantung Airin sangat lemah saat ini.Robin merasa sangat panas. Tangannya terkepal, api amarah menguasai hati. Akan ia cari pelaku yang menodai menantunya, jika sudah ia temukan para pelaku itu, akan langsung ia habisi tanpa memberi ampun sama sekali.“Kau sudah memberitahu Leonel?” Robin bertanya pada Alex yang berdiri tidak jauh darinya.“Aku sudah berusaha menghubunginya, tapi pan
“Silakan pakai APD yang disediakan. Hanya lima belas menit saja.” Perawat itu mengizinkan.Robin tampak sangat bersemangat. Ia langsung melakukan apa yang perawat itu katakan.Lima belas menit kali ini adalah lima belas menit paling berharga bagi Robin. Ia berdiri di samping brankar, menatap Airin dengan sangat dalam.Sementara Leonel hanya bisa menatap dari luar. Luka di wajahnya seakan tidak berarti apa-apa setelah ia melihat luka Airin. Lelaki itu menatap jemarinya, ia lupa kapan terakhir kali ia mengenakan cincin pernikahan mereka. Senyum Airin kini terbayang-bayang di pikirannya. Airin selalu bersikap begitu lembut dan manis sekeras dan sekasar apa pun ia bersikap.Ucapan Robin beberapa menit yang lalu terasa menusuk hatinya. “Wanita berhati malaikat sepertinya harus menikah dengan lelaki iblis sepertimu!” Kalimat itu terngiang-ngiang di otaknya. Matanya berkaca-kaca. Sadar jika ia telah melakukan banyak kesalahan. Tidak seharusnya ia memperlakukan Airin seperti itu. Seharusnya i