Share

5. Kencan di Malam Minggu

[Sayang, kau tidak jadi ke sini? Ini sudah hampir jam delapan malam. Kau bilang kau akan datang jam lima sore.] Sebuah pesan masuk dari Livy.

Leonel menghela napas dengan dalam. Ia menoleh, menatap istri dan ayahnya yang tengah berbincang di depan televisi. Keduanya tampak sangat akrab. Ada banyak hal yang tengah mereka bicarakan.

[Aku sudah rindu goyanganmu. Ah, aku sudah basah hanya dengan membayangkanmu saja. Aku sangat horny sekarang.] Wanita itu kembali mengirimkan pesan.

[Aku akan ke sana sebentar lagi. Aku harus mencari alasan karena ayahku ada di sini.]

[Apa dia akan melarangmu? Sementara istri bodohmu itu tidak pernah melarang kau pergi ke mana saja.]

[Aku takut pada ayahku.]

[Apa dia galak?]

[Sangat.]

[Aku menunggumu, cepatlah datang.]

Lagi, Leonel menghela napas dengan dalam. Ia bangkit berdiri, meraih kunci mobil dan hendak beranjak pergi.

“Mau ke mana kau?” Robin bertanya dengan sorot begitu dalam menatap sang putra.

“Aku keluar sebentar, mau cari angin. Ini malam minggu, waktunya untuk menjernihkan pikiran sebelum kembali bekerja besok lusa.” Leonel mencari alasan. Wajahnya sangat meyakinkan.

“Mengapa kau tidak mengajak istrimu?” Lelaki paruh baya itu menatap dengan sorot curiga.

“Dia tidak suka jalan-jalan.” Leonel menatap dengan tajam pada Airin, seolah sorot matanya tengah memberi kode pada sang istri agar mengiyakan ucapannya.

“Aku mau kok.” Airin menjawab dengan cepat. Ia alihkan pandangan ke arah lain, tidak berani membalas tatapan sang suami yang begitu menakutkan.

Leonel tampak geram. Namun, ia tidak bisa melampiaskan kemarahan di depan ayahnya. Terpaksa ia tahan emosinya untuk saat ini.

“Kau dengar? Dia ingin ikut.” Robin berucap dengan tegas. Segera ia minta menantunya untuk lekas siap-siap dan berganti pakaian.

Airin tampak begitu senang. Ia lekas bangkit dan berlari menuju kamar. Sudah sangat lama ketika mereka menghabiskan waktu bersama. Ia bersyukur memiliki bapak mertua yang begitu perhatian dan penyayang.

Karena tidak ingin membuat suaminya kesal sebab menunggu lama, Airin kembali lagi lima belas menit kemudian. Wanita itu tampak sangat cantik dengan dress vintage tanpa lengan. Ia seperti gadis yang baru berusia 17 tahun dengan pita yang mengikat rambutnya. Juga polesan make up tipis-tipis. Apalagi tubuhnya yang mungil, membuat ia dan Leonel terlihat seperti pasangan kakak dan adik. Di usianya yang sudah 22 tahun, Airin belum bisa menghilangkan sifat manjanya sama sekali. Bagi Leonel, sikap manja itu lebih terkesan kekanak-kanakan. Ia tidak suka wanita manja.

Airin sangat menyukai Leonel semenjak wanita itu masih kecil. Orang tua mereka berteman sangat dekat. Mereka sering berkumpul bersama, membuat rasa cinta di dada Airin semakin mekar karena selalu disiram.

Ketika menginjak 20 tahun, Airin mengatakan keinginannya untuk menikah dengan Leonel. Orangtuanya langsung setuju, sebab mereka mengenal Leonel sebagai pria yang baik. Apalagi mereka tidak bisa menolak permintaan sang putri sama sekali. Orang tua Airin melamar Leonel untuk putri mereka. Leonel menolak, sebab ia tidak mengenal Airin dengan baik. Ia jarang memerhatikan Airin ketika pertemuan mereka. Sebab, baginya wanita itu hanya anak-anak dan tidak pernah terpikir akan menikah dengannya.

Usia mereka terpaut lima tahun. Tapi dari segi fisik dan pemikiran, jelas sekali jika mereka memiliki perbedaan yang sangat jauh. Terlebih lagi Leonel memiliki jiwa yang cukup berandal.

Namun, karena Robin merasa memiliki hutang budi pada orang tua Airin, ia memaksa putranya untuk menikah dengan Airin. Jika menolak, Leonel harus mengembalikan semua uang milik Robin yang telah ia habiskan dari kecil hingga beranjak dewasa. Terlebih lagi lelaki itu suka menghamburkan uang. Leonel tidak punya pilihan. Ia terpaksa menerima pernikahan.

Tahun pertama menikah, ia masih bersikap baik karena merasa Airin sangat cantik. Akan sangat disayangkan jika ia tidak memanfaatkan apa yang sudah ia genggam. Ia pikir Airin akan bisa membuatnya jatuh cinta. Setidaknya bisa dipuaskan di atas ranjang. Namun, nyatanya tidak sama sekali. Baginya Airin sangat membosankan dan monoton ketika bercinta. Ia merasa tidak ada yang istimewa dari istrinya selain wajah yang terpahat begitu sempurna. Ia akui jika kecantikan Airin memang berada jauh di atas rata-rata. Airin bagaikan bidadari yang turun dari surga. Perlakuannya sangat lembut, juga senyum yang begitu memikat. Setiap lelaki yang memandangnya, akan jatuh cinta padanya. Namun, tampaknya itu tidak berlaku bagi Leonel.

Tahun kedua pernikahan, Leonel mulai menyerong karena mendapatkan kenyamanan dari sekretarisnya. Livy sangat menggoda meski wajahnya tidak secantik Airin. Wanita itu sangat agresif dan pintar membuatnya puas di atas ranjang. Tidak jarang Leonel membayangkan wajah istrinya ketika ia tengah bercinta dengan Livy. Sebab, ia merasa sangat terpuaskan dengan berfantasi seperti itu. Sebuah perpaduan yang begitu sempurna menurutnya. Jika Airin bisa sedikit lebih nakal, mungkin ia tidak akan menyimpang seperti sekarang.

“Mas ….” Airin memanggil dengan begitu lembut. Merasa sangat tidak nyaman dengan tatapan yang ia dapatkan.

“Kau lama sekali.” Leonel berucap dengan kesal.

“Bersikaplah lebih lembut pada istrimu, Leonel!” Robin menanggapi.

Leonel tidak merespons. Lelaki itu beranjak pergi dengan wajah tidak senang.

“Kami pamit, Pa.” Airin mencium punggung tangan Robin, lalu beranjak menyusul suaminya yang sudah pergi lebih dulu.

“Kau di belakang!” Leonel menutup kembali pintu mobil yang sudah dibuka oleh Airin.

“Tapi, Mas—”

“Kau berani membantah sekarang?” Leonel menatap dengan sangat tajam.

Mata Airin tampak berkaca-kaca. Hatinya yang sangat lembut membuatnya mudah terluka. Itulah mengapa Leonel sangat tidak suka padanya. Ia muak dengan sikap Airin yang begitu cengeng.

Airin melangkah menuju kursi penumpang, masuk dan duduk dengan mata berembun. Baru saja wanita itu duduk, mobil langsung melaju keluar dari pagar.

[Sayang, kau masih lama? Aku merasa sangat panas. Jangan buat aku tersiksa menahan nafsu seperti ini.] Pesan dari Livy kembali masuk.

[Aku sudah di jalan.] Leonel membalas dengan cepat.

“Mas … aku salah apa? Kenapa kau bersikap seperti ini padaku?”

“Salahmu karena kau menikah denganku!” Leonel berucap dengan nada tinggi. Terselip amarah dan kekesalan yang begitu besar dari nada bicaranya.

“Maaf.” Airin berucap dengan lemah, ia menunduk untuk menyembunyikan matanya yang memerah menahan tangisan.

Mobil berhenti setelah mereka meninggalkan rumah cukup jauh.

“Turun!” Leonel berucap pada istrinya.

Airin menatap sekitar. Tampak sunyi dan sedikit gelap.

“Kita sudah sampai?” Wanita itu masih saja bersikap sangat manis meski Leonel telah melukai hatinya berulang kali.

“Kau saja yang turun. Aku akan bertemu dengan teman-temanku di bar. Mereka akan meledekku jika aku membawamu. Kau pergilah jalan-jalan sendiri, nanti kau kuhubingi jika aku sudah ingin pulang. Kau akan kujemput.”

“Mas … kau bilang kau sudah berhenti minum.” Airin berkomentar dengan nada begitu lembut. Sedikit pun ia tidak ingin suaminya merasa kesal karena ucapannya.

“Kau pikir di bar hanya ada alcohol?” Leonel berucap dengan ketus. “Cepat turun! Satu lagi, jangan beritahu papa jika kau kuturunkan di sini!” Lelaki itu memberikan ancaman.

“Di sini gelap …. Tolong turunkan aku di tempat yang sedikit ramai.” Airin berucap dengan suara bergetar.

“Jangan manja. Beberapa menit berjalan, kau akan bertemu keramaian. Cepat turun!”

Airin terpaksa turun meski ia merasa sangat takut. Sesaat setelah ia turun, mobil langsung melesat dengan kecepatan tinggi.

Airin menghela napas dengan kasar. Entah berapa banyak lagi ia harus menyetok rasa sabar.

Airin berjalan dengan kaki gemetar. Ia melongok ke kiri dan kanan. Tidak tahu di mana ia berada sekarang. Hanya satu dua kendaraan yang lalu lalang. Hingga sebuah mobil jeep lewat dengan pelan. Di dalam mobil itu ada tiga lelaki dewasa yang tengah mabuk. Mereka kembali memundurkan mobil ketika menyadari bahwa mereka memiliki kesempatan.

Semuanya terjadi dengan begitu cepat. Airin tidak sempat memberontak ataupun melakukan perlawanan ketika mulutnya dibekap dan tubuh mungilnya diseret masuk ke dalam mobil.

“Hmmm!”

Teriakan Airin terdengar tertahan karena mulutnya yang dibekap dengan begitu kuat!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status