Share

Bab 3. Keluhan Sang Istri

"Ini saya, Pak, Alexander. Sudah lama Ayah Bapak mencari Bapak selama bertahun-tahun. Pulanglah, Pak!"

Raja langsung mematikan sambungan telepon sepihak dan menonaktifkan nomor ponselnya.

“Dari mana Alex dapat nomorku? Apa Alex sudah tahu keberadaanku?” tanyanya penasaran. “Aku harus ganti nomor lagi.”

Melihat langit sudah mulai gelap, Raja memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang. Lebih baik dia segera menyusun rencana berikutnya dibandingkan diam termenung tidak berguna seperti ini.

Setiba di rumah sewa yang ditempati, Raja langsung menuju kamar dan mengambil salep antiseptik untuk mengobati luka kecil di tangannya. 

Belum sempat Raja memolesi tangannya dengan salep, ada gadis cantik yang masuk ke kamar dan menyapanya, “Mas?”

Raja menoleh dan mendapati istrinya yang mendadak pulang kerja lebih cepat, “Hei udah pulang?” tanyanya dengan segurat senyuman pada Ayyara yang berjalan menghampirinya.

Ayyara tak menjawab, raut wajahnya tampak kelelahan. Dia mendaratkan tubuh di samping Raja dengan menghembus napas berat, “Maunya apa sih si Bu Vega? Kerjaannya ngomel-ngomel gak jelas. Begini salah, begitu salah. Padahal aku mengerjakan sesuai dengan perintahnya, masih aja salah. Lama-lama kepalaku pecah.”

Raja sudah tak kaget lagi, istrinya terkadang meluapkan isi hatinya tentang masalah pekerjaan yang dihadapi.

Raja mengusap sisa keringat di wajah Ayyara, “Hemm ada apa, Sayang? Bu Vega nyuruh kamu apa?”

Ayyara sekali lagi menghembus napas berat, “Capek aku, Mas. Atasanku ngomel-ngomel terus. Kerjaanku serba salah, beliau kayak sengaja mempersulitku. Tapi aku enggak boleh nyerah. Aku harus sabar untuk mempertahankan posisiku di perusahaan, susah dapetin kerjaan di perusahaan ternama dengan gaji yang lumayan gede.”

Mendengar keluh kesah sang istri, hati Raja bergejolak. Dia ingin Ayyara berhenti bekerja, tetapi gajinya tak bisa diandalkan. Apalagi keadaannya sekarang semakin memburuk, dia sudah tak punya pekerjaan lagi. Sungguh, dia merasa menjadi suami yang tak berguna! Semestinya sebagai seorang suami, dia harus bertanggung jawab memenuhi semua kebutuhan keluarga, tetapi kini justru sebaliknya.

“Sabar, Sayang,” ujar Raja, berusaha menghibur istrinya. “Tunggu di sini, Mas buatkan teh dulu.”

Baru saja ingin mengiyakan, tatapan mata Ayyara tertuju pada tangan suaminya yang ada goresan luka, “Bentar dulu. Ini tangan Mas, kenapa?”

“Oh, tanganku tadi tergores pisau di dapur restoran.” Raja tidak mengaku perihal masalah yang terjadi, khawatir istrinya malah memiliki beban pikiran.

“Lain kali hati-hati, Mas.” Ayyara memperingati sembari membantu mengobati luka di tangan Raja dengan obat salep. “Mas kok tumben pulang lebih cepat dari Ara?” tanyanya sembari meniup-niup tangan Raja yang sudah diolesi obat salep.

Mendengar pertanyaan itu, Raja menelan saliva. Apa yang harus dia katakan pada istrinya? Apa dia harus berkata jujur?

Ayyara mendongak menatap wajah suaminya yang tampak menyembunyikan sesuatu, “Mas? Mas baik-baik saja, 'kan?”

Raja menghembus napas pelan, tahu cepat atau lambat harus segera berkata jujur. “Maaf, Ayyara,” ucapnya. “Sebenarnya, aku dipecat.”

Ayyara terkejut mendengarnya. Ekspresinya menunjukkan ketidakpuasan terhadap Raja yang kehilangan pekerjaan. Dia sebenarnya terpaksa dan tidak kuat bekerja di bawah tekanan manajer timnya di perusahaan, tetapi dia tak punya pilihan lain. Gaji suaminya tidak cukup membiayai kebutuhan keluarga, walau hanya dengan pengeluaran super irit.

Namun, ekspresi ketidakpuasan itu perlahan hilang. Ayyara  memaksakan diri untuk tersenyum, “Gapapa, sudah biasa dalam dunia pekerjaan. Besok atau lusa, Mas bisa melamar pekerjaan baru.”

***

Saat Raja dan Ayyara sedang asyik bersantai ria di kamar, tiba-tiba ponsel salah satunya berdering dan mendapati nama Kakek yang terpampang di layar ponsel.

“Hallo, Kek,” ucap Ayyara setelah mengangkat telepon itu.

“Sekarang juga kamu dan suamimu yang tak berguna itu datang ke rumah!” Suara Nugraha terdengar menggelegar di ujung telepon. “Suamimu itu harus bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan terhadap Radit!”

Ayyara menganga di tempat, terkejut dengan kemarahan sang Kakek yang luar biasa, “Iya, kek. Aku dan Mas Raja kesana sekarang.” 

Ayyara yang kebingungan hanya bisa menuruti permintaan Nugraha.

Setelah mematikan telepon, Ayyara pun menoleh kepada Raja. “Mas, sebenarnya ini ada apa? Kenapa Kakek bilang Mas harus bertanggung jawab atas apa yang Mas lakukan pada Radit?”

Raja yang ada di samping Ayyara pun hanya bisa menghembus napas pelan. Usahanya untuk menyembunyikan perseteruannya dengan Radit dan Marcel berakhir gagal.

***

Di dalam taksi menuju kediaman kakeknya, Ayyara memandang Raja dengan wajah melongo. “Mas dipecat gara-gara memukul Radit?” Wanita itu mengulangi ucapan sang suami dengan wajah tidak percaya, raut wajahnya semakin masam ketika melihat anggukan Raja dalam diam.

Wajah Ayyara cemas mendengar jawaban Raja. Jadi itu alasan Kakeknya memanggilnya? Jelas sekali perbuatan suaminya pasti akan mendapat masalah besar dari keluarga Nugraha, terutama sang Kakek.

“Kok bisa sih, Mas? Kenapa Mas pukul Radit? Tahu gak sih Mas, kita bakalan dapat hukuman dari Kakek!” Ayyara mengomeli suaminya dengan ekspresi wajah penuh kekecewaan. “Kenapa sih Mas begitu gegabah?!”

Raja terdiam, memikirkan apa yang harus dia katakan kepada sang istri. Kalau Ayyara tahu dengan apa yang telah Marcel dan Radit ucapkan tentangnya, wanita itu pasti akan sedih dan sakit hati. 

“Maaf, Ara. Aku emosi.”

Sebenarnya, Raja sudah kebal mendapat penghinaan yang hampir setiap hari menyapanya, tetapi kejadian di restoran itu sudah melewati batas. Marcel dan Radit bukan saja menghinanya, tetapi juga melecehkan istrinya. Suami mana yang hanya berdiam diri jika istrinya dilecehkan?

“Mas kok gitu sih sekarang. 'Kan Mas sendiri yang sering menasehati Ara agar tutup telinga kalau ada mulut-mulut yang nyinyir. Mas ngajarin aku kesabaran, tapi sekarang malah Mas yang gitu. Apalagi yang dipukul Mas itu Radit. Apa yang harus kita katakan pada Kakek, Mas?” Ayyara tak henti-hentinya mengkritik Raja. 

Ayyara tak menyangka Raja yang super sabar bisa tersulut emosi dan memukul orang. Dia sangat gelisah karena orang yang dipukul suaminya adalah bagian dari keluarga Nugraha, seseorang yang mengangkatnya menjadi cucu. Tanpa jasa sang kakek dalam hidupnya, mungkin hidupnya sudah terlantar. Dan suaminya tahu itu!

Karena Raja tidak kunjung membalas ucapannya, Ayyara menghentikan ucapannya. Dia menatap sang suami dan menghela napas.

Kalau saja Mas Raja punya pekerjaan yang lebih baik atau latar belakang yang bagus, mungkin nggak semudah itu orang menghina dirinya,’ batin Ayyara, menyayangkan situasi sang suami. Tidak lagi ingin banyak berbicara, Ayyara pun berkata, “Nanti di rumah Kakek, Mas harus minta maaf kepada Kakek dan Radit.”

Sesampainya di rumah mewah Keluarga Nugraha, Ayyara dan Raja pun melangkah masuk menaiki tangga kediaman itu. Beberapa pelayan yang melihat mereka melemparkan pandangan merendahkan kepada Raja, seakan jijik dengan kehadiran pria itu di tempat tersebut.

Sudah cukup lama, tapi kediaman ini masih tidak berubah,’ batin Raja. ‘Tidak menyambut.

Baru saja mendorong pintu dan masuk ke dalam ruang tamu, suara makian telah terdengar lantang dari tengah ruangan, “Datang juga kamu, menantu nggak berguna!”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Anuar Ibrahim Anuar Ibrahim
mulalah heronya bersikap penakut berterus terang atas alasan nggak mahu isterinya sedih... permulaan yg menjijikkan.... nggak ada idea lain ka penulis... brengsek betul.....
goodnovel comment avatar
Sutisna Saputra
lanjutan nya mana
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status