Bunyi blitz kamera bersahutan. Di studio foto Picme fokus kamera Adam memburu pose hingga tiap detail lekak-lekuk tubuh seksi sang model. Kemudian stop?!
Adam memutar-mutar lagi fokus kamera DSLR bekasnya. Boim mandi keringat karena beberapa kali harus berulang mengarahkan gaya Merlin. Lagi dan lagi! Merlin pun tak kalah emosi. Mimik muka badmoodnya tampak jelas. Betapa dia sangat ingin mencincang Adam jadi seribu bagian saking kesalnya.
Gaya kalau kurang pas masih bisa diatur tetapi kalau muka model udah awut-awutan gini gimana ngaturnya? Kesal Boim
"Gimana, Dam. Ngadat lagi?! Gue capai ngulang-ngulang mulu." Napas Boim tak beraturan menahan lelah bercampur amarah.
"Tau nih. Padahal udah gua servis." Jawabnya sambil mengusap keringat dahinya.
"Ah gila lu. Wasting time banget tau." Umpat Boim.
"Gimana sih lu, Dam?! Kayak baru ambil gambar model aja. Gue kesini pakai tenaga ama duit transport tau! Gue gak mau tau! Pokoknya gue minta ganti rugi!" Merlin ngambek sejadi-jadinya. Wajar. Sudah dua jam lebih pengambilan gambar diulang-ulang. Karena ngadat lah. Hasil gambar ngeblur lah. Pokoknya ada aja apes Adam.
"Lu pinjem kamera Rusli sono. GC!"Boim menyarankan.
"Rusli nggak ada, Bo."
"Hah, udah lah! Gak bisa gue kerja ama potograper amatiran kayak lu! Gue cabut! " Protes Merlin buru-buru menyambar tas Guccinya bergegas pergi. "Damned!" Jari tengah Merlin ditujukan kehadapan batang hidung Adam seraya meninggalkan area fotoshoot.
"Lu kebangeten, Damned." Tangan Boim ngeloyor kepala Adam.
Adam hanya bisa diam terpaku memandang sedih kamera bututnya. Emosi jiwa kesal dan malu bukan main. Jengkel. Kecewa berat. Ingin sekali dia banting kamera bututnya ke lantai hingga hancur berkeping-keping seketika. Tetapi sayang. Itu kamera yang dia miliki. Satu-satunya yang dia miliki.
Foto-foto jepretan Adam dipilih dipilah bos Anwar di ruang kerjanya. Dia bukan orang biasa. Sebutan bos killer tersemat padanya. Tidak banyak fotografer baru yang tahan lama kerja di perusahaan ini. Harian paling lama bulanan. Maklum. Tuntutan perusahaan sangat besar. Hasil foto haruslah berkelas internasional. Harus perfect! No mercy. Motto perusahaan jelas dan tegas, Quality is number one. Itu sudah final. Harga mati. Tidak bisa ditawar-tawar lagi."What?! Gambar jelek kayak gini gak bisa dipakai! Dasar bocah gemblung!" Puluhan lembar foto di lempar ke muka Adam hingga berserakan ke segala arah. Adam hanya bisa tertunduk. "Aku gak bisa toleransi hal sepele kayak gini. Kalau you masih niat kerja di sini kasih poto yang bagus dong!""Baik, Bos." Jawab Adam lirih gemetaran."Gimana you bisa jalanin perusahaan besar ini kalau you ambil gambar aja gak becus!" Mendengar kata itu keluar dari bosnya yang super killer itu Adam tertegun bingun
Adam tertunduk lemas di taman gersang sambil menghadap patung pipis yang tidak pernah absen mengencingi kehidupan sialnya. Tiap hari. Sambil mengusap rahangnya yang memar dia pandangi kamera mengenaskan di tangannya. Dia sudah duga hal ini akan terjadi lagi dan lagi. Kamera bekas yang betapapun awet kata penjualnya tetap tak akan berkutik melawan sang waktu. Korban iklan bertambah satu orang.Perkataan kejam Rusli ada benarnya. Memang sudah seharusnya kamera butut itu dibuang jauh-jauh jika masih ingin menyandang sebagai fotografer profesional. Namun apa daya. Gaji freelance nya yang angin-anginan tak cukup untuk membeli kamera baru. Cash maupun kredit.Menyanggupi keinginan bos Anwar untuk menikahi Tiara mungkin adalah solusi terbaik keluar dari kehidupan jahanam ini.Di awal kontrak kerja sudah jelas. Perusahaan sudah menentukan spek kamera khusus yang dibutuhkan studio besar ini. Sebuah kamera DSLR dengan spesifikasi…"Adam! Si
Kilat memaksa petir memainkan teror di atas awan. Gumpalan bergulung bersiap menumpahkan air sebanyak yang dia mau. Awan pekat menegaskan pertanda hujan besar akan segera menghujam bumi. Sayu kelopak matanya yang payah sedikit dibukanya. Pusing ini masih menusuk. Tak butuh banyak waktu untuk mengingat kesialan yang baru saja dialami.Tas.Kamera.Dompet raib diangkut angkot sialan! Ini terminal! Ya aku ingat semuanya.Entah siapa yang memindahkan tubuh lunglainya? Yang pasti sekarang dia terbaring sendiri di atas bangku berkarat tepat jam sembilan malam. Dengan segenap tenaga dia melangkah pulang menuju kontrakan yang berjarak beberapa puluh meter. Berteman gelegar petir tubuh lemahnya mulai menggigil. Sadar sedang menghadapi banyak masalah namun yang dia pikirkan saat ini adalah mengistirahatkan tubuh sakitnya di tempat yang layak."Permisi, Bunda" Adam mengetuk pintu. Seorang janda bertubuh gemuk melangkah cepat dari dalam rumah menyambut panggilan manis Adam. M
Mentari menenggelamkan dirinya ke tengah lautan dengan perlahan. Lautan bagai lukisan minyak dengan warna-warni pilihan. Warna-warni romansa. Tawa riuh ratusan tamu undangan pertunangan Dimas dan Sofie melengkapi riah acara spesial yang sudah direncanakan keduanya hampir setahun lebih. Lalu lalang pelayan tak hentinya menuangkan Brendi merah. Pengiring musik memainkan lagu A Thousand Yearsnya Christina Peri dengan sangat apik.Kuta Bali adalah pilihan ideal nan sakral untuk mengikrarkan janji suci mereka. Dua cincin berlian siap tersemat di jari manis kedua pasangan penuh cinta yang asanya kini melayang-layang di surga."Untuk mengukuhkan pertunangan ini mari kita sambut kedua raja dan ratu yang akan mengikrarkan tanda cinta berupa silang cincin emas bertahta berlian White Diamond. Inilah dia Dimas dan Sofie! The heaven is yours my dear!" Pekik Master of Ceremony mengarahkan acara pertunangan yang sakral ini.Sofie berjalan ke
Harusnya mereka berdua mati!Sulit untuk percaya namun nyata. Tergeletak pnuh luka Dimas menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri pemandangan paling mengerikan sepanjang hidupnya. Separuh badan mobilnya hancur dengan posisi tengkurap. Tidak jauh dari tempatnya tergeletak tunangan yang akan menjadi istrinya dalam hitungan hari itu terjepit di remukan mobil tak sadarkan diri.Melihat titik nyala api di bagian tangki mobil yang semakin membesar Dimas meyakini tak lami lagi mobil itu akan meledak. Hancur berkeping-keping.Shit! Lukaku teramat parah! Aku tak bisa menggerakkan kedua kakiku. Apakah kakiku patah?! Dan apa ini?!Darah segar mengalir dari luka robekan kepalaku.Dan lagi Luka sayatan di sekujur tubuh ini begitu menyakitkan!Oh ya Tuhan. Aku muntah darah! Pasti dadaku yang terkoyak! Aku sulit bernapas!Help me!Bau anyir darah bercampur karbon hitam begitu menyengat. Meski hujan lebat namun titik nyala itu tak jua padam.
Matahari menyilaukan membumbung tinggi menyinari permukaan bumi. Pertanda pagi sudah menyapa. Langkah berat kaki seseorang dari gang menuju kontrakan semakin terdengar nyaring. Masih dengan posisi terbaring dilihatnya seseorang berbadan gempal berambut keriting dengan setelan baju sporty itu-itu saja sedang mengamatinya dari atas."Boim?!!" Adam bergegas bangkit. Boim mengibas-ngibaskan tangannya menahan bau badan Adam."Bau lu. Kayak bau comberan." Umpatnya."Emang abis tidur di comberan, Bo." Timpal Adam dengan senyum."Gw telpon puluhan kali kenapa kagak dijawab?!""HP ku mati.""What?! Kan elu bisa cash di kontrakan, Damned?""Gue nggak bisa masuk.""What?""Tas kamera kunci dompet semuanya raib, Bo. Ketinggalan di angkot.""What?!" Boim coba membuka paksa pintu kontrakan."What what..pake gak percaya lagi. Udah jangan dipaksa buka pintunya entar rusak lagi. Makin susah gua." Tangan Adam mencegah.
Di rumah Boim seusai mandi dengan air hangat. Adam menikmati segelas minuman jahe panas untuk melegakan tenggorokannya yang meradang. Dengan lagak sombong Adam menunjukkan pesan WA dari Tiara yang berisi peringatan keras untuk tidak lupa ngedate malam ini di Chateau Blanc Senopati.“Bagaimana menurutmu, hah?” Tanya Adam penuh kecongkaan. Boim menanggapi takdir baik sahabatnya penuh kegirangan seraya menari hip-hop diiringi lagu Feelsnya Calvin Harris.Boim sibuk dengan laptopnya membantu Adam membeli busana kencan secara online. "Nih pilih mau pake setelan kemeja jas ama sepatu yang mane? Awas lu nolak lagi. Pokoknya lu nggak usah khawatir. Habis kawin ama Tiara lu gantiin duit gua dua kali lipat. Ini utang bukan sumbangan.""Hmmm..." Adam jaga gengsi lagi pura-pura mikir."Ah, kebanyakan mikir! Udah jam segini nih mau dandan jam berapa? Telat ngedate berantakan masa depan lu.""Oke, Bo. Sabar dong. Yang ini menurut lu gimana? Ukuran ya
Petir pertama menggelegar jam 10 pagi. Dimaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaasss!!! Sofie terbangun di atas ranjang yang kumal. Matanya perih merah nanar. Bola matanya memburu. Menyapu seisi kamar mendapati dirinya sedang berada di tempat asing! Dalam udara dingin lembab bau asam pekat alkohol karbol bercampur bermacam obat kadaluarsa menyatu dengan anyir tubuhnya. Entah mengapa? Ia merasa seolah tempat ini sudah lama ia huni. Tangan gemetarnya meremas erat selimut yang melindunginya dari hawa dingin. Kepalanya menoleh perlahan ke sana ke mari coba mengingat sebisanya namun sayang tidak ada satupun barang yang pernah dilihatnya. Sebenarnya tidak banyak barang di tempat itu. Hanya tempat tidur bersprei putih polos. Meja tulis pensil tumpul dan buku entah apa isinya...yang pasti tebal. Dan apa ini? Tiang bergelantung kantong infus berisi cairan Benzodizepin yang jarumnya masih menusuk dalam lengan kirinya. Apa lagi ini? Ratusan gambar seorang gadi