Share

Bab 25. Menguatkan Hati

Penulis: Nikma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-15 13:08:20

Setelah masuk ke kontrakan, Gita menutup pintu dan duduk di ruang tamu, berusaha menenangkan diri. Kata-kata para tetangga tadi masih berputar di kepalanya, mengganggu seperti gema yang sulit dihilangkan. Ia menarik napas dalam, mencoba menyingkirkan segala penilaian dan bisik-bisik yang terus menghantuinya.

Mencari cara untuk mengalihkan pikirannya, Gita meraih ponsel di sakunya dan menyalakannya. Begitu layar menyala, rentetan pesan dari Adrian langsung muncul, notifikasi bertubi-tubi hingga memenuhi layarnya. Pesan-pesan itu seakan berusaha menyampaikan keputusasaan dan harapan Adrian, kata demi kata yang menandakan bahwa Adrian masih berupaya keras untuk meyakinkannya agar tidak berpisah.

Gita menatap layar, namun hanya sesaat. Dengan napas berat, ia memutuskan untuk tidak membaca semua pesan itu. Perlahan, ia meletakkan ponsel di meja samping tanpa membuka satu pun pesan yang masuk, menyadari bahwa mungkin inilah saatnya ia memprioritaskan dirinya sendiri.

Dengan langkah lelah, i
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 26. Menjaga Jarak

    Di kantornya, Adrian sedang sibuk bekerja ketika pintu diketuk pelan, dan Luna muncul dengan senyum khasnya. “Hai, Adrian. Bagaimana kalau kita makan siang bareng? Aku rasa kita bisa sekalian bahas detail proyek kita,” tawarnya, nada suaranya santai dan akrab.Adrian mengangkat pandangan, tersenyum sambil menutup dokumen di mejanya. “Terima kasih, Luna, tapi hari ini aku lebih baik tetap di sini. Kalau ada hal mendesak soal proyek, kita bisa bahas di kantor saja.”Luna tampak sedikit terkejut mendengar penolakannya, namun ia segera menyembunyikan keterkejutannya dengan senyum tipis. “Oh, baiklah. Hanya saja… aku pikir kita bisa mengobrol lebih santai di luar, seperti dulu,” ucapnya sambil mengangkat bahu ringan.Adrian tersenyum ramah, namun tetap pada pendiriannya. “Aku rasa lebih baik seperti ini, Luna. Kita bisa tetap produktif tanpa harus keluar,” jawabnya dengan nada tenang, menjaga agar suasana tetap profesional.Menyadari perubahan sikap Adrian, Luna mengangguk singkat. Meskipu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 27. Menatap dari Kejauhan

    Gita memulai hari sebagai sekretaris di kantor Hardi. Meski sempat merasa khawatir akan tuntutan pekerjaan, hari-harinya berlalu dengan lebih mudah dari yang ia bayangkan. Hardi memberikan arahan yang jelas dan jarang memberinya tugas yang tidak terlalu berat. Sebagian besar waktu, Gita hanya duduk di mejanya, mengatur jadwal dan memastikan administrasi berjalan lancar.Pagi itu, Hardi melewati meja Gita dan berhenti sejenak. “Gita, semuanya baik-baik saja, kan? Kalau ada yang kamu butuhkan, langsung sampaikan saja,” ujarnya dengan senyum ramah.Gita mengangguk dan tersenyum. “Terima kasih, Pak Hardi. Sejauh ini semuanya lancar. Saya kira akan lebih sibuk dari ini.”Hardi tertawa kecil. “Jangan khawatir, kamu akan sibuk pada waktunya,” katanya. “Tapi di sini, saya ingin memastikan kamu nyaman dan bisa bekerja dengan tenang. Kita di kantor ini mengutamakan keseimbangan.”Gita mengangguk, sedikit terkejut namun lega mendengar jawaban itu. “Terima kasih, Pak.”Hardi menatap Gita dengan t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 28. Pertemuan Tak Terduga

    Gita berjalan pulang menuju kontrakannya setelah turun dari angkutan umum. Udara terasa sejuk, dan ia menikmati momen-momen kesendirian setelah seharian bekerja. Namun, di sudut jalan yang sepi, sebuah mobil berhenti tak jauh darinya. “Gita!” panggil Naufal sambil melambai. Ia membuka jendela mobil, menatap Gita dengan tatapan ramah. “Baru pulang kerja? Mau aku antar sampai rumah?”“Makasih, tapi… aku rasa lebih baik kalau aku pulang sendiri. Kamu tahu sendiri, tetangga di sini cukup suka ngomongin hal-hal yang... bukan urusannya,” kata Gita dengan nada bercanda, berusaha menjaga suasana tetap ringan. “Statusku dengan Adrian juga belum resmi berakhir, jadi aku lebih nyaman begini dulu.”Naufal menatap Gita, rasa khawatir muncul di matanya. “Ada yang terjadi? Ada yang ngomongin kamu?”Gita tersenyum, mencoba menutupi kegelisahannya. “Nggak ada apa-apa, Fal. Aku baik-baik aja.”Naufal mengangguk, meski raut wajahnya masih terlihat cemas. Naufal turun dari mobil, “Gita, kalau ada sesuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 29. Kehadian Tak Diinginkan

    Hari Minggu itu, Adrian duduk di ruang tengah rumahnya, berusaha menikmati waktu istirahat dengan pikiran yang tenang. Suasana sepi di rumah membuatnya sedikit lega dari segala keruwetan pekerjaan dan masalah pribadinya. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba, suara bel pintu berbunyi, dan tak lama kemudian, ia mendengar suara Rima berseru dari pintu depan.“Luna! Senang sekali kamu datang!” ucap Rima dengan nada penuh antusias.Rima menyambut Luna dengan senyum lebar dan mempersilahkannya masuk. Luna membalas dengan senyuman lembut yang membuatnya tampak anggun dan ramah. Ia mengenakan pakaian elegan yang tampak rapi, seolah-olah kehadirannya telah dipersiapkan dengan baik. Adrian, yang mendengar percakapan mereka, menghela napas. Meski tahu kehadiran Luna akan menyenangkan ibunya, ia sendiri merasa segan untuk menanggapi, mengingat gosip-gosip yang telah berkembang di antara mereka.Adrian berniat menghindar, memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan meninggalkan mereka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 30. Kebenaran yang Terungkap

    Sudah sebulan berlalu sejak Gita mulai bekerja sebagai sekretaris Hardi. Meski awalnya ia merasa nyaman dengan pekerjaannya, belakangan ini suasana di kantor mulai terasa berat. Gosip-gosip miring tentang dirinya mulai beredar. Beberapa rekan kerja menganggap Gita mendapatkan perlakuan istimewa dari Hardi, menuding bahwa posisinya sebagai sekretaris mungkin bukan hanya karena kemampuannya.Saat makan siang di kantin, Gita tak bisa menghindari bisikan-bisikan samar yang terdengar dari meja sebelah."Dia kan istri Adrian, presdir itu. Ngapain juga masih kerja di sini?" celetuk seorang karyawan dengan nada merendahkan.“Iya, katanya suaminya kaya raya. Kalau nggak cari perhatian dari Pak Hardi, apa lagi?” timpal yang lain dengan tawa mengejek.Gita hanya bisa menunduk, berusaha tak memedulikan bisikan itu. Namun, setiap perkataan itu terasa menyengat. Tuduhan bahwa dirinya sengaja mencari perhatian Hardi bahkan sampai dianggap sebagai selingkuhannya benar-benar melukai perasaannya. Padah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 31. Kejelasan yang Tertunda

    Gita berdiri di depan pintu rumah Rima, menahan napas sejenak sebelum menekan bel. Di tangannya, amplop berisi uang yang Adrian berikan secara diam-diam melalui pekerjaannya di kantor Hardi. Kali ini, ia berniat mengakhiri segala hal yang tidak jelas dalam hidupnya.Tak lama, pintu terbuka dan Adrian muncul. Tatapannya tampak terkejut melihat kehadiran Gita."Gita…," ucap Adrian pelan, seolah mencoba menebak maksud kedatangannya.Gita langsung mengulurkan amplop itu ke arah Adrian. "Ini. Uang yang kamu sisipkan lewat Hardi. Aku nggak perlu belas kasihan, Adrian," ucapnya dengan nada dingin namun tegas.Adrian tampak bingung, tak langsung menerima amplop itu. "Gita, itu bukan belas kasihan. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."Gita menarik napas panjang, menatap Adrian dengan mata yang penuh kekecewaan. "Aku datang ke sini untuk memperjelas semuanya. Sebenarnya, apa yang kamu inginkan? Dulu, kamu nggak pernah benar-benar menghargai kehadiranku. Tapi sekarang, saat aku ingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 32. Bukan Anak Adrian

    Gita menatap Adrian dan Rima dengan tatapan penuh kekecewaan.. Nafasnya memburu, dan tanpa ragu lagi, ia berkata dengan suara tegas, “Ya, benar. Anak ini memang bukan anak Adrian.”Ucapan itu bagaikan petir yang menghentak. Adrian terdiam, wajahnya berubah pucat, sementara Rima tersenyum tipis dengan ekspresi penuh kemenangan. Gita tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk membuat mereka memahami betapa ia ingin melepaskan diri dari semua ini. Gita melanjutkan, “Sekarang, ini sudah cukup jadi alasan buat kamu lepasin aku, kan?” Ia menatap Adrian sejenak, lalu berbalik menuju pintu, mengabaikan segala reaksi di belakangnya.“Gita, tunggu!” Adrian berusaha mengejar dan menahan tangan Gita, namun Gita menghempaskan tangannya dengan keras, menatapnya penuh ketegasan. “Biarkan aku pergi,” ucapnya dengan dingin, lalu melangkah keluar tanpa menoleh lagi.Rima mendekati Adrian dengan senyum penuh kepuasan. “Biarkan saja dia pergi. Perempuan seperti itu memang tidak pantas ada di keluarg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 33. Pilihan Sulit

    Adrian duduk di kursi tunggu rumah sakit, tangannya terlipat erat di depan wajahnya yang lelah. Di sebelahnya, Luna dengan tenang menunggu, sesekali menatap Adrian dengan pandangan penuh perhatian. “Adrian,” ucap Luna lembut, memecah keheningan. “Aku tahu ini berat untukmu. Tante Rima pasti akan baik-baik saja. Tapi kamu tahu kan, kesehatan beliau sangat rentan?” Adrian hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa, pikirannya masih berputar-putar, mencoba mencerna semua yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir. Luna mendekat sedikit, menyentuh lengannya. “Kamu nggak bisa terus mempertahankan konflik ini. Tante Rima… dia sangat peduli sama kamu. Selama ini, dia hanya ingin yang terbaik untuk kamu,” ucapnya. “Kalau aku di posisimu, aku akan mempertimbangkan permintaan dan perasaan seorang ibu yang sudah berkorban banyak.” Adrian menghela napas, bingung. Kata-kata Luna menyusup ke dalam pikirannya, membuatnya semakin bimbang. “Aku tahu mama ingin yang terbaik, tapi… apa aku harus men

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22

Bab terbaru

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 83. Kepercayaan yang Diuji

    Adrian duduk di ruang kerjanya, cahaya lampu meja yang temaram membuat bayangan di wajahnya terlihat lebih gelap. Ponsel di tangannya terasa berat, seolah menjadi simbol dari semua keraguan yang menghantui pikirannya. Foto-foto Gita bersama Naufal yang dikirim Luna tadi siang masih jelas tergambar di benaknya.Sebelum ia sempat memutuskan apa yang harus dilakukan, ponselnya bergetar lagi. Nama Luna muncul di layar. Adrian menatapnya beberapa detik, ingin mengabaikannya, tapi akhirnya ia menerima panggilan itu.“Adrian,” katanya, memulai dengan nada lembut. “Aku cuma mau memastikan kamu baik-baik saja setelah apa yang kamu lihat tadi.”Adrian menarik napas dalam-dalam, berusaha menjaga suaranya tetap tenang. “Aku baik-baik saja. Kalau itu saja tujuanmu menelepon, aku harus kembali bekerja.”Namun, Luna tidak menyerah. Ia tertawa kecil, sebuah tawa yang dingin dan menyebalkan. “Kamu tahu, Adrian? Perempuan seperti Git

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 82. Sesuatu yang Disembunyikan

    Adrian akhirnya tiba di rumah dengan perasaan yang masih bercampur aduk. Saat pintu terbuka, ia mendengar suara panci beradu pelan dari dapur. Gita tampak sibuk di sana, wajahnya tenang namun sedikit lelah. Adrian menatapnya sejenak dari ruang tengah, mencoba menenangkan pikirannya sebelum memulai percakapan.“Sayang,” sapa Adrian dengan senyum kecil, mendorong kursi rodanya mendekati ruang makan. “Masak apa hari ini? Harum, kayaknya bikin perut makin lapar.”Gita menoleh, tersenyum tipis sambil mengaduk panci di atas kompor. “Sayur asem sama ayam goreng. Nggak terlalu berat, biar kamu juga nggak enek.”Adrian terkekeh kecil, meski senyumannya terasa sedikit dipaksakan. “Aku nggak pernah nolak sayur asem buatan kamu, tahu kan?”Gita tertawa kecil, lalu melirik Adrian yang sudah memosisikan diri di meja makan. “Kamu kelihatan capek. Banyak kerjaan di kantor?”Adrian mengangkat bahu, menaruh tas dokum

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 81. Permainan Luna

    Luna duduk di salah satu sudut sebuah lounge eksklusif di pusat kota, mengenakan blazer hitam elegan. Di depannya, sebuah gelas anggur merah berkilauan di bawah cahaya lampu gantung mewah. Matanya sesekali melirik jam di pergelangan tangannya, menunggu seseorang yang sudah dijadwalkan untuk bertemu.Tak lama kemudian, seorang pria dengan pakaian kasual namun rapi mendekat. Wajahnya serius, membawa sebuah tas kecil di tangannya. Luna tersenyum tipis, mengangkat alisnya untuk menyuruh pria itu duduk tanpa perlu berkata-kata.“Semua sudah selesai,” ucap pria itu sambil mengeluarkan sebuah flashdisk dari tasnya. Dia meletakkannya di atas meja. “Saya pastikan setiap sudut yang diambil memberikan kesan... menarik.”Luna mengambil flashdisk itu dengan santai, lalu mengeluarkan tablet dari tasnya. Ia menyambungkan flashdisk tersebut ke perangkatnya dan mulai membuka file-file foto. Matanya menyipit sedikit saat melihat foto pertama, lalu perlahan senyu

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 80. Kekhawatiran Naufal

    Adrian bersiap berangkat ke kantor pagi itu, mengenakan kemeja putih rapi yang dipadukan dengan celana gelap. Ia tampak serius, memeriksa dokumen di atas meja kecil di ruang tamu. Sementara itu, Gita, dengan perutnya yang semakin besar, duduk di sofa sambil menggosok lembut punggungnya yang pegal.“Dri, jangan lupa makan siang nanti, ya,” ujar Gita lembut, memperhatikan suaminya yang terlihat sibuk.Adrian menoleh dan tersenyum kecil, lalu mendorong kursi rodanya mendekati Gita. “Kamu ini yang harus ingat istirahat. Jangan terlalu banyak bergerak, jangan terlalu lama berdiri,” ucapnya, sedikit menegur dengan nada lembut.Gita tersenyum tipis, tangannya refleks menyentuh perutnya. “Aku tahu, kok. Tapi aku bosen di rumah terus.”Adrian menghela napas, berhenti sejenak, lalu menggenggam tangan Gita. “Aku ngerti. Tapi sekarang prioritas kamu cuma satu: jaga diri kamu dan bayi kita. Kantor masih bisa aku urus, tapi aku nggak m

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 79. Pertemuan Luna dengan Naufal

    Luna memilih meja di sudut kafe yang tenang, matanya sesekali melirik ke arah pintu masuk dengan sikap tenang namun penuh perhitungan. Ketika pintu kafe terbuka, sosok yang ia tunggu akhirnya muncul. Naufal melangkah masuk, mengenakan kemeja biru muda dengan gaya santai tapi tetap profesional. Ia tampak sedikit bingung, pandangannya menyapu ruangan sebelum akhirnya melihat Luna yang melambaikan tangan dari sudut ruangan.“Naufal, kan?” sapa Luna dengan senyum ramah saat pria itu mendekat.“Iya, benar,” jawab Naufal dengan anggukan kecil. “Tapi, maaf, saya agak bingung. Jarang banget ada urusan kayak gini di luar rumah sakit.”Luna berdiri, menjabat tangan Naufal dengan santai. “Saya Luna. Kita sebenarnya pernah ketemu sebelumnya, di depan rumah kontrakan Gita waktu itu.”“Oh, iya. Saya ingat,” kata Naufal, meski nada suaranya masih terdengar ragu. Ia duduk di kursi di hadapan Luna, lalu bertanya langsung

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 78. Bukan Suami Sempurna

    Gita sat on the living room sofa, her hands massaging her legs that were starting to swell. His face looked tired, his breath was short. Pregnancy at eight months brings many new challenges that she has not experienced before. His back felt like he was being pulled around, and every little step he took felt like a heavy task. Adrian watched her from her wheelchair, her eyes never detached from Gita's movements. Concern was evident on his face, but there was something deeper—frustration with himself for feeling powerless enough to help his wife. After a few moments of looking at Gita who seemed to be struggling on her own, she moved the joystick of her wheelchair, approaching slowly. "Here," Adrian said softly, his voice attentive. "Let me be the pijitin." Gita looked up, surprised to hear the offer. "You don't need to bother, Dri. I can do it alone." He tried to smile. Adrian shook his head, looking at him warmly. "I am your husband, Gita. If I don't he

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 77. Trik Luna

    Luna duduk di meja kerjanya yang penuh dengan dokumen-dokumen proyek. Lampu di apartemennya menyala redup, menciptakan suasana muram yang mencerminkan hatinya. Ia memandang layar laptopnya yang penuh dengan email dari klien dan mitra bisnis. Kebanyakan berisi kalimat yang sama: "Kami akan menunda kerja sama sampai masalah Anda terselesaikan."Dengan frustrasi, Luna memukul meja keras hingga secangkir kopi di dekatnya hampir tumpah. “Semua ini salah Adrian!” serunya pelan namun penuh kemarahan.Ponselnya bergetar di meja. Sebuah pesan singkat masuk dari salah satu kliennya:"Bu Luna, kami terpaksa membatalkan proyek ini. Reputasi Anda sekarang membuat kami sulit melanjutkan kerja sama. Mohon dimaklumi."Luna membaca pesan itu dengan tatapan tajam. Ia melempar ponselnya ke sofa dengan kasar, lalu berdiri dari kursinya. Nafasnya memburu, pikirannya bercampur aduk antara marah, kecewa, dan dendam.“Adrian...” gumamnya dengan nada dingin.

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 76. Tersudut

    Dalam perjalanan pulang, Luna duduk di kursi belakang mobil dengan ekspresi wajah yang gelisah. Tangannya menggenggam ponsel, ragu sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk menelepon Rima. Suara di ujung sana menjawab. “Luna?” Rima terdengar heran. “Ada apa menelepon malam-malam begini?”Luna menarik napas dalam-dalam, berusaha mengontrol nada suaranya agar terdengar tulus. “Tante Rima, saya tahu ini mungkin tidak pantas, tapi saya tidak punya pilihan lain. Saya butuh bantuan tante.”“Hm, bantuan?” Rima mulai curiga, namun tidak langsung memotong pembicaraan.“Saya tahu Adrian marah, dan dia punya alasan untuk itu. Tapi masalah ini... ini lebih besar dari yang terlihat. Saya benar-benar tidak berniat mencoreng nama perusahaan atau menyakiti siapa pun. Saya hanya... saya hanya ingin menyelesaikan ini tanpa melibatkan hukum atau publikasi. Tante mengenal saya. Tante tahu saya selalu memikirkan yang terbaik untuk peru

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 75. Pertemuan yang Menentukan

    Adrian memandang semua yang hadir di ruang rapat dengan ketenangan yang tegas. Suara ketukan kursi roda elektriknya sebelumnya sudah cukup membuat semua mata tertuju padanya. Dengan Gita duduk di sampingnya, suasana ruangan menjadi semakin berat. Hendri berdiri di belakang Adrian, menatap Luna dengan ekspresi datar namun penuh arti.Luna mencoba tersenyum tipis, meskipun sorot matanya jelas memancarkan ketegangan. “Pak Adrian, seperti yang saya jelaskan sebelumnya, mungkin ada kesalahan dalam pencatatan. Tim saya sedang menelusuri ini. Proyek ini sangat kompleks, dan kami harus berimprovisasi dalam banyak hal. Beberapa pengeluaran mungkin terlihat tidak relevan, tetapi sebenarnya itu adalah bagian dari strategi jangka panjang kami.”Adrian mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, tatapannya menusuk. “Strategi jangka panjang, katamu? Saya akan memberimu waktu—tiga hari—untuk memberikan dokumen pendukung yang membuktikan bahwa transaksi ini bena

DMCA.com Protection Status