Share

Part 8. Penjual Jamu Milik CEO Tampan

"Gimana keadaan mama sekarang, Pa?" tanya Tomi khawatir.

"Mama, kamu …," ucapan itu terhenti kala mendengar suara pintu ruangan UGD terbuka.

"Dengan keluarga ibu Nita?" tanya dokter tersebut.

Tomi dan Tigor langsung maju mendekati dokter tersebut saat mendengar nama Nita disebut.

"Saya suaminya, Dok. Bagaimana dengan keadaan istri saya?" tanya Tigor khawatir dengan keadaan istrinya sekarang ini. Sudah hampir dua jam ia menunggu di luar ruangan setelah dokter mengatakan bahwa Nita harus di operasi karena kecelakaan tersebut.

"Bu Nita sekarang sudah membaik setelah menjalani operasi. Tetapi bu Nita…" Namun ucapan itu terhenti sesaat setelah ada seseorang yang menghampiri mereka sembari menggendong bakul jamu. 

Tomi dan lainnya terkesiap ketika melihat siapa yang datang ke rumah sakit itu.

"Hasna?" ucap mereka serempak

"Mas, gimana keadaan mama, katanya mama kecelakaan?" tanya Hasna suaranya masih terdengar tersengal-sengal karena telah berlari cukup jauh menuju dimana Siska dirawat.

"Kamu ngapain kesini?" tanya Tomi raut wajahnya tampak tak suka menatap Hasna.

 "Maaf, Ibu, ini siapa, ya? Karena disini dilarang untuk berdagang." tanya dokter. 

"Saya…"

"Dia bukan siapa-siapa, Dok. Dia hanya tukang jamu langganan mama saya," jawab Tomi menyahutinya. "Nggak usah dibahas wanita itu, Dok. Kami hanya ingin mengetahui gimana keadaan ibu saya?" ucap Tomi kemudian.

"Operasinya berjalan lancar. Hanya saja ada kendala," ujar dokter tersebut.

"Ada apa, Dok?" Tomi bertanya penuh kekhawatiran mewakili yang lain.

"Pasien membutuhkan transfusi darah dan kebetulan stok darah A rhesus negatif di rumah sakit ini kosong." 

"Apa, Dok? Kosong?"

"Iya, Pak. Apa ada yang sama dengan golongan darah dari ibu Nita?" ujar dokter itu kembali.

Mereka bertiga hanya celingukan.

"Bagaimana, Pak?" ulang dokter tersebut kembali bertanya.

"Dok, boleh beri kami waktu sebentar? Hanya sebentar saja," ucap Tomi.

"Iya, pak, silahkan. Saya tunggu di ruangan saya," jawab dokter tersebut lalu melangkah pergi dari sana.

"Bagaimana ini, Pa? Papa kan tahu kalau salah satu dari kita nggak ada yang sama dengan golongan darah mama."

"Kak, aku tau siapa orang yang bisa kita–"

"Hasna," jawab Tomi memotong ucapan Liza. Setelahnya Liza tersenyum sinis melihat ke arah Hasna.

"Hasna? Apa dia mau mendonorkan darahnya setelah apa yang kita lakukan padanya?" ucap Tigor tidak yakin.

"Tenang, Pak. Tomi bisa melakukannya kalian tunggu saja di sini."

Tiba-tiba Hasna menjadi salah tingkah karena tatapan dari mereka bertiga, "Ada apa?"

"Kamu ikut denganku sekarang," ucap Tomi sambil menyeret tangan istrinya pergi menjauh dari sana.

"Kita mau ke mana, Mas?" tanya Hasna.

"Jangan banyak bicara! Ikut saja."

Bugh! Tubuh Hasna didorong oleh Tomi sampai tubuhnya terbentur pada dinding rumah sakit. 

"Aww! Sakit, Mas."

"Berisik!" Sentak Tomi.

"Ka-kamu mau apa, Mas?" 

"Aku mau kamu donor kan darah untuk mamaku." Pinta Tomi dengan kasarnya.

"Apa? Kenapa harus aku? Tetapi maaf, Mas tapi aku tidak bisa. Aku kesini bukan untuk–"

"Kau sudah berani membantahku?"

"Aw, Mas! Sakit!"

"Makanya jangan membantah ucapanku! Sekarang kau ikut aku dan donor kan darah, kamu pada mamaku."

"Maaf, Mas. Tapi ku tidak bisa, sekeras apapun kamu meminta, aku tetap tidak akan mendonorkan darahku ini!" 

Plak!

"Kamu mau jadi menantu durhaka, hah! Mamaku itu mertuamu!"

"Cih! Mertua? Mertua yang seperti apa yang kamu katakan, Mas. Mertua yang sering mencaci maki menantunya sendiri? Membuat tangan menantunya seperti ini?" Hasna membentangkan telapak tangannya dan memperlihatkan luka yang ada di telapak tangannya.

Tomi hanya tersenyum miring melihat tangan Hasna yang tertutup kain 

"Seperti ini yang kamu maksud, Mas? Kamu lihat tangan aku ini? Lukanya meninggalkan bekas yang sangat perih! Dan coba, kamu lihat ini? Apa, Mas lupa dimana hari itu, kamu …."

"Cukup! Aku tidak sudi mendengar penjelasanmu itu! Sekarang turuti saja apa kataku, kalau, tidak kamu akan aku …."

"Apa? Mau menamparku lagi? Silahkan, Mas, tampar aku sepuas-puasnya!" 

"Kau!"

Seorang perawat rumah sakit ini tak sengaja melihat pertengkaran Tomi dan Hasna. Ia pun berjalan ingin menolong Hasna. "Ada apa ini? Kenapa bapak mau menampar wanita ini?" ucap perawat itu dan Tomi terkesiap menurunkan tangannya kembali dengan cepat.

"Saya ini suaminya!"

"Suami? Bapak suami dari ibu ini, tapi kenapa, Bapak kasar sekali sama ibu ini?"

"Maaf ini bukan urusan, kamu!" Jawab Tomi. 

Kemudian Tomi kembali mencengkram kuat tangan Hasna lalu menyeret menjauhkan perawat itu sampai di depan ruangan Nita di rawat.

Bugh! 

Hasna tak bisa membopong tubuhnya yang sedang menggendong bakul dan akhirnya Hasna terjatuh ketika Tomi mendorongnya.

"Apa-apaan, kamu Tomi! Ini di rumah sakit, bukan di rumah, apa kata orang nanti tentang, kamu!" Tigor berujar sambil berbisik. Semua mata sudah tertuju pada mereka.

Kemudian orang-orang yang berada di rumah sakit berhamburan keluar dari ruangan ingin tahu apa yang terjadi. Salah satu dari mereka membantu Hasna berdiri dan yang lainnya membantu memungut botol jamu.

"Kamu tidak apa-apa, Nak?" ucap Lelaki tua itu yang membantu Hasna.

Hasna menggeleng seraya menatap ke arah keluarga suaminya.

Dokter yang mendengar keributan di luar pun gegas keluar dari ruangannya.

"Ada apa ini? Astaghfirullah! Apa yang terjadi?" ucap Dokter itu setengah kaget melihat botol-botol jamu milik Hasna berserakan dan ada juga yang pecah.

Perawat yang tadi sempat memergoki pertengkaran Tomi dan Hasna berlari ke arah Dokter. 

"Dok!" Perawat itu mengatur nafasnya yang tersengal karena habis berlari. 

"Ada apa, Sus?"

"Lelaki itu telah melakukan kekerasan terhadap perempuan itu!" Ucap perawat itu sehingga membuat Tomi susah payah menelan ludahnya sendiri karena ucapan perawat tersebut.

"Apa benar, Bu?" tanya Dokter. 

"Maaf, Dok. Ini urusan rumah tangga anak saya. Biarkan anak saya membawa keluar istrinya itu," ucap Tigor sehingga ia lupa bahwa tadi ia sempat berkata bahwa Hasna adalah tukang jamu langganan istrinya.

"Pak!" Tigor terkesiap setelah Tomi menegurnya.

"Ja-jadi ibu ini istri, Bapak?"

"Astaghfirullah!" Mereka yang mendengarnya tak kalah kagetnya. 

"Tak sepantasnya, Anda berprilaku buruk kepada istri, Anda sendiri."

"Iya, dan pepertinya istri, Anda ini sangat tertekan sekali dengan, Anda. Dan penampilan istri, Anda saja beda jauh dengan penampilan, Anda." 

Tomi dan lainnya tak dapat menahan emosi karena orang-orang yang berada di rumah sakit itu menghardik mereka bertiga dengan tatapan mata tak suka.

"Ayo, Nak. Saya antar kamu pulang," ucap lelaki tua itu berkata kepada Hasna sambil membopong Hasna keluar dari rumah sakit.

*****

Jarum menunjuk jam 3 sore. Hasna merenung dengan nasibnya sendiri. 

"Bu, Hasna rindu sama ibu. Kenapa ibu pergi meninggalkan Hasna sendiri di dunia ini Bu? Hasna tak kuat lagi menahan rasa yang amat perih ini. Hasna tidak tau lagi harus apa. Hiks!" Hasna menangis tersedu-sedu sambil memeluk foto ibunya.

Tiba-tiba terdengar suara deruman mobil di depan rumahnya. Hasna segera beranjak dari duduknya dan berjalan menuju ke jendela mengintip siapa yang datang ke rumahnya. 

Hasna merasakan takut yang amat luar biasa. Tak berselang lama kemudian ia mendengar suara langkah kaki mendekati pintu kamar. Sedetik kemudian pintu terbuka dan tampak pria sangar telah berdiri di ambang pintu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei anjing!!! terlalu berlebihan dungu si hasna kau bikin anjing!!! pake otak g kau menulis cerita
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status