Share

Part 7 Penjual Jamu Milik CEO Tampan

7. Hari pertama bertemu dengan Hasna.

Oh, ya udah kalau begitu saya permisi dulu," ucap wanita tersebut dengan raut wajah kecewa lalu kembali berjongkok untuk menggendong bakul jamu, nya. 

"Hei! Tukang jamu!! Sini, kamu! Dasar wanita ganjen!!" 

Plakk!! 

Hasna terkejut ketika ada seorang ibu-ibu yang datang menghampirinya dan langsung memberi tamparan keras ke wajahnya. Wanita itu meringis sambil memegang wajahnya yang sakit.

"Ada apa ini?" tanya seseorang yang berada di sana.

"Wanita ini sudah ganjen sama suami saya. Tampangnya aja yang menyedikan sok-sokan jual jamu. Nggak taunya hanya topengnya aja. Suami saya masak di gangguin sama dia," ujar ibu-ibu itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah Hasna.

"Astaghfirullah, Bu. Saya nggak begitu!" Bela Hasna.

"Halla mana ada maling mau ngaku."

"Bu. Udah, Bu malu di lihat orang," ucap pria yang tak lain adalah suaminya.

"Maaf ya. Istri saya ini salah sangka. Ayo buk jangan bikin malu di sini." Pria itu berujar sambil menarik tangan istrinya pergi dari sana dan si ibu-ibu itu masih saja ngedumel dengan kata-katanya yang mengumpat Hasna.

"Kamu nggak papa, Mbak?"

"Aku nggak papa," jawab Hasna dan ia pun pergi dari sana dengan wajahnya malu karena kejadian itu.

Sebagai seorang pria, Sam iba melihat wanita itu menggendong bakul jamu yang mungkin berat baginya. Sam lantas memanggil wanita yang sudah jauh darinya itu.

"Mbak!" Dan wanita itu menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang. 

"Iya, ada apa, Pak?" tanya sang wanita tersebut.

Sam melangkahkan kakinya menuju wanita tersebut. "Maaf, Mbak. Saya mau beli jamu, nya," ucap Sam malu-malu karena tadi sempat menolak.

"Tadi katanya gak mau, kok, sekarang mau, " batinnya. Namun si wanita tidak memperdulikannya. Ia tetap ramah pada sosok lelaki yang tadinya menolak membeli dagangannya. 

"Silahkan diminum, Pak. Semoga Bapak suka dengan jamu buatan saya," ucapnya lalu Sam mengambil gelas itu dari tangan Hasna.

"Oh, ya, sepertinya, Bapak orang baru, ya di sini. Karena saya baru pertama kali melihat, Bapak," ucap Hasna kembali. 

"Em, sebenarnya saya orang sini, sih, tapi saya lama di negeri orang dan ini baru pulang lagi. Saya kesini cuma mau mampir sebentar ke tempat makan nasi Padang yang ada di sana." Tunjuk Sam ke arah tempat makan tersebut.

"Oh … pantesan," jawab Hasna seraya mengangguk.

"Jamu buatan, Mbak enak dan segar. Saya juga sudah lama tidak minum jamu. Oh, ya, kalau besok saya mau minum jamu ini, Mbak nya masih mangkal di pasar pagi ini, kan?"

"Iya, Pak, saya jualan di sekitar sini kadang saya mangkal kadang juga keliling." Jelas Hasna.

"Kalau boleh tau nama, Mbak siapa, ya. Jadi kalau besok saya mau beli jamu saya bisa mencari informasi sama orang-orang di pasar pagi ini. Atau, Mbak, nya, bisa langsung datang ke rumah saya. Ini kartu nama saya," ucap Sam sembari memberi kartu namanya kepada Hasna.

Namun tiba-tiba Hasna terdiam matanya membelak sempurna setelah melihat kartu nama yang diberikan oleh Sam tadi.

"Ini, kan…?"

"Oh, maaf. Saya salah memberi kartu nama saya," ucap Sam kembali merebut kartu nama itu.

Namun Hasna langsung mencegatnya. Sam pun kaget karena itu. "Bapak, kenal dengan nama di kartu, ini?" tanya Hasna dengan mimik wajah serius.

"Nggak. Saya tidak kenal siapa orang itu," jawab Sam. Tentu saja ia tampak sedikit kebingungan dengan pertanyaan Hasna. Ia pun mengambil kartu itu kembali lalu menukarnya dengan kartu namanya. 

*****

Satu jam yang lalu

Tomi dengan tergesa-gesa menarik kopernya keluar dari bandara. Kejadian yang baru menimpanya tadi membuat dia merasa kesal karena harus mengganti kacamata yang menurutnya hal sepele.

Lelaki tersebut mencari taksi di luar bandara tersebut dan kebetulan ada sebuah taksi yang seperti nya baru saja menurunkan penumpang. Dia berlari ke arah taksi itu sebelum taksi tersebut pergi.

"Pak! Tunggu!" Teriak Tomi.

Pak supir taksi yang merasa ada yang memanggilnya pun menengok ke belakang melihat ada lelaki yang berlari ke arah mobilnya.

Supir tersebut turun dari mobil. "Mas, panggil saya?" Tanya supir taksi tersebut menatap Tomi yang masih mengatur nafas.

"Iya, Pak. Tolong antar saya ke rumah sakit dekat taman kota. Saya lagi buru-buru."

"Wah … maaf, Mas. Saya harus menjemput penumpang lain. Mas harus pesen dulu kalo mau naik taksi saya." Tomi baru menyadari bahwa taksi yang ia panggil adalah taksi online karena dari pakaian sopir taksi tersebut.

"Tolong saya, Pak. Saya lagi buru-buru orang tua saya masuk rumah sakit. Saya baru pulang dari luar negeri. Saya takut ibu saya kenapa-kenapa jadi saya mohon. Nanti saya kasih lebih deh uangnya," ucap Tomi memohon dan memasang wajah memelas berharap sang supir mau mengantarnya.

"Emmm gimana ya. Saya —"

"Ini cukup, kan, Pak?" Tomi memberi uang ke pak supir tersebut dengan dalih mau mengantarnya.

"Ya udah deh saya anterin, Mas, nya."

"Yeh, dikasih duit banyak ajah baru mau bantuin!" kesel Tomi dalam hati.

Hanya butuh 5 menit saja mobil yang ditumpanginya Tomi tiba di rumah sakit. Ia keluar dengan tergesa-gesa, keringat dingin mengucur dari dahinya saat memasuki ruang rumah sakit.

Suara langkah kaki bergemuruh di lorong rumah sakit yang masih cukup hening di pagi hari. Tomi tergesa-gesa berlari menuju ke ruangan sesekali menabrak perawat atau orang-orang yang melintas. Dengan wajah paniknya dia lalu berjalan menuju ruangan yang akan ditujunya.

Saat berada di luar negeri, ia mendapat telepon dari Tigor yang mengatakan bahwa Nita masuk rumah sakit setelah mengalami kecelakaan dengan kondisinya yang sangat serius. Lantas membuatnya shock. Ia yang sedang bersama kekasihnya di hotel segera memesan tiket pesawat via online. Tomi tidak peduli dengan kekasihnya itu ketika merengek meminta Tomi agar tidak meninggalkannya sendiri di hotel. 

Namun Tomi tidak memperdulikan wanita itu karena yang lebih penting sekarang ini adalah pulang ke Indonesia untuk melihat keadaan orang tuanya di rumah sakit dibanding dengan wanita yang hanya untuk kepentingannya sesaat saja.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya dia tiba di ruangan tersebut. Dia melihat orang tuanya sedang duduk di kursi ruang tunggu ditemani adiknya liza yang sedang menangis sesegukan. Kemudian Tomi mendekati mereka.

Liza menyadari kehadiran kakaknya segera menghambur ke pelukan Tomi dengan erat dan menangis sejadi-jadinya di pelukan Tomi. Tomi mencoba menenangkan adiknya dengan mengelus punggung Liza yang masih terasa bergetar karena masih menyisakan isakan tangis. Liza pasti terguncang karena kecelakaan itu. Sedangkan Tigor berdiri di samping mereka menatap anak-anaknya yang kini sedang terpukul dengan kejadian yang menimpa keluarganya.

Perlahan Tomi melepaskan pelukannya lalu ia pun berkata, "Dek, mama pasti akan baik-baik saja. Mama pasti akan ditangani dengan baik oleh dokter."

"Iya, Kak. Liza berharap semua ini akan berakhir dan mama cepat kembali pulih lagi, hiks…," ucap Liza terisak menatap wajah Tomi.

"Iya, Dek. Kita berdoa saja, mama pasti kuat" jawab Tomi, kemudian menghapus pelan air mata di wajah Liza. Ia pun membalikkan badannya menatap ke arah Tigor.

"Gimana keadaan mama sekarang, Pa?" Tanya Tomi khawatir.

"Mama, kamu…." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status