Dua orang yang sangat kukenal. Pria yang sangat kucintai, kuhormati dan kurindukan saat ini. Dan wanita itu, Ibu, kah? Sepertinya bukan. Lebih mirip Bu Naji. Bapak dan Bu Naji.
Ada yang terasa perih saat melihat potret ini meski kutahu pasti, foto ini diambil ketika mereka masih lajang. Bukankah bapak pernah bilang kalau ibu dan Bu Naji itu bersahabat baik? Lantas apa maksudnya ini?
Hei, tidak!
Lihatlah, perut Bu Naji sedikit membuncit seperti ... orang hamil!
Kuamati setiap inchi tubuh wanita tersebut. Benar! Ini Bu Naji yang tengah hamil."Sebelas sebelas delapan tujuh," gumamku mengeja angka di belakang foto ini. Itu berarti 6 tahun sebelum aku dilahirkan. Bukankah Ibu, yang asli orang sini? Setauku bapak adalah perantau dari pulau sebrang yang menetap di sini setelah menikahi Ibu. Sebelum itu beliau mengontrak di kota. Tapi kenapa bisa foto ini diambil sebelum bapak tinggal di sini? Apa mungkin ada kejadian lain yang di maksud oleh ta
"Kami tidak mungkin menjelaskan kasus dalam keramaian seperti ini. Baiknya saudari Ira langsung ikut kami ke kantor."Kami berempat akhirnya mengekori dua polisi ini menuju mobil ke kantor polisi. Bu Nia menolak untuk ikut, silakan dipanggil jika dibutuhkan saja, katanya.Hening. Tak ada percakapan sama sekali dalam perjalanan kami, hanya sesekali isakan Bu Naji terdengar."Mari Pak, Bu, silakan duduk," tutur salah satu polisi ketika kami sudah masuk salah satu ruangan.Pak RT memberi isyarat padaku untuk duduk di sebelahnya. Sedang istrinya berada di belakang kami bersama Bu Naji."Jadi, saya akan jelaskan keseluruhan kasus ini secara global terlebih dahulu. Nanti akan ada pengambilan keterangan dari setiap personal untuk mendapat keterangan detilnya, jadi mohon disimak dengan baik. Begini,"Ku lihat Pak polisi di depanku mengambil napas dalam-dalam dan memperbaiki posisi duduknya terlebih dahulu sebelum mulai menjelaskan. Dia membaca sekil
P.O.V Bu Naji"Boleh saya tahu akan dipertemukan dengan siapa, Pak?"Tanya yang diucapkan Ira sambil berjalan agak tergesa mengejar polisi yang lebih dulu keluar ruangan introgasi. Sayangnya kulihat sepertinya tak ada tanda polisi tersebut hendak menjawab pertanyaan Ira, dia tetap berjalan lurus menuju pintu keluar."Pak Hadi selaku pendakwa kasus ini. Beliau ingin menjelaskan langsung kepada anda bagaimana skema kasus ini terjadi, motif dan hal lain yang dapat membantu memulihkan kembali bisnis keluarga anda." Samar kudengar jawaban polisi tersebut dari arah luar setelah keduanya tak tampak.Tubuhku panas dingin setelahnya. Hatiku berdebar tak karuan mendengar jawaban tadi. Ira akan dipertemukan dengan orang itu, Hadi. Orang dari masa laluku yang licik lagi cerdik itu. Bagaimana ini, bukan hanya hidup Aryo di masa kini yang Ia ketahui, bahkan hidup Aryo sebelum dilahirkan pun dia hapal. Aku takut, belum siap jika masa laluku harus dibuka kembali. Ata
"Apa ada uang atau barang lain yang hendak anda ambil sebelum berangkat? Mengingat agenda kali ini tidaklah sebentar.""Ndak ada, Pak. Tapi jika boleh saya tahu, siapa yang akan dipertemukan dengan saya kali ini?""Pak Hadi. Beliau adalah pendakwa kasus penggelapan dana rumah makan ini. Beliau ingin menjelaskan langsung kepada anda bagaimana skema kasus ini terjadi menurutnya, motif dan hal lain yang dapat membantu memulihkan kembali bisnis keluarga anda."Dengan langkah penuh semangat aku memasuki mobil kepolisian ini. Merasa akan menjemput suatu keajaiban, pasti setelah ini teka-teki dalam otak ini akan terpecahkan karena telah menemukan jawabannya. Ah, tak sabar ingin segera menaruh beban berat yang selama ini menggelayuti pikiran.Mobil melaju setelah dua polisi wanita ikut serta. Tadinya kupikir akan bertemu Pak Hadi di suatu tempat, ternyata tidak. Mereka akan mengantarku ke kantor polisi di pusat kota supaya mereka bisa mencocokkan data
Bukan Bu Naji ataupun Aryo yang diarak warga, mereka adalah Pak RT dan Bu RT.Seberani itu warga pada pemimpinnya? Memang apa sebenarnya yang dilakukan mereka sampai membuat warga mengamuk seperti ini?.Kusambar jilbab instant yang tergeletak di kursi dan melangkah menuju kerumunan ibu-ibu yang menonton arakan di depan rumah Bu Nia."Kenapa itu, Bu?""Kamu ndak denger? Sibuk ngitung uang mulu, sih!" nyinyir Bu Mita. Haduh, tinggal jawab aja apa susahnya, ish!. Dirasa tak ada tanda-tanda mereka akan menjawab pertanyaanku, aku berlalu dari kerumunan ini. Ndak kepo aku. Huh.Aduh!"Noh, lihat!" Bu Mita melotot setelah mencubit pinggangku. Kepalanya menunjuk pada teras rumah Bu Nia.Mataku menyipit, membaca papan pengumuman yang berdiri di meja samping teras Bu Nia. Sejak kapan papan itu nangkring di sana? Bukankah seharusnya ada di balai desa?."Tikus harus dibasmi... Amanah kok, tapi gengsi lalu mencuri... Periode drama pew
Nyatanya, foto itu tetap sama, foto seperti pasangan keluarga bahagia, ayah-ibu dan anak. Ya, bayi lelaki itu telah dilahirkan."M-maksudnya apa ini, Bu?" ucapku dengan mata mulai mengembun. Tanpa dijelaskan, hatiku sudah mulai menerka apa yang terjadi. Aku benci pemikiranku sendiri."Ini tak seperti yang kamu lihat, bukalah sampai akhir. Kau akan menemukan jawabannya."Hah? Apa ini?Pelaminan Ibu dan Bapak disertai Bu Naji yang berpose di samping mereka dengan menggandeng balita. Aku benar-benar tak mengerti. Pasalnya, tak ada satupun foto yang menampilkan wajah suami Bu Naji. Semua lelaki dalam album ini berwajah sama, Bapak."Saya benar-benar tak mengerti."Bu Naji menatapku lekat, sebelum akhirnya menjelaskan,"Ibu dan bapakmu adalah orang baik, Nduk. Mereka adalah pahlawan Ibu, tak pernah sekalipun meminta balasan atas apa yang telah mereka berikan untuk ibu.""Dulu, dulu sekali ketika Ibu dan ibumu
POV Bu Naji"Sebentar, Ra. Kamu ikut Ibu, ya. Kita menuju rumah sakit tempat Aryo dirawat, kondisinya memburuk. Bisa kan?" seruku pada Ira sesaat setelah telpon dari kepolisian kumatikan."Bisa, Bu."Gusti, kenapa bisa bareng-bareng gini sih, masalahnya. Di sini Pak RT sama Bu RT ketangkep, di sana Aryo sekarat. Bingung aku ini. Masalahnya mereka sama-sama membutuhkan aku. Entah bagaimana jadinya nanti kalau sampai mereka tahu aku ndak ada, dan memberikan kesaksian palsu. Bisa habis aku, mengingat bukti yang mereka punya mengarah padaku.Malam itu aku memang membantu Bu RT membersihkan klinik kosong samping rumahku, namanya juga ada tetangga repot, karena kulihat mereka membersihkannya tengah malam dan terburu-buru sekali jadi kuputuskan untuk membantu mereka.Setelah bersih, mereka memintaku untuk duduk kursi dan berpose seolah menulis data diri, untuk laporan katanya. Aku iya-iya saja, karena memang tak mengerti duduk perkaranya seperti apa. Bebe
"Selamat, ya. Anakmu lahir dengan selamat dan sempurna. Lihat ini," Tar memperlihatkan bayi merah digendongannya kepadaku."Aku akan mengadzaninya, jika kamu mengizinkan." Dia tersenyum, manis sekali. Aku mengangguk bahagia, "Boleh," sahutku."Apa kau sudah mempersiapkan nama untuknya?" Aku menggeleng."Bagaimana jika Aryo, Aryo Wicaksono. Agar anak ini, tumbuh menjadi orang yang bijaksana sesuai dengan namanya.""Nama yang indah, boleh juga." Aku mengiyakan sambil membelai lembut bayi laki-laki ini."Apa kau akan memberitahu suamimu perihal anak ini?"Senyum yang semula merekah di wajahku mendadak sirnah. Aku belum siap.Tiba-tiba tubuhku seakan ditarik, melayang menuju dimensi waktu yang lain."Ibu, aku ini anak haram ya? Kok aku nggak punya Bapak? Hu..hu..hu.." Aryo datang menangis sesenggukan dengan masih mengenakan seragam sekolah."Loh, Nak, kata siapa? Aryo punya, kok. Udah diam, ya. Jangan di dengerin. Mere
POV Ira"Kamu, k-kenapa bisa ada disini?" ucap Bu Naji terbata. Aku pun menoleh pada orang yang dimaksud Bu Naji."Saya turut berduka cita atas kematian putramu, Aryo."Bu Naji hanya diam, dia kembali pada aktivitasnya meratapi kubur anaknya. Hanya saja tak sehisteris tadi. Entah karena sudah puas melontarkan uneg-unegnya atau karena malu pada Pak Hadi. Ya, suara bariton yang tadi menyapa Bu Naji adalah milik Pak Hadi.Jadi, mereka sudah saling kenal, toh.Sekitar sepuluh menit, Bu Naji berdiri dan langsung keluar pemakaman tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Cepat sekali mood Bu Naji berubah, baru beberapa menit yang lalu dia begitu jinak bak kucing anggora, sekarang, malah seperti singa kelaparan. Ketus sekali."Bisa saya minta waktu anda?""Bukannya Bapak mau menemui Bu Naji?""Itu umumnya, khususnya adalah menemui anda. Mari, jika berkenan. Ada hal penting yang akan saya sampaikan."Aku mengekor Pak Hadi me