Ulangan semester telah dilaksanakan dari dua hari yang lalu. Baru dua hari tapi Qiya sudah ingin muntah dengan kertas-kertas soal. Qiya rasa ia benar-benar salah masuk jurusan, ia selalu mendapat soal yang berisi angka-angka, serius Qiya tidak suka menghitung. Ilmu yang diajarkan oleh guru selama satu semester ini juga tidak banyak yang masuk ke otaknya yaa salah Qiya juga, soalnya kalo belajar suka gak pokus dan tidur.
Hari ini ulangan pelajaran Biologi dan dua pelajaran lain, lumayan gak ketemu angka, besok baru hitung-hitungan soalnya Matematika Minat, padahal tidak ada yang minat. Qiya bisa sedikit bernapas lega hari ini. Walaupun tetap bikin pusing saat liat soal, banyak bahasa latin di soal Biologi yang bacanya saja Qiya tidak bisa. Salah apa Qiya sampai bisa nyasar ke jurusan Ipa? Sulit sekali ya ampun.
"Ren, liat LJK lo dong" pinta Qiya setelah melihat pengawas keluar dari kelasnya, semoga perginya agak lama.
Rena menoleh, lalu menyerahkan LJK nya. "Tolong tandain yang gue belum kalo lo udah,"
"Boro-boro sayaangg" jawab Qiya. Sarah yang duduk di sebelah Qiya mendelik mendengar kata sayang yang keluar dari mulut Qiya.
"Lesbian lo! Najis" makinya.
"Serius amat Sar, suka gue sama lo baru serius!"
Sarah mendelik, "buru ah itu tulis dulu nanti gue nyalin dari punya lo."
Sebelum Qiya selesai menyalin jawaban Rena ke LJK nya, pengawas kelas Qiya sudah masuk lagi ke kelas, mana hari ini jadwalnya guru killer. Tapi bukan Qiya namanya kalo panik. Rena pun santai-santai saja padahal LJK nya masih di Qiya.
"Nih Sar, kasihin ke si Rena" suruh Qiya.
"Ada pengawas dodol! Sieun urang mah," ucap Sarah.
"Tunggu lengah aja," saran Qiya.
"Oke,"
Dasar otak kriminal, Sarah berhasil mengembalikan LJK Rena tanpa ketauan pengawas, memang cerdas kalo soal begini. Biasa otak murid pasti lebih lancar buat dipake mikir hal kaya gini. Iya kan? Ahh sepertinya itu hanya berlaku untuk Qiya dan teman satu kelasnya.
.......
Jam istirahat kali ini Qiya merasa bosan karena hanya diam di dalam kelas, Rena, Imel, Sarah dan Rissa tidak mau di ajak ke kantin, mereka lebih memilih belajar untuk ulangan pelajaran selanjutnya, padahal buat apa belajar ujung-ujungnya mereka kerja sama juga kan. Memang ada Ajeng yang bisa Qiya ajak ke kantin, tapi Ajeng bilang kalo gak barengan males gak rame. Ya ampun, soal perut pun masa iya harus rame, serius Qiya laper banget.
Entah peka atau bagaimana, tiba-tiba Irham menghampirinya dan mengajak Qiya untuk pergi ke kantin bersama, terbaik memang Irham. Kalo Qiya bisa mengatur hatinya, Qiya ingin sekali kembali menyukai cowok itu, seperti saat mereka kelas 1 SMP, sayangnya hati Qiya sulit sekali untuk melupakan Fatur. Yasudahlah, jalani saja perasaannya.
"Yuk, laper banget gue,"
Sampai di kantin, Qiya langsung di sambut oleh suara Bara yang memanggilnya, "QIYAAA!!"
"BILA KAU BUTUH TELINGA TUK MENDENGAR"
"BAHU TUK BERSANDAR"
"RAGA TUK BERLINDUNG"
Terdengar suara Bara yang menyanyi dengan keras ditempatnya, Qiya menoleh menatap cowok itu yang duduk di kursi kantin dengan gitar di pangkuannya. Qiya dengan cueknya kembali melanjutkan langkahnya untuk memesan bakso dengan Irham.
"PASTI KAU TEMUKAN BARA DI GARIS TERDEPAN"
"BERTEPUK DENGAN SEBELAH TANGAN"
Lanjut teman-teman Bara yang mendukung Bara mengkode gadis itu. Sorakan riuh dari murid lain yang ada di kantin terdengar di telinga Qiya, ia mendengus dengan pelan mengabaikan segalanya.
"KAU MEMBUAT KU YAKIN," merasa di dukung oleh orang-orang di kantin Bara semakin semangat bernyanyi untuk Qiya.
"MALAIKAT TAK SELALU BERSAYAP"
"BIAR SAJA MENANTI"
"TANPA BATAS, TANPA BALAS"
"TETAP MENJELMA CAHAYA DI ANGKASA" sekarang Bara berdiri dari duduknya karena melihat Qiya yang duduk bersama Irham dengan jarak yang lumayan jauh dari posisinya.
"YANG SULIT TERTAMPIK DAN SUKAR TERGAPAI"
"QIYAAA!!!" Panggil Bara lagi ketika akan menyelesaikan nyanyiannya. Ini kantin udah rasa konser aja, Bara artisnya.
Qiya menoleh dengan muka yang sudah merah padam, tapi tetap tatapan matanya terlihat tajam ke arah Bara, ia seperti memprotes Bara karena tindakan ini.
"Ku mendambakanmu mendambakanku" suara Bara terdengar lembut di akhir nyanyiannya.
Tepuk tangan riuh terdengar setelah Bara membungkukan badannya di hadapan pengunjung kantin. Benar-benar seperti konser.
"Gaskeun Bar!!!" Sorak Aji yang duduk de sebelah Bara.
"Si Qiya gak luluh apa, kak Bara romantis banget mana ganteng lagi," pujian itu terlontar dari mulut anak kelas 1 ips yang Qiya tidak kenal namanya siapa.
Irham duduk santai di hadapan Qiya, mencoba cuek seperti Qiya, padahal hatinya memaki-mamaki Bara dengan kata-kata alay. Bilang saja Irham kalo kamu merasa tersaingi wkwk.
"Qiya, mau bawa baksonya ke kelas gak?" Tawar Irham, ia sangat beharap bahwa Qiya menyetujui tawarannya. Ia juga merasa bahwa Qiya sudah merasa tidak nyaman untuk mengisi perutnya di kantin.
"Males balikin mangkoknya nanti, udah lah sebentar doang makannya juga," tolak Qiya yang membuat Irham mendengus sebal.
"Yaudah."
......
"Mantap Bar!!! Gas terus si Qiya, jangan kasih enak si Irhaamm!!" Kompor teman-temannya saat mereka sudah memasuki ruang kelas untuk ulangan selanjutnya.
"Kalo si Acil tau, mampus maneh Bar!"
Yasir yang merasa ada yang tidak beres akhirnya bertanya. "Ngapain si Bara ke adik gue?"
"Aduh udah langsung peka aja," kata Riza.
"Aing tadi abis gombalin adik lo, Cil," ucap Bara mengaku.
"Anjing!! Mentang-mentang pelajaran MTK udah kemarin! Nyesel gue ngasih lo contekan!"
Teman-temannya termasuk Bara tertawa puas mendengar omelan Yasir.
....
Sedangkan Qiya, mukanya masih terlihat merah bahkan ketika ia sudah mulai mengerjakan ulangan bahasa indonesia. Sarah melihat perubahan wajah Qiya bertanya, "muka lo merah banget Qiy, kenapa? Sakit atau abis ketemu kak Fatur?"
"Syuutt!! Diem ah males gue!" Jawab Qiya.
"Kenapa sih?" Tanya Sarah. Mereka berdua tengah berbisik karena takut suaranya terdengar oleh pengawas killer itu.
"Iihh gue degdeggan, lo gak tau sih tadi di kantin kenapa! Gue malu anjay!!"
"Oohh emang ada apa sih? Gue cuma denger gosipan anak-anak sekilas"
"Malu gue ceritainnya juga!"
"Baper ya lo sama kak Bara?" Tuduh Sarah.
"Sembarangan lo! Buruan tuh kerjain ulangan!" Suruh Qiya kepada Sarah, ia ingin menghindari pertanyaan Sarah yang menuduhnya baper kepada Bara.
Hari pertamaclassmeetingini Qiya datang bersama Yasir jam 9. Qiya pikir acaranya sudah mulai, ternyata belum. Teman kelas Qiya sebagian tidak datang ke sekolah, padahal Qiya rasa acara ini akan rame sampai beberapa hari kedepan. Semoga ekspetasi Qiya tentangclassmeetingini benar, semoga tidak membosankan.Hari ini lomba cerdas cermat, pidato dan lomba futsal, yang bermain hari ini di lomba futsal hanya dua grup. Grup kelas 10 ips2 dan 11 ipa1 . Qiya hanya berniat menonton lomba cerdas cermat untuk mendukung Rissa dan Rena. Ia duduk di dalam aula baris paling depan bagian menonton.Rissa, Rena dan Ferra sudah siap di tempat peserta lomba. 5 menit lagi lomba dimulai. Ternyata duduk dan menonton cerdas cermat cukup membosankan, jika bukan karena Rissa dan Rena, rasanya Qiya ingin pulang saja.
"Lo suka sama si Fatur, Qiy?" Qiya mendengus kesal ketika indra pendengarannya berkali-kali mendengar pertanyaan yang sama dari Irham. "Kenapa sih si Irham harus peka kalo gue lagi liatin kak Fatur," gumam Qiya yang tidak mungkin terdengar oleh Irham yang jalan di belakangnya. "Hah? Apa Qiy? Gadenger gue," ucap Irham sambil mencondongkan badannya ke arah Qiya. Qiya bergidik ketika merasakan nafas Irham di dekatnya, ia mendorong dahi Irham agar menjauh. "Apaan sih! Gue gak ngomong sama lo!" Irham menegakkan tubuhnya, ia juga menatap sinis Qiya yang tidak juga menjawab pertanyaannya. "Lo suka sama si Fatur?!" Tanya Irham lagi dengan penuh penekanan.
Qiya terus memikirkan perkataan Bara siang tadi, ia tidak menanggapinya dengan serius tapi tetap saja hatinya berbeda dengan yang ia ucapkan. Tak bisa dipungkiri, Qiya terkejut mendengar pertanyaan Bara, ia jadi salah tingkat siang tadi. Malam ini, Qiya berguling-guling di kasur karena tidak bisa tidur. Pertanyaan Bara benar-benar tidak bisa hilang dari pikirannya. Semuanya terasa mendadak, ia tidak pernah berpikir Bara akan mengatakan hal itu secepat ini. Ia jadi takut jika besok ketemu Bara jadi canggung. Qiya meraih ponselnya berniat menelepon Rena untuk curhat. Tapi ia urungkan niatnya ketika melihat jam di ponselnya sudah menunjukan pukul setengan 12 malam, Rena pasti sudah tidur. Qiya akhirnya memutuskan untuk menonton drama korea yang belum selesai ia tonton. Qiya larut dalam
Qiya memukul bahu Rissa pelan, "lo bilang pada nongkrong di depan!""Yaa tadi memang pada nongkrong di depan! Gue gak tau kalo mau pada masuk, kan gak nanya," bela Rissa."Apa ?!! Qiyanya lagi ngamuk!!" Teriak Ajeng merespond panggilan seseorang dari luar pintu kamar Qiya."Heh! Ngapain di jawab!!" Kesal Qiya.Suara tawa menggema di luar, Qiya yakin teman-teman Yasir sedang memertawakan tingkah Bara yang iseng memanggil Qiya yang malah mendapat jawaban dari teman Qiya yang lain."Aahh anjir!! Ada kak Fatuuurrr!!!" Ucap Qiya prustasi.Gadis itu beranjak untuk menutup mulut Sarah yang terlihat akan jahil memanggil Fatur. Kurang ajar m
Yasir menghampiri Qiya yang sedang memasak nasi goreng di dapur, pagi sekali, kedua orangtuanya sudah pergi ke pasar, entah mau membeli apa. Mereka ditinggal tanpa makanan untuk sarapan. Jadinya ya terpaksa Qiya harus membuat sarapannya sendiri."Tambahin dong porsinya, gak inget punya kakak ya lo! Masak cuma buat sendiri," omel Yasir ketika melihat nasi goreng yang baru setengah matang itu."Bacot! Buruan ambil lagi nasinya" suruh Qiya.Yasir menyerahkan sepiring nasi putih untuk ditambahkan ke nasi goreng yang sedang Qiya buat. Setelah itu Yasir Membuka kulkas untuk mengambil susu, "eehh, mau ikut gak lo? Gue mau ke jembatan panjang"Tanpa menoleh Qiya menjawab, "kapan?""Ya sekara
Di seperempat jarak perjalanan mereka akhirnya sampai di tempat penukaran karcis dengan gelang kertas. Heri dan Putri bertugas menukar semua karcis mereka, jadi nanti tinggal dibagi gelangnya dan dipakai ditangan kanan masing-masing. Katanya sih wajib di tangan kanan, soalnya nanti di pertengahan jalan akan ada tempat scan kode yang ada di gelang, terus nanti mereka akan dapet satu gelas teh dan beberapa cemilan. Qiya duduk di bangku panjang yang tersedia di tempat itu, ia menyingkap celana kulotnya untuk melihat lututnya yang terasa perih. Yasir dan Bara juga ikut melihat lutut Qiya, mereka nampaknya khawatir. Qiya menoleh ke arah Fatur. Cowok itu tadi membantunya berdiri dan sempat menepuk-nepuk celana bagian lututnya untuk membersihkan tanah yang menempel disana. Serius, Qiya baper banget. Tapi sekarang, Qiya tidak melihat ekspresi
Qiya berjongkok di antara antrian ke Jembatan Panjang. Di depan mereka sekarang sudah terlihat Jembatan dengan panjang 243 Meter dengan tinggi 107 Meter di atas sungai. Qiya sedikit takut karena sudah melihat langsung sepanjang dan setinggi apa jembatan itu. Qiya itu orang yang takut ketinggian, tapi tidak sampai tahap Fobia. Qiya hanya tidak cukup berani untuk melakukan hal-hal ekstrem."Kaum rebahan di ajak keluar dikit ya gini, gampang lelah," sindir Riza yang berdiri di belakang Qiya."Sirikwae manehZa!" Bela Bara. Cowok itu terus saja mengambil kesempatan agar bisa dekat dengan Qiya, sekarang saja ia berdiri dengan setia di samping Qiya. Antrian ke Jembatan udah gak teratur lagi, mungkin karena pengunjung di hari libur ini membludak jadi kurang disiplin dalam antrian. Ini sih jadi terlihat kaya orang yang lagi
Mereka sampai di parkiran dengan keadaan lelah. Kaki mereka benar-benar terasa sakit karena di pakai jalan jauh. Terutama Qiya dan Putri, kedua gadis itu meminta untuk duduk dulu sebentar di sebuah warung yang ada di parkiran.Qiya melihat Fatur yang sedang bertelepon dengan seseorang. Ekspresinya biasa aja, mungkin bukan hal penting. Qiya menerima sebotol air minum yang di ulurkan Bara kepadanya. Ia langsung meneguk hingga habis setengah."Gilaa.. haus pisan heu Qiy?" Tanya Aji."Iya kak, parah dehidrasi. Tau gini bawa minum aja dari rumah" jawab Qiya.Tatapan Qiya tertuju kepada Bara yang menghampirinya, tapi ternyata cowok itu menghampiri Yasir yang duduk di sebelahnya. Aduh, maaf Qiya kepedean."Cil, si Fani telpon," ujar Fatur.Yasir mendongak, hatinya sedikit sakit ketika mengetahui gadis yang ia cintai menelepon mantannya yang katanya sudah tidak ada hubungan selain berteman. Sama seperti Yasir, Qiya juga merasakan hal yang sama