Gio pergi terburu-buru menuju pabrik kosong itu. Setelah seorang detektif swasta suruhannya memberitahukan lokasinya, Gio pun melaju dengan cepat. Dia harus segera membereskan perkara ini. Jika ingin menyelamatkan Kirey dan bapak mertuanya dari tuduhan palsu kakeknya.
Beberapa menit kemudian, Gio telah sampai di pabrik usang itu. Dia berjalan cepat menghampiri si penipu yang kondisinya sudah babak belur dihajar orang-orang suruhan Gio. Detektif swasta itu telah mengikat si penipu dengan tali yang cukup kencang di area tangan, kaki, juga bagian perutnya yang agak buncit.
Tidak hanya itu, kedua mata si penipu pun ditutup kain berwarna putih sehingga dia tidak bisa melihat siapa pun yang akan mengeksekusinya malam ini. Gio harus menyembunyikan identitasnya saat hendak memberi pelajaran pada sampah itu.
Detektif swasta dan beberapa orang suruhan Gio lainnya memberi hormat ketika Presdir Gio datang menghampiri mereka. Gio membuka maskernya dan memandangi wajah si pen
Malam itu, Gio diberitahu polisi bahwa Ellena mengalami kecelakaan lalu lintas dan meninggal dunia dalam perjalanan menuju Rumah Sakit. Sejak itulah, Gio merasa bersalah. Dia terus menerus menyalahkan dirinya sendiri atas kematian kekasihnya, Ellena. Sampai-sampai setiap malam, Gio harus mengalami mimpi buruk dan berhalusinasi tentang Ellena.“Kamu, pria brengsek Gio!” kata Sephia.“Kenapa? Apa kamu menyesal sekarang sudah mengenalku?” tantang Gio.“Tetapi, aku selalu saja jatuh cinta padamu. Kamulah yang membuatku nekat seperti ini. Sepeninggalnya Ellena, bukannya memilihku kamu malah menikahi gadis kampung itu! Aku tidak rela, Gio!”Gio tersenyum sinis mendengarnya. “Aku sudah sering mengatakannya dengan sangat jelas, bahwa aku tidak pernah mencintaimu Sephia,” tegas Gio.“Itulah alasannya Gio.”“Kamu bukan tipeku, Sephia. Aku memiliki standar sendiri memilih wanita yang aka
“Apa maksudmu mengundurkan diri dari perusahaan?” Tuan Gilberto terkejut mendengar keputusan Gio. Menurut pria tua itu, Gio sangat ceroboh dan tergesa-gesa saat mengambil keputusan. Mendadak sekali Gio mengatakannya.“Iya, jika Kakek bersikeras memisahkanku dengan Kirey, maka aku tidak punya pilihan lain. Aku akan meninggalkan semua yang Kakek wariskan untukku.”“Memangnya kamu sudah siap miskin, Gio?” Tuan Gilberto meragukan Gio.“Aku tidak peduli. Asalkan bisa hidup bersama Kirey, aku rasa itu tidak masalah.”Gio dan Tuan Gilberto saling berdebat. “Anak bodoh! Tidak tahu berterima kasih,” umpat Tuan Gilberto.Di ruangan tersebut, mereka masih berdebat. Semua orang yang tengah menyaksikan keributan itu pun akhirnya terpaksa keluar, meninggalkan ruangan itu dan memberikan privasi untuk kakek dan cucu itu saat sedang bernegosiasi.“Baiklah. Jika itu keinginanmu. Kakek tidak aka
Kirey masih harus mendapatkan perawatan intensif ibu hamil di Rumah Sakit. Dia masih belum sadarkan diri dari tidurnya. Gio keluar dari ruang inap kelas satu. Di luar kamar inap, Sammy masih bersabar, menunggu kabar dari Gio.“Gimana keadaan Kirey?” Sammy langsung memburu Gio.“Kondisinya masih lemah dan dia harus banyak istirahat selama bedrest,” Gio memberitahu.“Apa kata dokter? Kirey sakit apa?” Sammy panik dan terus memburu Gio dengan banyak pertanyaan.“Kenapa kamu masih di sini? Bukannya kamu harus pergi bekerja?” Gio heran. Dia mengalihkan pembicaraan. Namun, Sammy tidak memedulikannya. Fokus perhatiannya masih tertuju pada Kirey.“Aku akan menemani Kirey selama dia berada di Rumah Sakit. Sebaiknya, Anda pulang saja. Biar saya yang menggantikannya,” kata Sammy mengusir Gio secara halus.Apa? Gio membelalak. Ada apa dengan Sammy? Kenapa dia bersikeras ingin menjaga Kirey di s
“Kakek, maafkan Gio…” sesal Gio. Dia menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian yang menimpa pada kakeknya. Tangan Tuan Gilberto merespon. Air mata menetes di pelupuk mata kakeknya. Gio menyekanya.“Gi… Gio…” Suara Tuan Gilberto terdengar memanggilnya. Gio mendengarnya dan segera mendekatkan diri di samping kakeknya yang sedang berusaha bicara padanya.“Iya, Kek,” sahut Gio.Perlahan-lahan, Tuan Gilberto membuka matanya. Dia melihat Gio berada di sampingnya.“Kem… bali…lah ke kan… tor,” pinta Tuan Gilberto agak terbata-bata. Agak sulit kakek mengatakannya pada Gio.“Tapi, Kek,” Gio hendak menolak permintaan kakeknya. Namun, Tuan Gilberto diwakilkan Nyonya Maria memohon pada Gio. Agar cucunya itu bisa segera kembali memimpin perusahaan yang sudah ditinggalkannya akhir-akhir ini.“Kakek sungguh ingin aku kembali?” Gio memastikannya
DRRRRTTTT!Ponsel Kirey bergetar. Ada panggilan masuk dari Sammy, salah satu rekan kerjanya di kantor.“KIREY!” teriak Sammy dari seberang sana.Astaga! Mengagetkan saja. Kirey menjauhkan ponsel dari telinganya. Suara Sammy memekakkan telinganya.“Kamu bisa nggak bantuin aku?” tanya Sammy. Seraya meminta bantuan. Suaranya terdengar panik.“Bantuin apa, Sam?” Kirey ikut-ikutan panik mendengarnya.Sammy adalah sahabat terbaiknya di kantor. Seorang pria muda teman sekampus Kirey dahulu.“Kamu bisa nyetir, kan?” Sammy memastikannya lagi. Dia lupa-lupa ingat kalau Kirey pernah membawa mobil ke kampus waktu itu.“Bisa. Kenapa memangnya?” Kirey mengiyakannya.“Kamu mau nggak, gantiin aku jemput seseorang? Malam ini dia tiba di stasiun jam 7. Tolong, ya! Gantiin aku jemput dia. Aku sedang ada urusan keluarga,” Sammy memohon.“Berapa bayara
“Apa? Bannya kempes?” Kirey terkejut. Masa sih?“Ya sudah. Aku cari tambal ban dulu, ya. Kirey, bantuin dorong dong! Berat nih,” Sammy meminta bantuan lagi.“Dorong?” ulang Kirey. Sambil menghela napas panjang. Seharian ini dia sudah kelelahan. Ditambah harus mendorong motor Sammy pula. Ya Tuhan, ada apa dengan hari ini? tanya Kirey dalam hati.Mau tidak mau, Kirey ikut mendorong motor sembari melihat-lihat sekitar. Siapa tahu ada tukang tambal ban di sekitar sini, pikirnya.Satu jam lamanya, Kirey menemani Sammy di tukang tambal ban. Katanya, ban motornya menginjak paku. Jadi harus ditambal. Oke, tidak masalah. Lakukan saja. Sialnya, setelah selesai tambal ban sekarang malah Kirey yang harus membayar ongkos tambalnya.“Pinjam duit kamu dulu, ya. Nanti awal bulan kuganti semuanya,” kata Sammy dengan wajah memelas.Kirey mendengus kesal. “Ini namanya perampokan,” gerutu Kirey.
Tidak mungkin. Kirey tidak memercayainya. Jika pria semalam yang bernama Gio itu adalah Presdir di tempatnya bekerja.“Wanita jelek itu bekerja di sini rupanya. Dan namanya adalah Kirey. Hmm…” pikir Gio. Dia masih memandangi Kirey secara keseluruhan. Tetap saja, di mata Gio, Kirey sangat tidak menarik.Kirey masih menundukkan pandangannya. Dia tak berani menatap Gio. Pria itu pasti akan mengejek penampilannya lagi, pikir Kirey jadi berburuk sangka. Gio beranjak dari tempat duduknya. Dia berjalan mendekati Kirey.Tidak! Tidak! Jangan mendekat! Kirey memejamkan matanya. Dia tidak ingin melihat Gio yang kini berhadap-hadapan dengannya. Gio menyentuh rambut ikal Kirey, mengacungkannya sambil terheran-heran. Apaan nih? Rambut Kirey lengket banget. Belum sampoan, ya? tebak Gio sambil menunjukkan ekspresi jijik.“Kamu berpenampilan seperti ini ke kantor? Setiap hari?” tanya Gio. Apa?Kirey membelalak kaget. Memangnya kenapa?
Gio tergelincir dan jatuh di lantai. “Aaauuuuww!” dia mengerang kesakitan.Kirey menoleh ke belakang. “Ya ampun, Pak Presdir! Kenapa Bapak duduk-duduk di lantai yang basah?” sindir Kirey.“Apa katamu? Duduk-duduk?” Gio sewot.Kirey segera membantu Gio berdiri. Cari muka dulu di depan Presdir Gio. Padahal, di dalam hatinya dia sedang tertawa ngakak. Sukurin! Berlagu banget jadi Presdir.“Kamu tidak tahu, kalau aku tergelincir dan jatuh di lantai yang basah ini, hah? Ini semua gara-gara kamu pastinya,” semprot Gio langsung menuduhnya.“Oh, Pak Presdir terjatuh. Maafkan saya kalau gitu, Pak!” sesal Kirey. Namun, dia terlihat seperti sedang menahan tawa.“Kenapa ekspresimu begitu? Kamu senang ya, aku jatuh kayak gini?” Gio curiga.“Ah, bukan begitu, Pak. Lagian, suruh siapa saya harus mengepel lantai di sini? Bapak, kan?” Kirey melawan. Dia memutarbalikkan