Share

Me After You
Me After You
Penulis: Si Nicegirl

Sebuah Ingatan

“Anda mau saya bawakan majalah atau sebagainya untuk menemani anda di sini, Lady Belle?” tanya Cecil setelah membantu Belinda berbaring kembali di tempat tidurnya. Tubuhnya belum pulih sepenuhnya, jadi ia masih harus lebih banyak istirahat lagi.

“Tidak perlu, Cecil. Tolong nyalakan saja televisinya dan letakkan remotenya di meja ini,” jawab Belinda sambil menunjuk meja nakas di sebelahnya.

“Baik, Lady.”

Setelah menyalakan televisi, pelayan pribadinya itu meletakkan remote di tempat yang telah ditunjuk Belinda tadi. 

“Kalau anda membutuhkan sesuatu, anda bisa menekan tombol ini, seperti biasanya saya akan segera membantu anda," ujar Cecil sebelum keluar dari kamar itu.

Belinda mengangguk pelan, ia merapikan selimutnya saat mencoba untuk tidur tapi ternyata matanya sulit untuk diajak berkompromi, karena selama setengah jam ia hanya membolak-balik badannya tanpa bisa tidur sedikitpun.

Menyerah untuk mencoba tidur siang lagi, Belle pun akhirnya duduk bersandar di kepala tempat tidur, ia meraih remote di meja sebelahnya dan mulai memilih channel yang akan ia tonton.

Hingga akhirnya sebuah kebakaran besar menarik perhatiannya. Ia menambah besar volume suaranya dan mulai fokus pada isi berita itu.

Sebuah Palazzo yang habis terbakar di Spanyol itu menelan korban beberapa orang pelayan yang tidak sempat menyelamatkan diri saat kejadian. 

Belum diketahui penyebab dari kebakaran yang hanya menyisakan dinding-dinding batu itu, tapi kerugian diperkirakan menyentuh angka ratusan juta USD.

“Wow, angka yang luar biasa besar!" seru Belinda, 

“Sayang sekali habis terbakar seperti itu, padahal sejak dulu aku ingin sekali mengunjungi Palazzo tua itu dengan Marina dan Dario,” lanjutnya, entah kenapa hatinya seketika menjadi mellow.

Kebakaran yang terjadi kurang dari satu bulan yang lalu itu masih menjadi perbincangan hangat di Spanyol. Bahkan sang pemilik Palazzo, Don Victorino masih menempati trending topik nomor satu di negara itu.

“Don Victorino? Kenapa namanya terdengar tidak asing di telingaku ya?” gumam Belinda.

“Sudah pasti kamu pernah mendengar namanya, Mi Hijo. Namanya sering disebut di kalangan bangsawan lainnya,” celetuk mamá Juana yang baru memasuki kamar Belinda.

Ia membiarkan mamánya itu mengambil remotenya untuk mematikan televisi itu sebelum meletakkan kembali ke meja nakas dan duduk di samping Belinda.

Kedua tangan hangatnya menangkup pipi Belinda saat bertanya,

“Kenapa kamu tidak istirahat, Sayang?”

“Tadi aku sudah mencobanya, Má. Di mana Felipe?”

“Hari ini Felipe sudah mulai masuk sekolah. Tadi GG (Great-Grandfather) yang mengantarnya sendiri.”

“GG? Dia sayang sekali dengan Felipe ya, Má. Apa benar dia ayahnya Papá, Kakekku?” tanya Belinda.

“Sí, Mi Hijo,” jawab mamá Juana lirih.

Belinda meraih tangan mamá Juana untuk meremasnya dengan erat. Selama satu bulan ini mereka telah saling mendukung, saling menghibur satu dengan yang lainnya.

Belinda tahu betul, mamá Juana masih menyimpan kesedihan akibat kematian papá Raphael. Bagaimana tidak, selama ini baik Belinda maupun mamá Juana sangat membenci papá Raphael karena lilitan hutangnya yang bukan hanya membuat mamá Juana menderita, tapi juga Belinda.

Tapi ternyata dugaan mereka salah, seseorang telah membunuh papá Raphael dan menekan keluarganya dengan surat hutang palsu. Tujuan utama pria itu adalah Belinda, penerus dan pewaris dari Duke of Deshire.

Untungnya semuanya terbongkar sebelum tujuan pria jahat itu tercapai. Kini, mereka telah berkumpul kembali bersama dengan GG William, yang telah menghabiskan banyak waktu untuk menemukan mereka.

“Papá sekarang telah tenang di surga, Má. Papá pasti sedang tersenyum sekarang melihat kita telah kembali berbahagia, kesehatan Mamá telah membaik, dan Felipe sudah mulai masuk sekolah, dan pria jahat itu telah menerima hukumannya.”

Sambil tersenyum lembut, mamá Juana menepuk pelan punggung tangan Belinda,

“Ya, itu pasti. Mamá sangat merindukannya, Belle.”

Belinda memeluk erat mamá Juana, akhirnya ia dapat merasakan kembali pelukan hangat mamánya setelah beberapa bulan terpisah. Karena apa? Entahlah, tidak ada satupun dari keluarganya yang mau menjelaskannya.

Apa penyebab kecelakaannya pun Belinda tidak tahu. Semuanya tiba-tiba terdiam tiap kali Belinda menanyakan hal itu. Alih-alih menjawab, keluarganya lebih memilih mengalihkan pembicaraan mereka.

Jadi, Belindapun tidak mau tahu lagi apapun penyebab dirinya itu harus terbaring di rumah sakit dalam jangka waktu yang lama. Keluarganya pasti memiliki alasan tersendiri untuk tetap merahasiakan itu darinya. Yang penting sekarang, ia telah kembali pulih sepenuhnya.

Mamá Juana melepaskan pelukannya, senyum hangat yang tidak pernah terlepas dari wajah cantiknya saat bersama dengan Belinda membuat hati Belinda menjadi jauh lebih tenang.

“Ada Henry di bawah. Tunanganmu itu meminta izin untuk bertemu denganmu, apa kamu mengizinkannya?” tanya mamá Juana.

“Tentu saja boleh, Mamá. Aku lumayan terhibur jika ada Henry di dekatku. Aku sungguh beruntung memiliki tunangan setampan dan sebaik dia, ya kan Má,” jawab Belinda sambil tersipu malu.

Mamá tersenyum tipis sebelum mengecup kening Belinda,

“Kalau begitu mamá akan memintanya ke kamarmu. Kamu mau berganti pakaian dulu?”

“Tidak usah, Má. Henry tidak akan keberatan melihatku seberantakan ini.”

Mamá Juana mengangguk pelan sebelum melangkah keluar kamar. Belinda hanya menyamankan posisi duduknya dan merapikan rambutnya dengan menggunakan jemari tangannya sebelum akhirnya seseorang mengetuk pingtunya,

“Masuk!” seru Belinda yang sudah dapat menebak kalau Henry lah yang berada di balik pintu itu.

Seperti biasa, pria itu tersenyum memikat padanya tiap kali bertemu dengannya. Langkahnya terlihat mantap saat melangkah mendekat sebelum duduk di tempat mamá Juana tadi duduk.

"Merasa lebih baik?' tanyanya sambil menyunggingkan senyum yang bisa dengan mudah membuat para wanita melemparkan diri mereka pada pria itu.

“Jauh lebih baik dari kemarin dan kemarinnya lagi,” jawab Belinda.

“Syukurlah. Aku tidak berhenti memikirkanmu, dan tidak dapat menahan diriku untuk memastikan kalau kamu baik-baik saja dengan mata kepalaku sendiri.”

“Terima kasih,” ucap Belinda dengan wajah yang merona merah.

Henry meraih telapak tangan Belinda untuk mengecup punggung tangannya dengan lembut,

“Dan tiada hari aku lewatkan tanpa merindukanmu, Cintaku. Aku tidak sabar untuk segera menikahimu dan menjadikanmu milikku sepenuhnya,” godanya dengan suara selembut beledu.

Rona di pipi Belinda bertambah memerah lagi, dan ia tahu Henry sangat senang melihat kalau dirinya telah meleleh karena kata-kata manisnya itu.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
evi 091
ketemu dsini k nice...
goodnovel comment avatar
oooo
ini cerita nya berubah atau bagaimana yaa..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status