Dengan dibantu Henry, Belinda melepas manset panjangnya untuk ia serahkan pada salah satu pelayan rumah keluarga Nelson sebelum memasuki rumah besar itu. Henry memberikan lengannya untuk Belinda rangkul dan Belindapun tanpa ragu lagi mengapit lengan Henry itu dengan lengannya, lagipula itu bagus mengingat kondisi kesehatannya yang belum sepenuhnya pulih. Mereka mengikuti langkah pelayan lainnya yang mengarahkan mereka ke ruangan tempat pesta berlangsung, yang ternyata pestanya berlangsung di sebuah aula besar dengan banyaknya tamu undangan yang telah hadir di sana. Terlihat beberapa pasangan yang sedang berdansa di tengahnya. Dengan sesekali sang pria memutar wanitanya, membuat gaun mereka yang sangat cantik dengan bermacam warna itu mengembang indah menyapu kaki pasangan mereka. Deja Vu … Belinda seperti pernah mendatangi pesta seperti ini, tapi di mana? Ia menekan keningnya yang secara tiba-tiba merasa nyeri. Langkahnya yang seketika itu terhenti membuat perhatian Henry tertuju
Ini adalah hari pertama Victorino berada di London, di sebuah Mansion mewah yang berada tidak jauh dari Mansion Duke of Deshire tempat Belinda dan juga putranya berada. Pemilik Mansion itu merupakan sahabat baiknya saat di perguruan tinggi dulu, yang dengan senang hati meminjamkan Mansionnya untuk Victorino, tapi alih-alih meminjamnya, Victorino justru membeli Mansion itu dengan harga dua kali lipat dari harga pasaran. Tentu saja sang pemilik Mansion tidak dapat menolak tawaran menggiurkan itu, lagipula biaya perawatan Mansion itu pun kian tahun kian bertambah, sementara pemasukannya sedikit berkurang. Dengan tempat tinggalnya yang berada tidak jauh dari Mansion Belinda, Victorino dapat terus mengawasi wanita itu, juga putra mereka, Felipe. Sambil mencari waktu yang tepat untuk mendekati mereka. Dan terutama Felipe, ia sama sekali belum tahu apa yang harus ia lakukan untuk mengambil hati putranya itu. Karena sejak pertama mereka bertemu, putranya itu telah sangat membencinya dan me
“¿él se fue? (Apa dia sudah pergi?)” “Ya. Pero. ¿Quién es él? (Ya, sudah. Tapi siapa pria itu?)" ulang Henry dengan tidak sabar. “No me prequentes eso, por favor, (Jangan tanyakan itu padaku, kumohon,)” pinta Belinda sambil kembali menekan dadanya yang masih terasa sakit. “Belle, perlu ke rumah sakit?” “Tidak, jangan, Aku tidak apa-apa." Meski begitu Henry tetap khawatir, ia segera merangkul Belinda tapi wanita itu berusaha menepis tangan Henry, “Belle, aku tidak mau kamu jatuh dan melukai dirimu sendirfi, biar aku memapahmu seperti ini.” “Aku bisa sendiri, Henry.” “Tidak, kamu terlalu lemah untuk itu. Apa kita pulang sekarang saja?” “Ya, antar aku pulang … Aku mau istirahat,” lirih Belinda sambil melingkarkan lengannya di pinggang Henry. “Perdóname, seharusnya aku tidak mengajakmu dansa. Seharusnya aku bersikeras mengabaikan saran Mrs. Nelson tadi. Karena memang seharusnya kamu belum boleh terlalu banyak beraktifitas,” ucap Henry sambil terus memapah Belinda melewati tamu u
“Kenapa anda diam saja, My Lady?” tanya Cecil yang sedang membantu Belinda menyisiri rambutnya. Dua jam sudah Belinda sampai sejak kembali dari Mansion keluarga Nelson. Dadanya sudah tidak terasa sakit lagi begitu juga dengan kepalanya. Baru kali ini kepala Belinda kembali sakit tanpa disertai dengan potongan ingatannya yang kembali. Kepalanya terasa sakit begitu saja setelah ia merasakan sakit di area dadanya. “Umm, Cecil. Bukankah kamu pernah bekerja di Palazzo yang terbakar itu?” tanyanya. Kedua mata Cecil membola, tangannya yang sedang menyisiri rambut Belinda terhenti di udara, ia menatap pantulan diri Belinda di cermin, “Kenapa tiba-tiba Seńorita menanyakan hal itu?” tanyanya. “Aku hanya ingat kalau kamu pernah cerita kamu bekerja di sana. Apa kamu tahu penyebab kebakaran besar itu?" “Maaf, My Lady, tapi saya tidak mengetahui penyebab kebakaran itu. Karena saat itu saya sudah bekerja pada anda,” jawab Cecil. “Ya, mungkin kamu bisa mencari tahu dari teman-temanmu di sana
“Perdón, Don Victorino. Menurut Cecil hari ini Tuan Muda Felipe meminta Señorita Belinda yang mengantar dan menjemputnya sekolah. Apa anda tetap akan melanjutkan rencana anda untuk bertemu dengan Tuan Muda?” lapor Erasmo sesaat setelah Victirino selesai mengancingkan jas hitamnya. Victorino segera berpaling pada asisten pribadinya itu, “Bagus! Dengan begitu aku tidak hanya dapat bertemu dengan Felipe, tapi juga Belle. Dan kali ini tanpa adanya si pengacau Henry yang akan mengganggu kami." “Umm, ada hal yang ingin saya sampaikan pada anda, Don Victorino. Ini mengenai Felipe … ” “Ada apa dengan putra saya?” tanya Victorino dengan panik padahal Erasmo belum selesai bicara. “Bisa anda tolong tahan diri anda sebentar untuk tidak menginterupsi selama saya memberitahukan kabar terbaru yang saya terima ini, Don? Saya takut saya menjadi lupa dengan apa yang akan saya ceritakan kalau anda terus-menerus memotongnya,” pinta Erasmo. “Baiklah, silahkan lanjutkan!” Victorino duduk di salah s
"Apa sudah masuk jam pelajaran?" tanya Victorino pada Erasmo saat mobilnya telah parkir di area dalam sekolah. Memang donatur utama sekolah itu adalah William, Duke of Deshire. Tapi Victorino memiliki orang dalam yang sangat setia dengannya karena hutang budinya di masa lampau, hingga Victorino dapat melenggang bebas ke dalam sekolah yang sangat eksklusif itu. “Justru ini sudah masuk jam istirahat, Don. Kalau anda ingin bertemu dengan Tuan Muda, anda bisa mendatanginya ke ruang makan atau bisa juga bicara dengannya di ruang Kepala Sekolahnya,” sara Erasmo. “Hubungi saja Mr. Colin kalau saya sudah berada di sekolahnya dan akan menuju ruangannya. Pasti ada CCTV kan di setiap kelasnya?” “Ya, seharusnya ada, Don. Baiklah saya akan menghubungi Mr. Kevin sekarang juga.” Selama Erasmo menghubungi Mr. Kevin, Erasmo keluar dari mobilnya untuk mengedarkan pandangannya ke sekeliling area sekolah itu hingga matanya menangkap sesosok wanita yang sedang melangkah dari dalam sekolah ke area par
Dulu, saat Belinda masih menjadi pelayan pribadinya, Victorino memang sering memintanya untuk membuatkan Caffee Latte untuknya. Kopi yang aneh menurut Belinda saat itu. Apa itu berarti ingatan Belinda telah kembali?" Tidak mau merusak momen membahagiakan itu, Victorino pun bersikap seperti biasa saja, seperti tidak terjadi peristiwa yang aneh sedikitpun. Ia kembali menatap baristanya saat menjawab, “Ya, seperti yang dikatakan Nona ini.” Bahkan saat mereka duduk di meja yang terletak di sudut kafe itu, Belinda sama sekali tidak membahas masalah itu. Tidak pula bertanya-tanya kenapa wanita itu bisa mengetahui keinginan Victorino dengan sangat baik. Wanita itu terlihat … Biasa saja. Hanya saja tangannya sesekali masih menekan dadanya. “Apa kamu memiliki riwayat penyakit jantung?” tanya Victorino. Pertanyaan yang wajar untuk orang yang baru saling mengenal. Tapi ia mulai mengganti kata anda dengan kamu, agar hubungan mereka selangkah lebih maju lagi, lebih dekat dan lebih akrab l
“Apa kamu pernah bekerja sebagai barista? Sepertinya kamu tahu banyak tentang hal itu?” tanya Belinda dan Victorino pun kembali tergelak. Astaga, telah lama sekali ia tidak pernah tertawa lepas lagi seperti ini. Wanita itu telah menyebabkan Victorino menderita selama enam tahun karena perbuatan jahatnya itu. Kejahatan yang meyebabkan dirinya berubah seratus delapan puluh derajat menjadi pribadi yang dingin dan keras. Tanpa seulas senyumpun yang terukir di wajahnya, wanita itulah yang telah menjadi penyebabnya. Tapi ... Wanita itu pula yang menjadi obatnya, yang berhasil menyembuhkannya dari penyakit dendamnya itu. 'Suatu hari akan datang seseorang yang akan mencintaimu dengan tulus, yang akan memelukmu dengan erat, dan yang akan membuatmu bahagia hingga luka di hatimu itu sembuh begitu saja.' Ucapan Belinda kala itu terngiang lagi di telinganya, seolah wanita itu sedang mengungkapkan kata-perkatanya lagi. 'Kamu salah, Belle. Apapun yang kamu katakan malam itu tidak semuanya ben