Share

Bab 6 Makan Siang Bersama

Billy terdiam dengan ekspresi yang sulit ditebak setelah mendapatkan pertanyaan dari Pak Edwin. Sebenarnya, dia masih tidak menyangka kalau dia akan bertemu kembali dengan Nindy setelah sekian lama berpisah.

Sudah 6 tahun berlalu dan selama itu, Billy tidak pernah mendengar kabar Nindy lagi, karena setelah keduanya putus, Billy kehilangan jejak mantan kekasihnya itu. Tidak pernah terbayangkan olehnya jika dia akan bertemu lagi dengan Nindy di kantor milik orang tuanya. Padahal, tujuan utama Billy ke kantor cabang di Surabaya adalah untuk menyelidiki kasus penggelapan dana yang dilakukan oleh salah satu karyawan kantornya.

"Pak Billy," panggil Pak Edwin ketika melihat Billy tampak sedang melamun.

"Ya. Bagaimana, Pak?"

Pak Edwin pun mengulangi pertanyaan yang sejak tadi belum dijawab oleh Billy.

“Tentu saja. Siapa pun yang terlibat dalam kasus penggelapan ini, pasti akan saya proses secara hukum. Tidak ada pengecualian untuk karyawan yang sudah merugikan perusahaan.”

Pak Edwin menghela napas pelan mendengar keputusan Billy. “Saya harap Nindy tidak terlibat dengan Pak Hengky.”

Billy tidak menjawab, dia menekuk kedua tangannya di atas meja, lalu menautkan jemari tangannya. Tidak nampak ekspresi apa pun di wajah tampannya saat ini, dan itu membuat Pak Edwin sedikit waspada, karena Jujur saja, dia tidak bisa menebak jalan pikiran Billy saat ini.

*****

Saat jam makan siang tiba, Dewi berjalan menuju ruangan penyimpanan untuk menemui Nindy. Dia nampak menghela napas ketika melihat Nindy sedang memilah berkas yang berserakan di lantai. Sebenarnya dia merasa kasihan pada Nindy karena harus mencari berkas sendirian tanpa bantuan orang lain, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk meringankan tugasnya.

Sebelumnya, dia sudah mengusulkan diri pada Pak Edwin untuk membantu Nindy mencari berkas. Namun, ditolak oleh pada Edwin. Lebih tepatnya, Billy melarang siapa pun membantu pekerjaan Nindy. Entah apa alasannya, yang pasti tidak ada yang berani membantah perintah Billy.

“Nin, dipanggil Pak Edwin.”

Nindy yang sedang duduk di lantai seketika mendongak menatap Dewi yang sedang berdiri di pintu.

“Dipanggil kenapa?” tanya Nindy, dia belum juga beranjak dari duduknya karena merasa kaki sedikit kebas karena terlalu berjongkok di lantai saat mencari berkas.

“Gak tahu. Ditunggu di ruangan Pak Billy.”

Nindy langsung meletakkan berkas yang berada di tangannya dengan kasar, kemudian menyusul langkah Dewi.

“Capek, ya?” Dewi menatap Nindy dengan wajah tidak tega. Temannya itu terlihat seperti kelelahan. Bagaimana tidak lelah, sejak pagi hingga siang hari, dia terus berkutat dengan banyak berkas tanpa istirahat. Padahal, biasanya Nindy bisa bersantai menjelang waktu jam istirahat.

“Iya, kamu sih gak mau bantuin aku,” kata Nindy seraya mensejajarkan langkahnya dengan Dewi.

“Mau, tapi gak dibolehin sama pak bos ganteng.” Dewi menyipitkan mata pada Nindy, lalu bertanya dengan penasaran, “Kamu pernah buat salah ya sama Pak Billy? Kenapa Pak Billy kayak kesel gitu sama kamu?”

Diam-diam Dewi memperhatikan gerak-gerik Nindy dan Billy setelah kejadian Billy menegur Nindy saat acara perkenalan pagi tadi. Dia melihat kalau Billy sepertinya tidak suka dengan Nindy. Sikapnya terhadap Nindy terlihat sedikit berbeda dibandingkan dengan karyawan lain.

“Yang ada tuh dia yang udah buat salah sama aku. Seharusnya aku yang kesel sama dia, bukan sebaliknya.”

Nindy melenggang pergi sebelum Dewi sempat menanyakan maksud dari perkataannya. Nindy memasuki ruangan Billy setelah mengetuk pintu. Dia ruangan itu ada Pak Edwin dan Billy. Pak Edwin terlihat duduk di depan meja kerja Billy seraya memegang berkas, sementara Billy sibuk dengan ponselnya.

“Permisi, Pak. Dewi bilang Bapak memanggil saya.”

Pak Edwin bangkit dari duduknya dan tersenyum. “Iyaa. Ikut kami makan siang di luar, ya?”

Nindy melirik Billy dari ekor matanya sebelum menjawab pertanyaan Pak Edwin. "Maaf, Pak, saya gak bisa. Saya udah janji makan siang sama Dewi.”

Sebenarnya itu hanya alasan Nindy saja agar dia tidak makan siang bersama Billy dan yang lainnya. Jika ajakan makan siang ditanyakan saat Billy belum bekerja di kantornya, mungkin Nindy akan dengan senang hati menerima tawaran tersebut, tapi karena ditanyakan sekarang, tentu saja dia akan menolak. Dia ingin menghindari kontak seminim mungkin dengan mantan kekasihnya itu.

“Ya sudah, ajak Dewi aja sekalian,” tawar Pak Edwin. “Kami panggil aja dia sekarang. Saya dan Pak Billy tunggu di bawah.”

Tidak memiliki alasan lain untuk menolak, akhirnya Nindy menyetujui ajakan tersebut. Dia segera pergi ke ruangannya untuk memanggil Dewi. Saat tahu kalau mereka akan makan bersama dengan Billy, Dewi langsung menjerit histeris.

Dia terlihat sangat antusias. Bahkan, dia sampai membuat kehebohan dalam ruangan tersebut, hingga membuat beberapa orang menatap tidak suka padanya. Beberapa orang yang mendengar percakapan Nindy dan Dewi merasa iri, karena hanya mereka berdua yang diajak makan siang. Padahal, mereka juga ingin merasakan makan bersama dengan Billy.

“Nin, kamu ikut mobil Pak Billy aja sama saya, biar Dewi ikut mobil tim audit,” ucap Pak Edwin setelah keduanya tiba di parkiran.

Ingin menolak, tapi tidak enak hati dengan Pak Edwin, akhirnya Nindy hanya bisa mengangguk. Sementara itu, Dewi menampilkan wajah kecewa. Dia pikir akan berada di mobil yang sama dengan Billy, nyatanya dia harus ikut mobil lain. Beruntung masih ada Pak Angga, jadi Dewi masih sedikit terhibur, setidaknya masih ada wajah tampan lainnya yang bisa dia lihat.

“Nin, kamu duduk di belakang aja sama Pak Billy, biar saya duduk di depan,” ucap Pak Edwin ketika Nindy akan membuka pintu mobil depan yang berada di samping kursi kemudi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status