Setelah sampai di kantor, Eros langsung menuju ruang kerjanya dan mulai sibuk dengan tumpukan dokumen yang harus ia periksa.
Dia mendengkus menatap tumpukan dokumen yang sudah menjadi makanannya selama tujuh tahun ini.
Ya, begitulah kerjaan Eros setiap hari. Memeriksa berbagai dokumen, bertemu dengan dewan direksi perusahaan lain baik itu perusahaan dalam negeri ataupun luar negeri, dan berbagai pekerjaan lainnya.
Bahkan dalam satu bulan dia bisa pergi ke berbagai negara beberapa kali. Belum lagi mengurus urusan kakak keduanya, Endru.
Jika ada orang yang menginginkan hidup seperti Eros, mungkin dengan senang hati ia akan menukarnya.
***
Tok tok tok!
Tok tok tok!
"Masuk," kata Eros tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen-dokumen itu.
Seseorang bertubuh tinggi tak jauh berbeda dengannya langsung masuk dan dengan santainya merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di ruangan itu.
Eros melirik sekilas, lalu sepasang obsidian kembarnya kembali sibuk mengecek dokumen di depannya. Dia sudah terbiasa dengan kelakuan sesuka hati sahabatnya itu.
"Ayo makan!" Ajak orang itu yang sudah mengubah posisinya yang semula berbaring menjadi duduk tegap.
"Aku sibuk," tolak Eros tanpa melihat kearahnya.
"Aish! Aku ini Kakak iparmu. Berlakulah sopan sedikit," cibir pria bernama lengkap Arya Geovani itu.
Eros hanya memutar bola matanya jelak. Apa pria di depannya ini sadar dengan apa yang baru saja ia ucapkan? Memintanya berlaku sopan sedangkan dia sendiri? Eros tidak habis pikir kenapa kakaknya itu bisa menikah dengan pria yang menyebalkan seperti Arya.
Arya adalah kakak tingkat Eros di Universitas saat mereka kuliah dulu. Usia mereka memang terpaut cukup jauh, tujuh tahun. Namun, karena Eros memiliki otak yang pintar ia bisa menyelesaikan sekolah SMP-nya hanya dalam kurun waktu satu tahun, sedangkan untuk SMA dia hanya membutuhkan waktu dua tahun saja. Sedangkan Arya menunda kuliahnya beberapa tahun karena memilih untuk bekerja terlebih dahulu.
Dan, ya, sekarang dia telah berganti status menjadi kakak iparnya. Arya menikahi Naura dua tahun yang lalu.
Saat itu memang Eros yang mengenalkan Arya pada kakaknya. Namun, Eros tidak menyangka bahwa perkenalan itu akan berlanjut sampai ke jenjang pernikahan.
Meskipun Arya adalah pria menyebalkan dalam kacamatanya, tetapi dia lega kakak kesayangannya menikah dengan orang yang tepat. Eros yakin Arya akan membahagiakan Naura. Dan jangan lupakan perhatian Arya padanya.
***
"Aish! Percuma saja aku mengajak manusia robot ini," gerutu Arya menatap dongkol adik iparnya. Entah sudah berapa kali dia mengajak Eros makan, pria itu hanya mengatakan iya dan nanti.
Lalu Arya merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang. Sepertinya dia harus menelpon pawangnya langsung.
Hanya tiga kali suara getaran, seseorang di sebrang sana sudah mengangkatnya dan Arya langsung mengadu padanya.
Arya tersenyum penuh arti seraya memberikan ponselnya pada Eros. Sedangkan pria itu menatapnya dengan kesal karena ia sangat tau arti dari senyumannya itu.
"Eros, ikut Mas Arya makan! Kau ini kebiasaan banget." Naura berteriak seperti seorang ibu yang sedang memarahi putra kecilnya yang nakal.
Eros melirik tajam ke arah kakak iparnya yang sekarang sedang menahan tawanya seperti seekor elang yang siap mencabik-cabik mangsanya.
"Iya." Hanya tiga huruf dan Eros langsung mematikan sambungan telponnya.
"Ayo!" Arya langsung menarik tangan Eros untuk meninggalkan ruangan kerjanya agar ikut makan siang bersamanya di kafetaria kantor.
***
Seakan tidak pernah lelah membuat seorang Arya kesal, Eros kembali berulah dengan tidak memesan makanan, dia hanya memesan segelas kopi espresso untuk waktu makan siangnya.
"Kenapa aku harus memiliki adik ipar menyebalkan sepertimu." Eluh Arya menatap pria di depannya.
"Ceraikan saja," ujar Eros yang langsung mendapat toyoran darinya.
Dingin, galak, bermulut tajam itulah Eros.
"Aku dengar Endru melamar Kirana, apa itu benar?" tanya Arya ragu. Karena ia yakin Eros tidak menyukai pertanyaan ini. Namun, mau bagaimana lagi rasa penasarannya sudah diambang batas.
Seakan tidak mendengar apapun, Eros meneguk kopi espressonya dengan santai, tetapi jelas sekali sorot matanya yang awalnya cerah berubah menjadi redup tak bercahaya.
Arya hanya bisa menghela napasnya prihatin. "Itu artinya k--"
"Waktu istirahatku sudah habis, permisi." Potong Eros dan langsung pergi dengan langkah tegapnya.
"Aish! Anak itu." Entah berapa puluh kali Arya menggerutu hari ini. Dia sengaja meninggalkan urusan kantornya karena Naura terus menghubunginya untuk mengajak adik kesayangannya itu makan siang. Dan sekarang apa yang terjadi? Adik iparnya itu malah membuatnya kesal setengah mati.
***
Sedangkan Eros di ruang kerjanya terus berkutat dengan pikirannya sendiri, berbanding terbalik dengan apa yang tadi ia ucapkan pada Arya yang mengatakan masih banyak pekerjaan.
Potongan-potongan memori itu kembali bergelantungan di dalam kepalanya, membuat rasa nyeri itu kembali menyapa.
Argh!
Eros menjambak rambutnya kuat-kuat dan tak terasa lelahan kristal itu kembali jatuh membasahi pipinya.
Eros marah. Kenapa takdir tidak pernah mau berpihak padanya? Kenapa ia dilahirkan seperti ini?
Eros kembali menatap lurus ke depan serta menyeka air matanya dengan kedua tangannya. Dia tidak boleh seperti ini! Dia seorang pria. Seorang pria tidak boleh menangis.
***
Naura sedikit terkejut karena melihat mobil si bungsu sudah terparkir di depan rumah. Sampai-sampai dia mengucek-ngucek matanya untuk memastikan penglihatannya tidak salah.
"Eros," gumam Naura seperti orang linglung.
Pria itu memberengut seraya mengecek penampilannya sendiri. Apa ada yang salah dengan pakaiannya hari ini? Sepertinya tidak.
Karena sedari tadi kakak pertamanya itu hanya diam menatapnya. Eros kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya yang terletak di lantai atas.
Sesampainya di kamar, Eros langsung merapikan sebagian pakaiannya untuk dimasukan ke dalam koper yang cukup besar. Niatnya sudah bulat, ia akan tinggal di apartemen miliknya.
Endru yang tidak sengaja melihat sang adik sedang membereskan pakaiannya melenggang masuk ke dalam kamar.
"Perjalanan bisnis lagi?" tanya Endru tampak tidak suka.
Jujur saja pria itu iri kepada adiknya yang bisa kapan saja pergi ke berbagai negara tanpa mendapat larangan. Sedangkan dirinya tidak bisa jauh dari rumah dan rumah sakit.
Tuhan memang tidak adil, pikirnya.
Eros hanya melirik kakaknya sekilas lalu kembali memasukan pakaian dan sebuah kotak kecil misterius ke dalam koper.
"Biar kubantu." Endru ikut berjongkok dan berniat mengambil beberapa helai baju dari lemari.
Namun, matanya malah tertuju kepada kotak kecil misterius yang ada di atas koper. Baru saja tangannya akan mengambilnya, dengan refleks Eros langsung mengambil kotak itu dan menjauhkannya.
"Aish! Pelit sekali," cibir Endru. Dan seperti biasa Eros tidak menanggapi.
"Kali ini negara mana?" tanya Endru lagi.
"Apartemen," jawab Eros membuat kening pria itu berkerut.
Apakah telinga adiknya ini rusak atau semacamnya? Kenapa jawabannya tidak nyambung? Pikir Endru.
"Aku akan tinggal di apartemen," ulang Eros.
Mata Endru terbuka lebar, mungkin jika mata itu bukan ciptaan Tuhan, benda itu sudah lepas dari tempatnya.
"Kenapa?" tanya Endru lagi, "terus nanti aku berbagi cerita sama siapa kalau kau tidak ada?"
"Itu sebabnya aku pergi," balas Eros dalam hati.
***
Eros sudah siap dengan kopernya. Untuk sementara waktu ia akan tinggal di apartemen setidaknya sampai ia bisa mengontrol perasaannya lagi.
Langkahnya terhenti ketika Naura berlari ke arahnya diikuti oleh Naima yang berjalan di belakangnya.
"Kau apa-apaan mau meninggalkan rumah," marah Naura sekaligus khawatir.
Bagaimana dia tidak khawatir, di rumah saja adiknya itu sering melupakan makannya, apalagi kalau ia tinggal sendiri? Dan lagi dia sangat tahu adik bungsunya itu tidak pandai memasak. Lantas siapa yang akan menyiapkan makanannya? Tidak Endru, tidak Eros selalu saja membuatnya khawatir, kesal Naura.
"Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan sedangkan jarak rumah ke kantor terlalu jauh. Akan sangat melelahkan kalau harus menempuh jarak jauh setiap hari," alibinya dan berhasil membuat Naura percaya.
"Baiklah, tapi jangan lupakan makanmu, ya," ingat kakak pertamanya itu muram.
"Ya," jawab Eros yang langsung mendapat pelukan hangat dari sang kakak.
"Kenapa kau selalu membuat kakakmu ini khawatir," gumam Naura disertai dengan suara isakan.
Eros hanya membalas pelukan sang kakak sedangkan sepasang obsidiannya menatap sendu ke arah wanita yang juga sedang menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.
Pria itu melepaskan pelukannya dan menarik napas panjang kala rasa sesak itu datang. "Aku pergi."
Baru beberapa langkah ia berjalan, Naima memanggil putra bungsunya dan saat Eros berbalik wanita itu langsung memeluknya erat.
"Maafkan Ibu," katanya dengan suara gemetar.
Eros hanya memejamkan matanya rapat-rapat, hatinya mencelos kala ibunya mengatakan kata maaf padanya. Ini lebih menyakitkan dibanding rasa sakit hatinya sekarang.
Seperti sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu, saat alarm berbunyi dia langsung mematikan alarm itu lalu kembali membungkus dirinya dengan selimut tebal. Berbeda saat ia masih tinggal di rumah, pasti kakaknya itu yang akan datang ke kamarnya dan menjadi alarm keduanya.Sudah sepuluh menit berlalu, tetapi Eros masih betah di dalam sana, sampai suara perutnya menyadarkannya untuk segera kembali ke kehidupannya yang sibuk."Sudah cukup bermalas-malasannya,boy,"kata Eros kepada dirinya sendiri.Dia beranjak pergi ke kamar mandi sebelum memenuhi keinginan cacing di perutnya yang sedari kemarin meronta ingin diberi makan.Walaupun seorang pria, tetapi untuk urusan membersihkan diri pria itu membutuhkan waktu yang cukup lama
Setelah diantar Chiko menuju tempat kerjanya, Zora sedikit kebingungan karena melihat keadaan ruangan yang sangat jauh berbeda dari ekspetasinya.Tidak lama kemudian seorang wanita berpakaian OB masuk. Jika dilihat dari wajahnya, mungkin wanita itu berumur sekitar setengah abad."Kau, sini!" Tunjuk ibu itu menunjuk tepat kearahnya."Aku?" tanya Zora seraya menunjuk dirinya sendiri."Iya, kau pikir ada orang lain di sini?!" ketusnya.Wanita itu memperkenalkan dirinya tanpa berjabat tangan. Dengan masih memasang wajah bingung, Zora tersenyum kikuk lalu memperkenalkan dirinya juga.Ia menatap Zora dari atas ke bawah dan tak lama wanita itu m
"Astaga adik-adikku kenapa tampan sekali," kagum Naura melihat adik-adiknya begitu gagah dalam balutan jas.Hari ini adalah hari pernikahan Endru dan Kirana. Eros terlihat tampan seperti biasanya dalam balutan jas berwarna hitam. Sedangkan Endru juga tak kalah tampan dalam balutan jas berwarna putih senada dengan gaun sang mempelai wanita.Pernikahan yang digelar di sisi pantai dengan dihiasi oleh bunga mawar putih menjadi pilihan konsep pernikahannya. Sebuah impian Kirana sejak dulu bisa menikah dengan konsep seperti itu."Hey! Kenapa wajahmu murung begitu?" Tanya Naura seraya merapikan dasi si bungsu."Tidak apa-apa, aku hanya sedikit lelah," jawab Eros berusaha menarik sudut bibirnya.
Dreett.. Dreett.. "Mas, itu HP kamu bunyi," kata Naura yang sedang menghapus riasan wajahnya. Dreett.. Dreett.. "Siapa sih yang nelepon malam-malam begini." Gerutu wanita itu mencondongkan badannya untuk mengintip tangkapan nama di layar. "Eros? Ada apa dia nelpon Mas Arya malam-malam begini?" tanya Naura kepada dirinya sendiri. Wanita itu melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup, itu artinya sang suami belum selesai dari kegiatan mandinya. Naura mengambil ponsel itu lalu menggeser icon panggilan berwarna hijau. Dia sedikit terkejut karena yang berbicara di telpon itu bukan adik bungsunya melainkan seorang pria yang mengaku sebagai bartender. Pria itu mengatakan bahwa pemilik HP ini sudah terlalu banyak minum dan mabuk berat. Sehingga ia berinisiatif untuk menghubungi salah satu nomor di ponselnya. "Aish! Apa yang dia lakukan?" geram Naura setelah memutuskan sambungan telepon tersebut.
"Siapa yang membereskan ruangan saya pagi ini?" tanya Eros dengan nada tinggi. Dilihat dari ekspresinya pria itu terlihat sangat marah."Jawab!" bentaknya karena tidak ada satupun karyawannya yang membuka mulut."Tadi saya melihat OB baru itu keluar dari ruangan Pak Eros," kata salah satu pegawai wanita."Lagi-lagi dia," gumam Eros yang terdengar samar oleh mereka."Suruh dia menghadap saya, sekarang!" Lanjut pria itu meninggalkan para karyawannya yang masih memandang takut ke arahnya."Aku jadi merasa bersalah pada OB baru itu," ucap karyawan wanita tadi.Wanita itu merasa bersalah karena telah memberi tahu bos nya. Dia yakin OB ba
"Mas, hari ini mau makan apa?" tanya Kirana kepada pria yang sudah resmi menjadi suaminya."Apa saja asalkan kau yang membuatnya pasti aku makan." Jawab Endru hendak memeluk istrinya, tetapi dengan cepat wanita itu berbalik dan berjalan menuju dapur."Maafkan aku, Mas. Kau memang memiliki ragaku, tapi tidak dengan hatiku,"batin Kirana.Endru memandang punggung sang istri dengan senyuman sulit diartikan. Jujur saja hatinya sangat sakit melihat istrinya menolaknya secara halus."Dia hanya belum terbiasa," kata pria itu masih mencoba berfikir positif.Clak!Endru menatap lantai yang terkena cairan kental itu lalu ia langsung menutup hidungnya dengan kedua tangannya.Darahnya terus keluar, wajah Endru yang memang awalnya sudah pucat terlihat semakin pucat. Pasokan oksigennya juga semakin menipis. Samar-samar ia hanya bisa mengingat sang istri berlari ke arahnya dan setelah itu ia tak dapat mengingat apa-apa lagi.
Kirana mengambil kapas untuk menutupi bekas suntikan di lengan pria itu, sedangkan Eros menundukkan kepalanya tidak berniat melihat wajahnya.Setelah melakukan transfusi darah, tidak biasanya ia merasakan lemas dan pusing yang cukup berat. Mungkin karena akhir-akhir ini banyak yang ia pikirkan dan juga efek kelelahan bekerja.Kirana yang menyadari ada sesuatu yang tidak beres, merendahkan tubuhnya untuk melihat wajah pria itu."Astaga, kau kenapa?" kagetnya ketika melihat wajah orang yang sangat ia cintai itu terlihat pucat.Eros menghela napasnya, tubuhnya memang kurang bersahabat akhir-akhir ini."Ini minum teh hangatnya dulu." Wanita itu dengan telaten merawatnya. Hatinya sakit me
"Jadi benar Eros itu mantan kekasihmu?" tanya Naura ingin memastikan dari mulut wanita itu sendiri.Kirana hanya menganggukkan kepalanya pelan lalu menghela napas panjang ketika dadanya terasa sesak menerima kenyataan yang tidak sejalan dengan harapannya.Naura diam menunggu adik iparnya itu menjelaskan alasan ia menerima Endru.Hatinya mencelos ketika Kirana mengatakan bahwa pria itu yang memintanya. Ya, Eros yang memintanya untuk menerima Endru menjadi suaminya."Terus kenapa kau mau?" tanya Naura dengan suara lirih. Sungguh dia sedih mengetahui kebenaran ini.***Eros sedang mempelajari dokumen yang akan di sampaikan untuk