Dreett.. Dreett..
"Mas, itu HP kamu bunyi," kata Naura yang sedang menghapus riasan wajahnya.
Dreett.. Dreett..
"Siapa sih yang nelepon malam-malam begini." Gerutu wanita itu mencondongkan badannya untuk mengintip tangkapan nama di layar.
"Eros? Ada apa dia nelpon Mas Arya malam-malam begini?" tanya Naura kepada dirinya sendiri.
Wanita itu melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup, itu artinya sang suami belum selesai dari kegiatan mandinya.
Naura mengambil ponsel itu lalu menggeser icon panggilan berwarna hijau.
Dia sedikit terkejut karena yang berbicara di telpon itu bukan adik bungsunya melainkan seorang pria yang mengaku sebagai bartender.
Pria itu mengatakan bahwa pemilik HP ini sudah terlalu banyak minum dan mabuk berat. Sehingga ia berinisiatif untuk menghubungi salah satu nomor di ponselnya.
"Aish! Apa yang dia lakukan?" geram Naura setelah memutuskan sambungan telepon tersebut.
***
Naura beserta Arya sudah sampai di tempat yang bartender itu katakan. Mereka langsung masuk ke dalam untuk menjemput Eros pulang.
Naura hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika melihat seseorang yang sangat ia kenal sudah tidak sadarkan diri ditemani oleh seorang pria yang ia duga adalah pria yang menelpon suaminya tadi.
"Terima kasih sudah menjaga adik saya," ucap Naura kepada bartender itu.
"Ah, iya. Saya hanya tidak tega meninggalkannya. Banyak wanita nakal di sini. Saya hanya takut mereka memanfaatkannya," kata pria itu.
"Sekali lagi terima kasih." Entah kata apa yang bisa ia katakan selain ucapan terima kasih kepada pria baik hati itu. Dia merasa lega karena adiknya ditolong oleh orang baik.
Eros sudah dibawa ke dalam mobil. Masih dalam kondisi pingsan, ia didudukkan di kursi belakang bersama Naura yang terus mengusap lembut rambut hitam milik adiknya.
"Sebenarnya apa yang terjadi denganmu?" lirih Naura. Hatinya sakit melihat keadaan adiknya saat ini. Dia terlihat begitu kacau.
Sementara Arya yang memerhatikan dari balik kaca mobil hanya bisa menghela napasnya. Dia jadi merasa bersalah kepada sang istri karena telah menyembunyikan sebuah rahasia atas permintaan Eros.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam Arya yang ternyata terdengar samar oleh Naura.
"Mas, apa ada hal yang aku tidak tahu?" tanya Naura penuh selidik.
"Sebenarnya kau tahu kan apa yang terjadi dengan Eros?!" Sambungnya meminta penjelasan.
Arya semakin merasa tersudutkan. Dia memang sangat lemah dalam menyembunyikan sebuah rahasia terutama kepada istrinya.
"Aku akan mengatakannya nanti saat sampai di rumah," ucapnya.
***
Setelah Arya mengatakan semuanya, Naura tidak bisa membendung air matanya lagi. Dia benar-benar merasa menjadi kakak yang gagal karena tidak peka akan perasaan adik bungsunya.
Seandainya saja ia tahu bahwa Kirana adalah kekasih Eros, ia tidak mungkin menyetujui acara pernikahan itu.
Kenapa ia begitu bodoh tidak menyadari sikap Eros yang tiba-tiba ingin tinggal di apartemen, buru-buru pamit saat acara pernikahan selesai, dan jangan lupakan gelagatnya saat di rumah keluarga Laquita bulan lalu.
"Kenapa harus kau yang selalu berkorban?" Lirihnya seraya menggengam erat tangan sang adik yang masih memejamkan matanya rapat.
***
Keesokan harinya saat pria itu membuka mata ia langsung terperajat kala menyadari bahwa ini bukanlah kamarnya.
Ia sedikit meringis ketika rasa pusing yang tiba-tiba datang. Mungkin karena tadi malam ia terlalu banyak minum, pikirnya.
Eros memejamkan matanya dan menarik napas panjang untuk menghalau rasa pusingnya. Setelah merasa baikan ia segera pergi ke kamar mandi untuk bersiap-siap bekerja.
Sementara di tempat lain Naura sedang membuat nasi goreng udang sebagai menu sarapannya pagi ini. Dia harus memastikan adiknya itu makan dengan baik saat bangun nanti.
Tiba-tiba seseorang yang sangat ia kenali memeluknya dari belakang dan menempelkan dagunya pada pundak Naura.
"Mas, malu ih nanti dilihat Eros," ujar Naura mencoba melepaskan tangan suaminya yang melingkar di pinggangnya. Namun sayang pria itu malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Kenapa harus malu? Kita kan sudah sah," sanggah Arya tersenyum nakal.
"Hey! Bisa tidak melakukan itu saat aku sudah pergi," cibir Eros merasa risih melihat kemesraan dari dua insan yang sedang dimabuk cinta itu.
Sontak mereka berdua berbalik. Naura langsung berpura-pura sibuk menyiapkan sarapan, sedangkan Arya tersenyum kikuk padanya.
"Mau ke mana?" tanya Arya ketika melihat adik iparnya itu sudah akan meninggalkan rumahnya.
"Ke kantorlah ke mana lagi," jawab Eros.
"Sayang, adikmu berulah lagi!" teriak Arya membuat pria itu membulatkan matanya jelak.
Tak lama kemudian Naura datang dengan berkacak pinggang dan langsung berbicara tanpa henti. Atau lebih tepatnya mengomel.
Setelah selesai memarahi si bungsu, ia menariknya untuk pergi ke meja makan. Setidaknya dia harus memastikan bahwa adiknya itu menghabiskan sarapannya.
***
"Aku harus segera ke kantor," kata Eros hendak pamit.
"Kau pikir Kakak akan mengijinkanmu keluar dari rumah ini, huh?" ujar Naura membuat Eros mengerutkan dahinya.
"Setidaknya habiskan sarapanmu dulu setelah itu jawab pertanyaan Kakak," sambung wanita itu.
Eros melirik Arya yang sedang menikmati roti slai kacangnya.
***
"Jadi benar Kirana itu kekasihmu?" tanya Naura. Dan Eros hanya menganggukkan kepalanya. Percuma ia mengelak kalau pria di depannya itu sudah menceritakan semuanya.
"Aish! Tidak bisa dipercaya," dumel Eros dalam hatinya.
"Apa ibu tahu?" tanya Naura yang kali ini membuat Eros diam.
"Jadi ibu mengetahuinya?!" tebaknya setelah melihat respon yang ditunjukan oleh si bungsu.
Arya yang sedari tadi hanya fokus dengan sarapannya langsung mengangkat kepalanya sembari menatap Eros seakan mengatakan, benarkah itu?
Sungguh jika itu benar, Arya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ibu mertuanya mengorbankan perasaan anaknya untuk kebahagiaan anaknya yang lain.
Apakah ia berdosa jika mengatakan ibu mertuanya itu egois?
"Kau tau Dek, di sini bukan cuma perasaanmu yang terluka, tapi juga Kirana," kata Naura menatap sendu si bungsu.
"Apa kau pikir dia akan bahagia menikah dengan pria yang tidak ia cintai?" tanya wanita itu meminta jawaban.
"Seiring berjalannya waktu dia akan mencintainya." Tutur Eros menundukkan kepalanya.
"Hey! Itu namanya egois," sanggah Naura.
"Terus aku harus bagaimana? Apa aku harus bilang yang sebenarnya dan membuat perasaan kak Endru terluka? Aku tidak mungkin tega melakukannya, Kak." Suara pria itu mulai meninggi. Dia benar-benar sudah tidak bisa mengontrol emosinya.
"Tolong. Tolong jangan membuat ini semakin sulit," sambungnya terdengar begitu lirih.
"Siapa yang membereskan ruangan saya pagi ini?" tanya Eros dengan nada tinggi. Dilihat dari ekspresinya pria itu terlihat sangat marah."Jawab!" bentaknya karena tidak ada satupun karyawannya yang membuka mulut."Tadi saya melihat OB baru itu keluar dari ruangan Pak Eros," kata salah satu pegawai wanita."Lagi-lagi dia," gumam Eros yang terdengar samar oleh mereka."Suruh dia menghadap saya, sekarang!" Lanjut pria itu meninggalkan para karyawannya yang masih memandang takut ke arahnya."Aku jadi merasa bersalah pada OB baru itu," ucap karyawan wanita tadi.Wanita itu merasa bersalah karena telah memberi tahu bos nya. Dia yakin OB ba
"Mas, hari ini mau makan apa?" tanya Kirana kepada pria yang sudah resmi menjadi suaminya."Apa saja asalkan kau yang membuatnya pasti aku makan." Jawab Endru hendak memeluk istrinya, tetapi dengan cepat wanita itu berbalik dan berjalan menuju dapur."Maafkan aku, Mas. Kau memang memiliki ragaku, tapi tidak dengan hatiku,"batin Kirana.Endru memandang punggung sang istri dengan senyuman sulit diartikan. Jujur saja hatinya sangat sakit melihat istrinya menolaknya secara halus."Dia hanya belum terbiasa," kata pria itu masih mencoba berfikir positif.Clak!Endru menatap lantai yang terkena cairan kental itu lalu ia langsung menutup hidungnya dengan kedua tangannya.Darahnya terus keluar, wajah Endru yang memang awalnya sudah pucat terlihat semakin pucat. Pasokan oksigennya juga semakin menipis. Samar-samar ia hanya bisa mengingat sang istri berlari ke arahnya dan setelah itu ia tak dapat mengingat apa-apa lagi.
Kirana mengambil kapas untuk menutupi bekas suntikan di lengan pria itu, sedangkan Eros menundukkan kepalanya tidak berniat melihat wajahnya.Setelah melakukan transfusi darah, tidak biasanya ia merasakan lemas dan pusing yang cukup berat. Mungkin karena akhir-akhir ini banyak yang ia pikirkan dan juga efek kelelahan bekerja.Kirana yang menyadari ada sesuatu yang tidak beres, merendahkan tubuhnya untuk melihat wajah pria itu."Astaga, kau kenapa?" kagetnya ketika melihat wajah orang yang sangat ia cintai itu terlihat pucat.Eros menghela napasnya, tubuhnya memang kurang bersahabat akhir-akhir ini."Ini minum teh hangatnya dulu." Wanita itu dengan telaten merawatnya. Hatinya sakit me
"Jadi benar Eros itu mantan kekasihmu?" tanya Naura ingin memastikan dari mulut wanita itu sendiri.Kirana hanya menganggukkan kepalanya pelan lalu menghela napas panjang ketika dadanya terasa sesak menerima kenyataan yang tidak sejalan dengan harapannya.Naura diam menunggu adik iparnya itu menjelaskan alasan ia menerima Endru.Hatinya mencelos ketika Kirana mengatakan bahwa pria itu yang memintanya. Ya, Eros yang memintanya untuk menerima Endru menjadi suaminya."Terus kenapa kau mau?" tanya Naura dengan suara lirih. Sungguh dia sedih mengetahui kebenaran ini.***Eros sedang mempelajari dokumen yang akan di sampaikan untuk
"Kirana bagaimana sih, suaminya sakit malah pergi tidak tau ke mana." Dumel Naima yang sedang duduk di sofa menunggu putra keduanya."Kirana kan seorang suster di rumah sakit ini, mungkin ia sedang bertugas," ujar Naura menatap ibunya dengan dingin."Kau kenapa melihat Ibu seperti itu?" tanya Naima yang ternyata menyadari perubahan sikap sang putri.Naura menarik napasnya dalam lalu membuangnya perlahan."Kenapa Ibu tega memutuskan hubungan mereka?" tanya wanita itu membuat sang ibu mengerutkan keningnya."Apa maksudmu?" tanya Naima tidak mengerti."Kirana dan E--""Diam!" Potong Naima seraya melirik Endru yang masih tertidur di ranjang pesakitannya."Ayo!" Lanjutnya menarik tangan Naura untuk ikut bersamanya.***"Aaaaa ..." Wanita itu membuka mulutnya sendiri ketika pria di de
"Kak Naura mana?" Tanya Eros yang baru saja keluar dari kamar mandi."Katanya ada urusan penting. Besok pagi ke sini lagi." Jawab Kirana beranjak dari duduknya.Wanita itu ingin pamit tapi langkahnya seakan berat untuk meninggalkan pria itu sendiri."Oh iya, bagaimana keadaan kak Endru? Dan kenapa kau masih ada di sini?" Tanya Eros dengan sebelah tangan yang bernumpu pada dinding."Kau mengusirku?" tanya Kirana balik dengan mimik wajah kecewa.Pria itu terdiam kemudian memejamkan matanya seraya mengepalkan tangannya untuk menghalau rasa sesak yang seakan menghimpit paru-parunya."Bukan seperti itu. Hanya saja suamimu lebih membutuhkanmu sekarang," kata Eros. Percayalah untuk mengatakan itu ia sampai harus bersusah payah menelan salivanya.Wanita itu termenung dan sedetik kemudian ia tersenyum getir. "Kau benar.""Baiklah aku pergi," sambungnya, "kalau perlu apa-apa langsung hubungi aku.""Tidak perlu. Banyak suster lain
"Selamat pagi, Pak Eros," sapa Chiko."Maaf, pagi-pagi begini saya sudah mengganggu," kata pria itu memulai pembicaraan."Ada apa Sekretaris Chiko?" tanya Eros."Saya ingin memberikan surat pengunduran diri saya." Jawabnya seraya memberikan surat tersebut.Eros refleks mendongakkan kepalanya. "Apa maksudmu?"Pria itu benar-benar tidak mengerti kenapa sekretarisnya tiba-tiba mengundurkan diri dari perusahaan ini. Padahal kinerjanya terbilang bagus. Akan sangat disayangkan jika ia kehilangan sekretaris seperti Chiko."Saya harap kau pikirkan lagi keputusanmu itu. Jujur saja saya suka dengan kinerjamu Sekretaris Chiko," kata Eros.
Setelah pemberhentian Chiko, Eros jadi sedikit kesulitan mengatur jadwalnya. Karena biasanya sekretarisnya itu yang selalu mengatur jadwal-jadwalnya.Seperti hari ini, ia hampir saja melupakan meeting yang waktu itu sempat tertunda karena kondisi kesehatannya.Meeting ini sangat penting karena untuk membahas langkah yang perlu dilakukan guna memperbaiki pendapatan perusahaan yang menurun beberapa bulan terakhir ini.KA Group adalah sebuah perusahaan pemroduksi makanan siap saji yang akan dipasarkan di seluruh wilayah di Indonesia dan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Singapura dan Cina.Ditengah rapat berlangsung tiba-tiba sang CEO meminta untuk memanggilkan seseorang untuk ikut bergabung.Semua orang yang ada di ruangan itu hanya saling menukar pandangan satu sama lain. Namun, walau begitu mereka tetap menuruti perintah darinya.