"Meluknya udah apa belum." Suara Reza mampu membuat Rania membuka mata dan menyadari jika dirinya masih memeluk tubuh kekar lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya.
Buru-buru Rania bangkit lalu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Setelah itu, Reza pun bangkit, pria berkemeja hitam itu tersenyum mengingat kejadian tadi. Rasanya seperti mendapatkan durian runtuh, tetapi tidak dengan Rania, wanita itu merasa malu."Maaf, tadi aku kaget gara-gara ada kecoa," ujar Rania."Nggak apa-apa, sering-sering aja seperti itu, justru aku yang seneng," sahut Reza, seketika mata Rania melotot."Udah-udah, sekarang kalian sarapan dulu. Setelah ini Reza bawa Rania ke rumah sakit," titah Hesty. Setelah itu mereka bergegas menarik kursi untuk duduk."Sebagai istri yang baik itu, mau melayani suaminya, entah itu di meja makan atau di kam .... ""Iya bawel, gini-gini aku juga tahu kok cara melayani suami." Rania memotong ucapan Reza, lalu dengan cekatan mengambil piring dan disisi dengan nasi serta lauk. Hesty terus tersenyum memperhatikan menantu dan putranya itu.Selepas sarapan, Irwan bergegas pergi ke kantor, sementara itu. Reza akan membawa Rania ke rumah sakit, pria beralis tebal itu membantu Rania berjalan keluar dari rumah. Karena tidak sabar, Reza memutuskan untuk mengangkat tubuh istrinya."Za, kamu apaan sih, aku bisa jalan sendiri," protesnya. Rania malu karena dirinya menjadi pusat perhatian para asisten rumah tangga yang berada di rumah tersebut."Kelamaan nunggu kamu jalan, udah diam saja," ujar Reza, setibanya di mobil ia mendudukkan Rania di jok depan."Kamu nggak kerja?" tanya Rania. Kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit."Besok, hari ini aku libur. Memangnya kenapa? Oya kita kan sudah menikah otomatis kamu sekarang menjadi tanggung jawab aku. Setelah ini kamu masih ingin tetap bekerja atau mau berhenti?" tanya Reza. Seketika Rania terdiam."Kerja lah, aku bakal galau kalau seharian di rumah terus," jawab Rania."Ok, tidak masalah. Yang penting tidak lupa dengan kewajibannya sebagai seorang istri. Dan satu, aku yang akan mengantar dan juga menjemput kamu," jelasnya. Jujur Rania sedikit kurang setuju dengan keputusan Reza."Apa?! Aku bisa naik taksi kok. Lagi pula kamu kan juga kerja," tolaknya. Rania khawatir jika nanti teman kerjanya pada mengejek jika melihat dirinya di antar oleh Reza."Itu keputusan aku, kalau kamu masih mau bekerja. Aku yang akan mengantar dan juga menjemputmu," putusnya. Hal tersebut membuat Rania hanya bisa pasrah."Dasar pemaksa," gerutu Rania. Sementara Reza hanya tersenyum. Setelah itu Reza memilih untuk fokus menyetir, sementara Rania memilih untuk melihat ke luar jendela.Tidak butuh waktu lama, mereka tiba di rumah sakit, setelah memarkirkan mobil Reza bergegas turun. Ia berjalan memutari mobil lalu membuka pintu samping. Reza kembali membopong tubuh Rania dan membawanya masuk ke dalam gedung rumah sakit."Za, aku bisa jalan sendiri kok," ucap Rania. Jujur, ia malu karena harus menjadi pusat perhatian orang yang ada di sekitarnya."Ngapain malu, kita sudah sah. Mau melakukan yang lebih dari ini juga nggak masalah," ujar Reza seraya berjalan masuk ke dalam."Ish, kebiasaan banget sih kalau ngomong suka disasar-sasarin." Rania memukul pundak Reza, ia benar-benar kesal dengan kelakuan suaminya itu.***Waktu berjalan begitu cepat, usai dari rumah sakit Rania maupun Reza memilih untuk tetap berada di rumah. Saat Reza nampak sibuk dengan layar laptopnya, sementara itu Rania memilih untuk duduk santai di tepi kolam.Tiba-tiba saja ponsel Rania berdering, satu pesan masuk. Rania mengambil benda pipih itu lalu membuka pesan yang dikirim dari Lina, teman kerjanya.@Lina[Gimana, Ran malam pertamanya, pasti asyik dong]@Rania[Apaan sih, nggak usah ngawur kalau ngomong]@Lina[Cie, cie, pasti mukanya langsung merah]@Rania[Enggak lah, emang kamu pikir muka aku kepiting rebus]@Lina[Hahaha, eh kapan kamu mulai berangkat kerja lagi]@Rania[Insya Allah besok, kenapa kangen ya]@Lina[Iya, kangen pengen nanya masalah malam pertama, hahaha]@Rania[Udah, ah. Lama-lama aku stres chat sama kamu. Udah ya, aku mau mandi udah sore]@Lina[Iya, iya, pengantin baru pasti maunya nempel kaya prangko, haha]Rania menggelengkan kepala saat membaca chat terakhir dari Lina. Setelah itu Rania mengangkat kedua kakinya dari kolam. Perlahan wanita yang mengenakan kaos berwarna putih itu bangkit dan berdiri.Saat hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba byur, kakinya yang basah membuatnya terpeleset dan jatuh ke dalam kolam. Rania berteriak meminta tolong lantaran ia tidak bisa berenang."Tolong, tolong." Rania berteriak meminta tolong.Hesty yang mendengar teriakan menantunya itu, segera berlari menuju sumber suara tersebut. Hesty terkejut saat melihat Rania yang berteriak di dalam kolam. Perempuan setengah abad itu cukup panik, lalu berteriak memanggil putranya."Reza, tolong! Rania tenggelam." Hesty berteriak memanggil putranya. Tidak butuh waktu lama Reza datang."Ada apa, Ma?" tanya Reza."Kamu nggak lihat, Rania tenggelam di kolam." Hesty memukul lengan putranya, lalu menunjuk ke arah kolam.Tanpa pikir dua kali Reza loncat ke dalam kolam saat melihat tubuh Rania sudah lemas. Dengan segera Reza mengangkat istrinya itu dan membawanya ke darat. Reza membaringkan tubuh Rania di tepi kolam."Rania bangun." Hesty menepuk pelan pipi menantunya itu."Rania, hey bangun. Jangan bercanda nggak lucu tahu." Reza ikut menepuk pipi Rania, tetapi tidak ada respon."Reza, cepat kamu kasih napas buatan," perintah Hesty, seketika Reza terkejut."Apa?! Mama jangan sembarangan deh, masa iya aku harus .... ""Kamu mau Rania tidak selamat." Hesty memotong ucapan putranya itu.Reza pasrah, dengan sedikit terpaksa ia harus menuruti keinginan ibunya memberikan napas buatan untuk Rania. Panas, dingin itu yang Reza rasakan, seumur-umur ia tidak pernah melakukan hal tersebut."Reza buruan, nungguin apa sih." Hesty memukul pundak putranya, membuat Reza tersentak.Perlahan Reza menundukkan kepalanya, ia memilih untuk memejamkan matanya saat benda kenyal itu saling bersentuhan. Sedetik kemudian, plak, buk. Seketika Reza menarik badannya, lalu membuka kedua matanya."Dasar mesum, cari kesempatan aja," ujar Rania seraya mengusap bibirnya dengan kasar. Reza melongo sembari memegang hidungnya yang dipukul oleh istrinya.Malam harinya, usai makan malam Rania memilih untuk istirahat di kamar. Tiba-tiba ia teringat kado dari para sahabatnya saat menikah. Ia belum sempat membukanya karena menurut Rania itu tidak penting. "Aku buka nggak ya," ucap Rania seraya melihat tumpukan kado yang tertata di lemari. Rania memang membawa semua kado tersebut ke rumah Reza. "Aku penasaran isi kado dari Lina," gumamnya. Setelah itu Rania mengambil kado yang dari Lina. "Awas aja kalau isinya barang aneh." Rania mulai membuka kertas yang membungkus kado tersebut. Setelah terbuka, Rania terkejut saat melihat isinya. "Astagfirullah, Lina benar-benar ya. Untuk apa sih dia ngasih kaya ginian, kurang .... ""Kurang banyak ngasihnya, tenang saja nanti aku belikan lagi." Suara yang tidak asing bagi Rania, membuat wanita itu menoleh. "Reza, apaan sih." Rania melempar kado yang Lina berikan. Sebuah benda yang biasa digunakan oleh pasangan suami istri. "Kok dibuang sih, mubazir tahu." Reza menjatuhkan bobotnya di sebelah istr
Plak, buk. Rania memukul lengan dan juga hidung Reza. Detik itu juga Reza memegangi hidungnya, beruntung tidak mengeluarkan darah. Entah kenapa Rania selalu seperti itu saat dekat dengan Reza, padahal mereka sudah sah menjadi suami istri. "Kasar banget jadi cewek, aku kutuk jadi istri penurut baru tahu rasa," ujar Reza seraya mengusap hidungnya yang masih terasa sakit. "Salah kamu sendiri, kenapa ... aaa." Rania kembali menjerit saat mendengar petir. Bukan itu saja, Rania juga memeluk tubuh Reza seperti sebelumnya. "Tuh kan, yang meluk dulu siapa," sindirnya. Seketika Rania terdiam, lalu membuka matanya. Detik itu juga Rania melepas pelukannya. "Maaf, itu reflek. Bukan kesengajaan," kata Rania pelan. Raut wajahnya sudah memerah, karena malu. "Nggak apa-apa kok, rezeki nomplok nggak bakal ditolak," sahut Reza. Rania melotot mendengar hal itu, seolah-olah Reza menggunakan kesempatan dalam kesempitan. "Nggak usah melotot kaya gitu, nanti itu biji mata jatuh siapa juga yang repot,"
Reza terus merem melek melihat pemandangan tak biasa di depan mata. Susah payah ia mengendalikan diri agar tidak terbawa oleh nafsu. Sementara itu, Rania masih pada posisinya, rasa takut dan geli pada cicak membuat Rania melupakan rasa malunya. "Mau sampai kapan seperti ini terus, Ran? Cicak udah pergi. Aku sih nggak keberatan justru .... " Reza menghentikan ucapannya saat Rania menyentil bibirnya. "Kalau bukan karena cicak aku juga nggak bakal kaya gini." Perlahan Rania turun dari tubuh suaminya."Buruan pakai baju, jangan memancingku, jika tidak ingin aku khilaf," ucap Reza. Tanpa pikir panjang Rania mengambil pakaian dan masuk ke dalam kamar mandi. Dua puluh menit kemudian, keduanya sudah berada di meja makan untuk sarapan pagi bersama. Rania terlihat cantik mengenakan seragam kerjanya, hanya saja Reza sedikit risih dengan rok hitam di atas lutut yang Rania pakai. "Ran, emang nggak ada rok yang lebih panjang gitu. Aku risih lihat kamu pakai rok sependek itu," ungkap Reza sembar
Rania bergegas menuju lemari untuk mengambil pakaian, sementara itu Reza memilih untuk mandi terlebih dahulu. Usai mandi dan berpakaian, kini keduanya segera turun untuk makan malam bersama. "Reza, Rania, kapan kalian pergi honeymoon?" tanya Hesty. Mendengar hal itu membuat Rania tersedak. Uhuk, uhuk, dengan cepat Reza memberinya segelas air putih. Rania langsung menerimanya, lalu meneguknya. Sementara itu Hesty terlihat khawatir melihat menantu kesayangannya itu sampai tersedak. "Rania kamu baik-baik saja kan?" tanya Hesty. "Aku nggak apa-apa kok, Ma." Rania menggelengkan kepalanya. "Mama sih nanyanya aneh-aneh," timpal Irwan. "Ya nggak aneh lah, Pa. Kan biar kita cepat dapat cucu," sahut Hesty seraya memukul lengan suaminya itu. "Apa tidak terlalu cepat, Ma? Umur mereka saja masih muda," kata Irwan. Kemudian Hesty menatap putra dan menantunya secara bergantian. "Rania apa kamu belum siap untuk pergi honeymoon?" tanya Hesty dengan lembut. "Hah, aku ... em, aku .... ""Kami s
"Berhenti, Za. Aku nggak kuat lagi," ucap Rania seraya mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Keduanya berhenti di sebuah jalan yang cukup sepi, Reza menyapu pandangannya ke sekeliling, ia khawatir jika mereka masih mengejar. Entah kenapa Reza merasa ada yang aneh dan juga janggal. "Mereka sudah tidak mengejar kita," kata Reza seraya bernapas lega."Iya, Za." Rania mengangguk. Reza menatap wajah Rania yang basah oleh keringat. "Kamu capek?" tanya Reza. Sementara Rania hanya mengangguk. "Ya udah kita pulang sekarang," kata Reza. "Ish, aku pikir sini aku gendong. Nggak tahunnya cuma ngajak pulang." Rania ngedumel, gara-gara kesal dengan jawaban yang Reza berikan. "Emang mau digendong," tawarnya. Sontak Rania terkejut, ia pikir Reza tidak akan mendengarnya. "Enggak, aku bisa jalan sendiri," kata Rania seraya melangkahkan kakinya mendahului Reza. "Huh dasar, wanita memang selalu begitu, gengsinya kegedean," gerutunya. Reza bergegas mengikuti langkah istrinya itu. Setelah cukup lama
Reza yang baru selesai mandi bergegas keluar dari kamar mandi. Rania semakin panik saat melihat Reza yang baru saja selesai mandi. Pikiran Rania benar-benar sudah travelling, ia khawatir jika Reza telah merenggut haknya tanpa izin darinya. "Kenapa." Reza berjalan mendekati Rania. "Semalam kamu ngapain, kenapa kamu melakukannya tanpa seizin dariku," tuduh Rania. Rasanya ia ingin menelan hidup-hidup lelaki yang ada di hadapannya itu. Reza mengerutkan keningnya. "Melakukan apa? Aku nggak ngerti maksud kamu apa.""Jangan pura-pura nggak tahu, bajuku lepas itu semua gara-gara kamu kan. Kamu sudah mengambil .... "Reza tertawa. "Oh jadi itu masalahnya, aku pikir ada apa.""Reza kamu harus tanggung jawab," ujar Rania yang masih emosi. "Tanggung jawab apa, wong kita aja udah nikah. Lagian semalam baju kamu basah, kalau nggak dilepas yang ada kamu masuk angin. Yang penting bungkusnya kan masih ada." Reza menjelaskan. Rania melongo saat mendengar penjelasan dari suaminya itu. Kemudian Rani
Reza membuka kaca mobil, dan ternyata dua orang polisi berdiri di sebelah mobil. Jujur, Rania merasa takut dan juga panik, sementara Reza berusaha untuk tetap bersikap tenang. Toh mereka tidak melakukan pelanggaran atau kesalahan. "Selamat malam, apa yang sedang kalian lakukan malam-malam di sini?" tanya pak polisi. "Mobil saya mogok, Pak. Itu sebabnya kami berhenti di sini," jawab Reza. Polisi itu terdiam sejenak. "Kalian bukan pasangan mesum kan.""Bukan lah, Pak. Kami pasangan suami istri." Reza merangkul pundak istrinya, hal tersebut membuat Rania sedikit terkejut. "Ita, Pak. Kami pasangan suami istri," tambahnya. Rania khawatir jika nanti pak polisi itu menangkapnya. "Bisa tunjukkan buku nikah kalian," ujar pak polisi. Reza dan Rania saling pandang. "Ran kamu bawa nggak?" tanya Reza. "Kayaknya enggak, aku simpan di rumah," jawab Rania. "Sebentar, Pak. Ini buktinya kalau kita pasangan suami istri." Reza menunjukkan foto pernikahan mereka, saat proses ijab kabul. Beruntung
Malam telah tiba, setelah kejadian di cafe pagi tadi, Rania memilih untuk mengurung diri di kamar. Hesty sama sekali tidak marah dengan apa yang menantunya itu lakukan, meski itu perbuatan tidak sopan. Namun, Hesty justru bahagia, karena itu tandanya Rania memiliki rasa pada Reza. "Rania, makan dulu ya. Dari siang tadi kamu belum makan." Reza terus membujuk Rania untuk makan, tetapi wanita itu menolak. "Aku nggak lapar." Rania membelakangi Reza."Walaupun kamu cuma ngambek, tapi tetep butuh tenaga loh," ujar Reza. "Sekarang makan dulu ya, nanti ngambeknya dilanjut lagi," lanjutnya. Namun Rania tetap tak bergeming. "Ish, bisa-bisanya Reza ngomong seperti itu," batin Rania. "Ya Tuhan, aku benar-benar malu atas kejadian tadi pagi. Bisa-bisanya aku nggak ngenalin kalau yang bersama Reza itu mama. Mau ditaruh di mana mukaku ini, walaupun mama nggak marah, tetep aja malu," batin Rania. Rasanya Rania ingin menghilang dari muka bumi. "Udah dong ngambeknya, lagian mama juga nggak marah s