Share

Berbagi jatah tidur

Sungguh Fitri merasa tak enak hati karena dirinya suami dan kakak iparnya bersitegang, segera ia berdiri mendekati Bastian mengelus punggung kokoh suaminya.

"Mas, Mbak Rita tidak pernah menghasutku, aku sendirilah yang memintamu menikah lagi. Sudah ya Mas kasihan Mbak Rita," ucap Fitri lalu melihat Rita terisak pelan saat ini.

Gemuruh di dada Bastian sirna dalam sekejap ketika tangan kecil itu mengusap punggungnya. Bastian menoleh, menatap sendu istrinya kemudian tanpa aba-aba menarik tangan Fitri dan menuntunnya berjalan ke ruang lain.

Alice yang menyaksikan pemandangan itu menahan cemburu yang membuncah di relung hatinya. Tanpa sengaja matanya bertubrukan lansung dengan mata Rita yang sedang menghapus air matanya.

Setelah Bastian dan Fitri menghilang. Rita menghampiri Alice dan duduk di sampingnya.

"Kamu kenapa Alice?" tanya Rita berbasa basi.

Alice menggeleng cepat. "Gak kenapa-napa Mbak,"

"Ada apa? Alice, kenapa Rita?" Bunda Ira menautkan alis matanya.

"Sepertinya Alice cemburu Bunda,"  ucap Rita membuat Alice salah tingkah.

"Benarkah?" Bunda Ira sedikit penasaran dengan menantu barunya itu. Pasalnya dia belum begitu memahami karakter Alice.

Alice memegang tengkuk lalu menggeleng lagi. "Ehm, gak Bunda Mbak Rita salah paham, aku gak ada cemburu Bunda, hanya saja kagum dengan Mbak Fitri yang bisa meredakan amarah Mas Tian,"

"Kagum?" Rita berdecih.

Alice menautkan alis mata, saat melihat raut wajah Rita yang seakan tidak menyukai Fitri.

"Untuk apa kamu kagum sama Fitri? Dia itu sebenarnya wanita bermuka dua, kamu lihat kan tadi, karna dia, adikku sendiri melawanku. Selama ini Bastian tak pernah berkata kasar padaku. Jadi buang semua rasa kagummu padanya, kamu tidak tahu saja sifat aslinya seperti apa!" Rita mendengus sambil melipat kedua tangan di dada.

"Ma-maksud Mbak? Sifatnya yang bagaimana?" tanya Alice penasaran.

"Ish, kamu ini, kamu akan tahu sendiri nanti, itulah mangepa aku menyuruhnya agar meminta Bastian menikah lagi, Fitri itu gagal menjadi seorang istri karna dia itu mandul!" Rita lansung membekap mulutnya sendiri karna keceplosan.

Bunda Ira menatap tak percaya pada putri sulungnya yang ternyata dalang di balik semua kemarahan putranya.

Sedangkan Alice sedikit takut jika dirinya juga tak kunjung hamil maka kakak iparnya mungkin bisa juga memintanya menyuruh Bastian menikah lagi. Perasaan kalut menderanya sejenak.

"Rita," panggil bunda Ira saat putrinya memalingkan muka.

"Hm, iya, Bunda," sahut Rita lirih.

Bunda Rita menarik nafas panjang. "Apa benar yang Bunda dengar tadi? Kamu yang menghasut Fitri?"

Rita mengangguk. "Tenanglah Bunda, aku tak ada memaksa, dia saja yang setuju dengan saranku itu. Sebenarnya waktu itu aku hanya bercanda saja, eh besoknya dia malah benaran meminta Bastian menikah lagi, jadi bukan salahku sepenuhnya, bukankah bagus Bunda, dengan begitu sebentar lagi Bunda bisa memiliki cucu," terang Rita mencoba membela diri.

"Benar begitu?" Bunda Ira kembali bertanya.

Rita kembali mengangguk. "Harusnya Bastian menceraikan saja wanita yang  jelas-jelas mandul itu! Ini, malah tetap mempertahankannya, benar-benar aneh!"

"Mbak, maaf jika aku terlalu ikut campur, berarti Mas Tian itu mencintai Mbak Fitri apa adanya, meski pun mereka belum memiliki anak," Alice menyela.

"Cih, masih saja kamu membela madumu itu, perlu kamu ketahui  Alice, kemarin aku mendengar dari salah seorang warga di desa sebelah, kalau Fitri sering jalan berduaan sama pria jika Bastian pergi bekerja," ucap Rita.

Alice begitu terkejut. "Mbak, bisa saja mereka salah lihat, rasanya gak mungkin Mbak Fitri akan berselingkuh,"

Rita mendengus. "Alice, Alice, kenapa kamu malah membela madumu itu, bahkan pemuda-pemuda di desa ini saja sering melihat Fitri diantar menggunakan mobil," ucapnya kemudian melirik  Bundanya yang hanya diam saja.

"Aku yakin itu hanya gosip, lagipula gak ada bukti yang menunjukkan kalau Mbak Fitri berselingkuh," ucap Alice dengan wajah yang masih tak percaya.

Rita terkekeh sebentar. "Maka dari itu Alice, mengapa kamu tidak mencari bukti saja, dengan begitu Bastian pasti akan menceraikannya den menjadikanmu ratu di hatinya, tidak usah naif lah Alice, kamu pasti cemburu kan sama Fitri,"

Alice mengedipkan matanya mendengar perkataan iparnya barusan.

.

.

.

Di lantai atas balkon kamar, Bastian dan Fitri  masih saling berpelukan satusama lain. Hembusan angin di sekitar menerpa jilbab panjang wanita itu. Fitri menelusupkan wajahnya di dada Bastian, menghirup aroma tubuh suaminya. Bastian pun melakukan hal yang serupa menaruh dagunya  di puncak kepala Fitri.

Kemudian Bastian mengurai pelukannya.

"Sayang, jujurlah padaku, apa Mbak Rita pernah menyakitimu?"

Fitri menatap lekap mata suaminya, lalu menggeleng. "Tidak Mas, Mbak Rita tidak pernah menyakitiku, dia selalu baik padaku,"

"Lalu, apa alasanmu memintaku menikah lagi, kamu wanita aneh Fitri, di mana-mana istri tak ada yang mau di madu tapi kenapa ku malah melakukan hal sebaliknya? Bukankah dulu kamu pernah mengatakan hanya ingin menjadi wanita satu-satunya," Bastian menangkup kedua pipi istrinya menatap matanya dalam.

"Katakan padaku? Ada banyak cara mendapatkan pahala, tidak harus melakukan poligami, Fitri!" lanjutnya menahan amarah.

"Fitri, kenapa kamu diam? Katakan padaku? Apa alasanmu memintaku menikah lagi?"

Sedari tadi, Bastian menanti jawaban istrinya. Berharap Fitri dapat berkata jujur dan mengungkapkan apa alasannya meminta ia menikah lagi.

Sementara Fitri, menatap manik mata suaminya dengan sangat dalam. Dapat di lihatnya saat ini pancaran mata Bastian yang menyiratkan kesedihan yang mendalam.

"Mas, aku hanya ingin kamu bahagia, itu saja,"

Jawaban Fitri membuat Bastian mendesah kasar.

"Apa tidak ada alasan lain, Fitri? Aku tau kamu berbohong padaku saat ini. Tolong Sayang, jujurlah padaku, apa benar karna Mbak Rita?"

Fitri menggeleng cepat. " Tidak, Mas,"

Bastian menurunkan tangannya seketika, kemudian menyukai rambutnya ke atas.

"Fitri, aku bingung apa maumu? Aku tak tahu dengan kehidupan kita ke depannya. Terlebih lagi sekarang ada Alice, aku tidak mencintai dia, di hatiku hanya ada namamu. Jangan heran, jika suatu saat nanti aku akan menceraikan dia. Sudahlah, aku harus pergi bekerja,"

Bastian begitu kecewa terhadap Fitri yang tak pernah mau berkata jujur padanya. Sebelum Fitri berbicara Bastian segera pergi meninggalkan istrinya.

* * *

Menjelang siang. Suasana di rumah sangatlah sepi. Biasanya Bastian akan makan siang di rumah, namun hari ini Bastian tak beristirahat di rumah.

Fitri menatap nanar makanan yang telah ia hidangkan diatas meja.

Sedangkan Alice baru saja tiba dirumah, dari tadi pagi hingga siang hari dia bertandang ke rumah mertuanya. Wanita yang hasilnya terpaut 13 tahun dari Fitri itu menghampiri madunya.

"Mbak, Mas Tian gak istrahat di rumah?"

Fitri menoleh mengukir senyum tipis. "Tidak, Alice. Sepertinya kerjaan Mas Tian masih banyak, apa kamu sudah makan?"

Aluce manggut-manggut. "Sudah Mbak, tadi aku sudah makan di rumah Bunda. Oh, ya Mbak, ada yang mau aku bicarakan sama Mbak nanti,"

Fitri menautkan alis. "Mau bicara apa?"

"Nanti saja, Mbak makan sianglah dulu. Cuaca siang ini sangat panas sekali ya, Mbak? Aku mau ke kamar dulu, mau mandi sebentar,"

"Baiklah, Mbak makan dulu ya, setelah itu kita ke taman belakang saja," ujar Fitri

Alice mengangguk pelan, kemudian pamit ke kamarnya.

Selang beberapa menit kemudian Fitri dan Alice duduk di bangku kayu panjang yang menghadap lansung kerumah mertuanya.

"Alice, apa yang ingin kamu tanyakan?" Fitri mulai bertanya memecah keheningan diantara mereka.

Alice menoleh, menatap Fitri. Ia bingung, bagaimana cara mengutarakan perasaannya sekarang. Ucapan Rita tadi pagi, selalu saja terngiang-ngiang di benaknya yang mengatakan Fitri berselingkuh dari Bastian.

Alice tampak gundah, ia kebingungan tak tau harus melakukan apa, saat bertandang ke rumah mertuanya tadi. Ia menceritakan pada kakak iparnya kecemburuannya terhadap Fitri dan mengatakan juga jika Bastian saat ini belum lah mencintainya. Jawaban Rita di luar dugaannya, kakak iparnya itu mengatakan Bastian bisa menceraikannya kapanpun. Kata-kata itu membuat perasaannya semakin kalut.

"Alice, kamu kenapa? Katanya mau bicara?" Fitri menyentuh punggung tangan madunya.

"Apa Mbak mencintai Mas Tian?" tanyanya kemudian.

Fitri tersenyum. "Tentu saja Mbak, mencintainya, sebenarnya ada apa Alice?"

"Gak ada apa-apa Mbak, aku hanya penasaran, apa benar alasan Mbak meminta Mas Tian menikah lagi lantaran Mbak belum mempunyai anak hingga sekarang," Alice bertanya dengan sangat hati-hati.

"Sebenarnya bukan itu alasan Mbak meminta Mas Tian menikah lagi,"

Dahi Alice berkerut kuat sekarang. "Lalu apa Mbak? Katakan padaku Mbak, jangan sampai aku mundur Mbak,"

Fitri memegang tangan Alice, kemudian menggenggam tangan itu dengan erat. "Maaf Alice, ini urusan pribadi Mbak, Mbak mohon kamu jangan pergi, temani Mas Tian hingga menjelang tua nanti, lahirkanlah anak yang banyak untuknya, Alice,"

Jawaban Fitri semakin membuat Alice keheranan. "Memangnya Mbak gak mau menemani  Mas Tian sampai tua?"

Fitri tersenyum tipis. "Tentu saja Mbak akan menemaninya, maksud Mbak kita akan menemaninya," ucapnya lalu melempar pandangan ke depan.

"Bersabarlah Alice, Mas Tian bukanlah pria yang mudah jatuh cinta, bagaimana kalau besok kamu melakukan apa yang Mbak kerjakan di rumah,"

Alice mengangkat wajahnya. Menatap wanita yang usianya hampir memasuki kepala empat itu, wanita yang begitu cantik meskipun tubuhnya kini terlihat kurus.

"Maksud, Mbak?"

"Besok, mulailah bangun pagi, untuk memasak sarapan untuknya,membuatkan kopi, menyiapkan pakaian kerja dan lain-lain," ujar Fitri.

Alice terenyuh, sebelumnya ia sempat memikirkan cara untuk menyingkirkan madunya itu, tapi kini ia membuang pikiran jahatnya itu seketika.

"Apa dengan begitu Mas Tian akan mencintaiku Mbak?"

"Serahkan semua pada Alllah, mulailah dulu dari hal-hal kecil, karna pria biasanya akan jatuh cinta pada wanita yang perhatian padanya, bersabarlah Alice, jika kamu bersabar namamu akan terukir di hati Mas Tian,"

"Terimakasih Mbak," Reflek Alice lansung memeluk Fitri.

'Ya Allah, usirlah semua pikiran kotor dalam benak ini, jangan sampai terhasut oleh bisikan setan," Alice membatin dalam hati, teringat penuturan Rita yang mengatakan jika madunya bermuka dua dan suka selingkuh.

.

.

.

Awalnya Alice sempat kebingungan, bagaimana caranya memberi perhatian pada suaminya, namun berkat bantuan Fitri, wanita itu kini mulai tau cara mendekati suaminya.

Hampir sebulan Alice melakukan aktivitasnya sebagai istri baru Bastian. Wanita itu begitu senang kala suaminya sama sekali tidak menolak apapun yang ia lakukan, seperti menyiapkan baju kerja suaminya, membuatkan kopi dan sebagainya.

Fitri sudah dianggapnya sebagai kakaknya sendiri. Madunya itu yang mengajarinya memasak kesukaan suami mereka dan melakukan tugas lainnya yang menjurus mendekatkan diri pada Bastian.

Sebenarnya Alice bukanlah tepikal wanita yang suka mengerjakan pekerjaan rumah, sebab ketika tinggal bersama orang tuanya, Alice begitu di manjakan, tapi kini untuk mendapatkan cinta Bastian apa pun akan di lakukannya.

Sekarangpun, Bastian tidur bersamanya setiap hari Kamis sampai minggu. Ia yakin sekali, semua itu ada campur tangan madunya. Meski sudah tidur sekamar dengan suaminya, namun Bastian tak pernah menjamah dirinya, tapi Alice tetap bersyukur, setidaknya ada kemajuan hubungannya dengan Bastian semakin mendekat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status