Home / Pernikahan / Madu Pilihan Mertua / 54. Merindukan Maya

Share

54. Merindukan Maya

Author: Miss Yune
last update Last Updated: 2024-09-28 12:18:56

"Ada apa sih, Bu? Mengapa masih saja bertengkar di saat keinginan Ibu sudah terpenuhi?" tanya Aris dengan heran.

Pria itu sudah bosan mendengar pertengkaran. Saat Maya berada di rumah ini, tidak ada perasaan tenang. Hani terus saja memojokkan Maya dan mengatakan bila perempuan itu tidak pantas untuk menjadi menantunya.

Kini, Maya sudah dia talak karena memang wanita itu menginginkannya. Tidak ada lagi seharusnya yang membuat Hani bertengkar. Wulan adalah menantu kesayangannya. Tentu saja, Aris berpikir bila Hani tidak mungkin bertengkar dengan Wulan.

"Kamu masih bertanya alasannya, Aris? Bukankah sudah jelas, Wulan itu sama sekali tidak ingin belajar menjadi seorang istri yang baik! Seharusnya, dia dapat membuatkan sarapan yang layak untukmu, bukan hanya mengoleskan roti!" jawab Hani menatap tajam sang menantu.

"Sudahlah Bu, jangan selalu bertengkar dengan Wulan. Aku berangkat sekarang," ucap Aris kemudian pergi bekerja tanpa mempedulikan panggilan Wulan. Aris tahu dirinya mulai
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Madu Pilihan Mertua    55. Kecanggungan yang Menghantui

    Maya tidak bisa mengabaikan perasaan canggung yang mengisi hari-harinya di kantor. Setiap kali ia berpapasan dengan Gilang, ada semacam ketegangan yang menyelimuti mereka. Mereka sudah berbagi banyak momen, tetapi kini semua terasa berbeda. Maya mencoba berkonsentrasi pada pekerjaan, tetapi pikiran tentang Gilang seringkali mengganggu fokusnya. Pagi itu, Maya duduk di mejanya, menyusun beberapa dokumen yang harus diserahkan kepada Gilang. Saat ia sedang memeriksa berkas-berkas itu, Putri, sahabat sekaligus adik Gilang, mendekat. “Hai, Maya! Apa kabar?” tanya Putri dengan senyum lebar di wajahnya. “Baik, Put. Kamu?” Maya menjawab, berusaha menampilkan senyum yang tulus meskipun hati di dalamnya bergetar. “Biasa saja. Tapi, aku lihat kamu dan Kak Gilang belakangan ini lebih sering terlihat... canggung,” Putri berkata, mengedipkan mata. Maya tersentak. “Canggung? Maksudmu?” Putri mendekat, suara bisiknya membangkitkan rasa ingin tahu Maya. “Aku hanya merasa ada sesuatu yang tidak b

    Last Updated : 2024-09-28
  • Madu Pilihan Mertua    56. Penyesalan yang Tertinggal

    Beberapa minggu setelah perceraian, Aris duduk di kantornya, mengamati foto-foto yang terpajang di meja kerjanya. Salah satunya adalah foto dirinya bersama Maya, diambil pada saat pernikahan mereka. Kenangan itu sekarang terasa seperti bayangan yang menyakitkan. Wajah ceria Maya seolah mengingatkannya akan semua kebahagiaan yang pernah mereka bagi dan bagaimana semuanya kini hancur. “Hari ini, aku harus berbicara dengan Maya,” Aris berpikir sambil meremas kertas di tangannya. Kecemasan menyelimuti hatinya, tetapi dia tahu itu harus dilakukan. Dia tidak bisa terus hidup dalam penyesalan tanpa mencoba memperbaiki kesalahan yang telah dia buat. Setelah berpikir panjang, Aris memutuskan untuk menemui Maya di kantornya. Saat melangkah keluar, dia merasa beban berat di pundaknya. Dia harus menghadapi kenyataan bahwa pernikahannya dengan Maya telah berakhir, dan kini dia harus menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihannya. Sementara itu, Maya sedang asyik bekerja di mejanya ketika dia

    Last Updated : 2024-09-29
  • Madu Pilihan Mertua    57. Saling Mengerti

    Hari-hari berikutnya di kantor dihabiskan dengan canda tawa antara Maya dan Gilang. Meskipun ada kekhawatiran di dalam hati Maya mengenai masa lalu, dia merasa semakin nyaman dengan kehadiran Gilang. Mereka mulai berbagi cerita dan pengalaman, menjalin hubungan yang lebih dalam. “Jadi, apa yang kamu lakukan saat tidak di kantor?” tanya Gilang suatu sore ketika mereka sedang istirahat di pantry. “Aku suka membaca dan menulis. Sebenarnya, aku punya beberapa cerita yang sudah kutulis, tetapi aku masih ragu untuk membagikannya,” Maya menjawab dengan sedikit gugup. Gilang terlihat tertarik. “Oh, kamu harus membagikannya! Aku pasti ingin membacanya. Menulis adalah cara yang bagus untuk mengekspresikan diri.” Maya tersenyum, merasa dihargai. “Terima kasih. Aku akan memikirkan untuk membagikannya suatu hari nanti.” Setelah beberapa hari berlalu, Maya merasa dirinya semakin dekat dengan Gilang. Namun, di malam harinya, saat dia berbaring di tempat tidur, bayangan Aris terus mengganggunya.

    Last Updated : 2024-09-29
  • Madu Pilihan Mertua    58. Kecurigaan yang Membara

    “Siapa yang kamu ajak bicara?” tanya Aris, matanya tertuju pada Wulan yang sedang asyik dengan ponselnya. Wulan menoleh, terlihat sedikit terkejut. “Oh, hanya teman lama. Dia ingin menanyakan kabar.” “Teman lama? Kenapa kamu tidak pernah cerita tentang dia sebelumnya?” Aris mempertanyakan, nada suaranya mengandung kecurigaan. Wulan terlihat ragu sejenak. “Ah, cuma teman biasa. Dia sudah lama tidak menghubungi, jadi aku tidak terpikir untuk membahasnya.” Aris mengerutkan dahi, merasa ada yang aneh. “Kamu tidak terkesan sangat bersemangat untuk berbicara dengan teman biasa.” “Aris, ini hanya percakapan biasa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” Wulan menjawab, tetapi ada ketegangan dalam suaranya. Aris ingin percaya, tetapi hatinya meragukan. “Aku harap begitu. Mungkin kita bisa berbagi lebih banyak tentang teman-teman kita?” “Ya, mungkin,” Wulan menjawab, berusaha tersenyum, tetapi senyumnya tampak dipaksakan. Malam itu, Wulan pergi ke kamar mandi, dan Aris melihat kesempatan

    Last Updated : 2024-09-30
  • Madu Pilihan Mertua    59. Perasaan yang Kian Menguat

    “Kenapa kamu selalu memandangi aku seperti itu, Gilang?” Maya tiba-tiba bertanya, sambil menata berkas-berkas di meja kerja Gilang. Suasana di ruang kantor penerbitan itu begitu hening, meskipun jarum jam terus berdetak. Gilang tersenyum kecil, menatap Maya dengan pandangan lembut. “Aku memandangi kamu karena aku suka melihat kamu. Apakah itu salah?” Maya merasa pipinya memanas. Ia menundukkan kepala, mengalihkan pandangannya dari Gilang. “Aku... tidak tahu. Kamu membuatku canggung.” “Aku tidak berniat membuatmu canggung, Maya. Aku hanya ingin jujur dengan perasaanku,” jawab Gilang dengan nada tenang. Namun, kesungguhan terpancar jelas di setiap kata yang ia ucapkan. Maya terdiam, bibirnya sedikit bergetar. Sejak bekerja bersama Gilang, hubungan mereka menjadi semakin akrab. Bukan hanya sekadar antara atasan dan bawahan, tetapi ada perasaan yang tumbuh tanpa mereka sadari. Namun, Maya masih takut membuka hati, terutama karena bayangan masa lalunya dengan Aris masih menghantuinya.

    Last Updated : 2024-09-30
  • Madu Pilihan Mertua    60. Dilema

    Maya masih memegang ponselnya, menatap pesan ancaman yang baru saja diterimanya. Pesan itu terus berulang di kepalanya, membuatnya semakin bimbang. Siapa orang ini? Kenapa dia begitu marah dengan kedekatannya bersama Gilang?Saat pikirannya terus berputar, suara ketukan pintu terdengar dari ruang tamu. Maya terkejut, seolah terbangun dari lamunannya. Ia melangkah perlahan menuju pintu, dan ketika ia membukanya, Gilang sudah berdiri di sana dengan senyuman hangat di wajahnya.“Maya, aku kebetulan lewat di dekat sini. Aku pikir, mungkin aku bisa mampir sebentar,” kata Gilang sambil tersenyum. Namun, senyuman itu segera memudar ketika melihat raut wajah Maya yang cemas.“Ada apa? Kamu terlihat tidak baik-baik saja,” tanya Gilang dengan nada khawatir, melangkah lebih dekat ke Maya.Maya menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. “Aku... Aku baru saja menerima pesan aneh.”Gilang mengerutkan kening. “Pesan aneh? Dari siapa?”Maya menyerahkan ponselnya kepada Gilang, menunjukkan

    Last Updated : 2024-10-02
  • Madu Pilihan Mertua    61. Kebenaran yang Terungkap

    Aris pulang lebih awal dari biasanya. Pekerjaan di kantor selesai lebih cepat, tetapi perasaannya justru semakin gelisah. Sudah beberapa hari ini dia merasa ada yang tidak beres dengan Wulan. Semua bermula dari panggilan telepon yang sering diterima istrinya. Wulan tampak gugup setiap kali telepon berbunyi, terutama ketika Aris sedang di dekatnya. Semakin hari, kecurigaan Aris semakin kuat.Setibanya di rumah, Aris membuka pintu dengan perlahan. Sepi. Rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. “Wulan?” panggilnya. Tidak ada jawaban.Aris melangkah ke ruang tengah, namun Wulan tak tampak di sana. Dia mendengar suara samar dari kamar. Penasaran, Aris berjalan mendekat, dan mendapati pintu kamar setengah tertutup. Dari balik pintu, terdengar suara Wulan yang berbicara dengan seseorang di telepon.“Pandu, kamu tidak perlu khawatir. Aku bisa mengendalikan Aris,” suara Wulan terdengar pelan namun jelas.Aris tertegun di tempatnya. Nama Pandu yang disebut-sebut Wulan langsung menusuk hatinya. P

    Last Updated : 2024-10-02
  • Madu Pilihan Mertua    62. Amarah yang Meledak

    “Jadi, kamu wanita yang telah merebut Gilang dariku?”Suara lantang itu menggema di ruang kantor penerbitan yang ramai, membuat banyak karyawan menoleh. Maya, yang sedang sibuk mengetik laporan di mejanya, mengangkat kepala dengan bingung. Seorang wanita berdiri di depannya dengan mata berkilat penuh amarah. Maya tidak mengenalnya, tetapi aura permusuhan terpancar jelas.Maya mencoba tetap tenang, meski tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. “Maaf, siapa kamu?”Wanita itu mendengus, wajahnya memerah karena marah. “Jangan berpura-pura bodoh! Aku Nia, wanita yang seharusnya dijodohkan dengan Gilang. Kamu tahu persis siapa aku!”Maya tertegun, mendengar nama itu. Baru saja Putri, adik Gilang, menyebut tentang perjodohan Gilang dengan seorang wanita bernama Nia, tetapi Maya tak pernah menyangka akan bertemu dengannya secepat ini, apalagi dengan cara yang begitu kasar.“Aku tidak punya urusan dengan perjodohanmu, Nia. Kalau kamu ingin bicara soal itu, bicaralah dengan Gilang,” jawab Ma

    Last Updated : 2024-10-02

Latest chapter

  • Madu Pilihan Mertua    74. Kebahagiaan

    "Jadi, Maya hamil?"Suara Hani bergema di ruang tamu yang sepi. Aris duduk di kursi, pandangannya lurus ke depan, namun hatinya seolah terguncang oleh kabar yang baru saja dia dengar. Dia tak bisa mempercayai bahwa Maya—wanita yang pernah ia cintai dan gagal dia pertahankan—sekarang sedang mengandung anak dari Gilang."Iya, Bu. Maya akan punya anak," Aris menjawab lirih, menundukkan kepalanya.Hani yang duduk di sampingnya terdiam sesaat, mencoba memahami perasaan anaknya. Ia tahu, kabar ini bukan hal yang mudah diterima oleh Aris. Bagaimanapun, meski mereka telah lama berpisah, Maya masih meninggalkan jejak yang mendalam di hati Aris. Kini, kenyataan bahwa Maya akan menjadi ibu dari anak pria lain mungkin terasa seperti pukulan telak bagi Aris."Aris," kata Hani lembut, "kamu harus kuat. Kita sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Maya sudah memilih jalan hidupnya, dan kita harus menghormatinya. Apapun yang terjadi, hidupmu harus terus berjalan."Aris mengangguk pelan, meskipun di dalam

  • Madu Pilihan Mertua    73. Kejutan di Awal Kebahagian

    Pagi itu, udara terasa hangat dan tenang di rumah Gilang dan Nissa. Maya sedang sibuk di dapur, menyiapkan sarapan. Suara pisau yang bergerak cepat di atas talenan mengiringi aktivitas paginya. Dia tersenyum sambil memikirkan hari-harinya bersama Gilang, terutama bulan madu mereka yang penuh kebahagiaan dan tawa. Gilang, dengan segala cinta dan perhatian, selalu membuat Maya merasa seperti wanita paling beruntung di dunia.Namun, di balik kebahagiaan itu, ada satu perubahan besar yang Gilang inginkan. Suatu malam setelah mereka kembali dari bulan madu, di atas ranjang mereka yang nyaman, Gilang memeluk Maya erat dan berbisik, “Sayang, aku ingin kamu berhenti bekerja. Aku ingin kamu lebih fokus pada kita, keluarga yang akan kita bangun.”Maya tertegun sesaat, menatap Gilang. "Apa kamu benar-benar menginginkannya, Gilang?"“Iya,” jawab Gilang dengan penuh keyakinan. “Aku ingin kamu tidak perlu lagi pusing dengan pekerjaan. Biarkan aku yang menafkahi kita. Kamu bisa beristirahat dan meni

  • Madu Pilihan Mertua    72. Hari Bahagia

    Sebulan kemudian, persiapan pernikahan berjalan dengan cepat. Maya dan Gilang sudah tidak sabar untuk menghalalkan hubungan mereka. Gilang memastikan segala sesuatu tertangani dengan baik, dari dekorasi hingga undangan. Ia ingin hari pernikahannya menjadi momen terbaik dalam hidup mereka.Maya sendiri sibuk dengan persiapan pribadi, memilih gaun dan merencanakan acara bersama sahabat-sahabatnya, termasuk Putri yang selalu setia mendampinginya. Dalam hati, Maya merasa bahagia, meskipun ada rasa takut yang kadang muncul. Bagaimana jika pernikahan ini tidak berjalan sesuai harapan? Bagaimana jika masa lalunya kembali menghantui?Namun, setiap kali rasa khawatir itu muncul, Gilang selalu ada untuk menenangkannya. “Percayalah, Maya. Kita akan bahagia. Ini adalah awal baru untuk kita.”Hari pernikahan semakin dekat, dan semua orang sibuk dengan persiapan. Maya sering kali tenggelam dalam tumpukan pekerjaan, baik di kantor maupun dalam persiapan acara, tetapi itu membuatnya merasa lebih tena

  • Madu Pilihan Mertua    71. Mendapat Restu

    Matahari bersinar cerah ketika Maya tiba di rumah Nissa, perasaan gugup menghiasi langkahnya. Meski hubungan mereka sudah lebih baik, tetap saja, restu dari calon mertuanya adalah langkah besar yang harus ia lewati. Gilang, yang berjalan di sampingnya, meraih tangan Maya dengan lembut, seolah memberikan kekuatan. “Tenang saja, Maya,” bisik Gilang seraya tersenyum. “Ibu pasti akan merestui kita. Aku yakin.” Maya mengangguk perlahan, meskipun kegelisahan itu masih ada. Dia tahu, restu dari Nissa adalah kunci utama untuk melangkah ke tahap berikutnya dalam hubungannya dengan Gilang. Restu yang selama ini belum sepenuhnya ia dapatkan. Ketika mereka masuk, Nissa sudah menunggu di ruang tamu. Senyuman ramah terulas di wajahnya, namun Maya tetap bisa merasakan ketegangan. Ada sesuatu yang tak terucap di antara mereka. Nissa memang lebih bersikap terbuka belakangan ini, tetapi masalah masa lalu Maya sebagai seorang janda masih menyisakan sedikit kekhawatiran dalam benak ibu Gilang. “Du

  • Madu Pilihan Mertua    70. Berharap Restu

    "Ibu akan memberitahukannya setelah waktunya tepat" ucap Nissa.Nissa meminta Maya dan Gilang untuk bersabar. Dia harus meyakinkan dirinya sendiri untuk menerima Maya. Oleh karena itu, Nissa masih meminta waktu untuk berpikir tentang restu untuk Maya dan Gilang. Akhirnya, Maya dan Gilang mencoba untuk bersabar. Hingga ada seseorang yang kembali mengusik ketenangan Maya.Langit senja terlihat suram ketika Aris berdiri di depan pintu kontrakan Maya. Dengan napas tertahan, dia menekan bel pintu, berharap Maya akan menerimanya kembali. Meski banyak hal yang telah terjadi, Aris masih merasa ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahan masa lalu. Dia tahu betul hubungannya dengan Wulan berakhir tragis, dan kini, pikirannya kembali teringat pada Maya—wanita yang pernah dia cintai dan biarkan pergi. Pintu terbuka perlahan, dan Maya berdiri di sana, terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Aris?" tanyanya, suaranya terdengar datar, meski matanya menunjukkan sedikit keraguan. Aris m

  • Madu Pilihan Mertua    69. Keputusan Nissa

    Wulan duduk di atas ranjang rumah sakit, matanya kosong menatap keluar jendela. Hujan deras mengguyur kota, seolah mencerminkan kekosongan di dalam hatinya. Tidak ada lagi yang tersisa. Kandungannya yang dulu menjadi harapan kini telah tiada. Semua telah lenyap, meninggalkannya dalam kehampaan yang menyakitkan.Pintu kamar perlahan terbuka. Pandu melangkah masuk, wajahnya tampak tegang dan penuh dengan penyesalan. Wulan menoleh pelan, tatapannya bertemu dengan mata Pandu yang muram."Pandu..." suaranya bergetar, nyaris tidak terdengar.Pandu mendekat, berdiri di sisi ranjang, namun ia tidak segera bicara. Hanya keheningan yang terjalin di antara mereka. Tatapan penuh luka di mata Wulan membuat dada Pandu terasa sesak."Aku tidak tahu harus berkata apa," Pandu akhirnya memecah kesunyian, suaranya rendah dan berat. "Aku... sangat menyesal."Wulan menundukkan kepala, mencoba menahan tangis yang sudah tak terhitung jumlahnya. "Kita semua melakukan kesalahan, Pandu," katanya lirih. "Aku ta

  • Madu Pilihan Mertua    68. Kehilangan Terbesar

    Wulan duduk terpaku di ranjang rumah sakit, tangannya memeluk erat perutnya yang kosong. Air matanya mengalir deras, seolah tidak pernah akan berhenti. Di dalam tubuhnya, bayi yang selama enam bulan ia kandung kini tidak lagi bernyawa. Tidak ada lagi denyut kehidupan yang dulu selalu ia rasakan setiap hari.Seorang perawat masuk ke kamar dan memberikan kabar yang sudah ia tahu sejak tadi, namun masih terlalu menyakitkan untuk didengar lagi. “Maaf, Bu Wulan... Kami sudah berusaha, tapi bayinya tidak bisa diselamatkan. Kondisinya terlalu lemah setelah pendarahan hebat tadi.”Wulan hanya mengangguk lemah, tidak ada tenaga untuk berkata apa-apa. Hatinya hancur, lebih dari yang pernah ia bayangkan. Bayangan masa depan bersama anaknya, yang ia yakini bisa menjadi harapan satu-satunya di tengah kekacauan hidupnya, kini lenyap seketika.Tidak lama setelah perawat keluar, kedua orang tuanya, Sari dan Arif, datang dengan wajah tegang. Sari langsung menghampiri Wulan dan menatap putrinya dengan

  • Madu Pilihan Mertua    67. Titik Penghabisan

    "Sudah cukup, Wulan!" Aris berdiri tegak di hadapan istrinya, wajahnya memerah karena amarah yang selama ini dipendam. Dia tidak bisa lagi menahan kemarahan setelah semua yang terjadi. "Aku tidak mau mendengar alasan apa pun lagi. Kamu harus pergi dari rumah ini sekarang juga."Wulan terdiam, tak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut Aris. Mata gelapnya membelalak, hatinya berdegup kencang. "Aris... kamu tidak serius, kan?"Aris menggelengkan kepalanya. "Aku sangat serius. Kamu pikir aku tidak tahu? Kamu pikir aku bodoh tidak menyadari semua kebohonganmu? Aku sudah cukup bersabar, tapi tidak ada yang tersisa lagi. Aku menceraikanmu, Wulan. Sekarang!"Wulan tersentak mendengar kata-kata tajam itu. Bibirnya bergetar, air mata mulai menetes dari sudut matanya. "Aris, jangan... Kumohon... Jangan lakukan ini." Suaranya penuh dengan kepanikan."Aku sudah katakan, ini sudah selesai." Aris menatap Wulan dengan dingin. "Kita hanya menikah secara siri, dan aku tidak ingin melanjutkan hubung

  • Madu Pilihan Mertua    66. Akhir dari Sebuah Kebohongan

    Aris duduk di ruang tamu dengan wajah tegang. Pikirannya berputar-putar, mencoba mencerna kejadian yang baru saja ia ketahui. Ponsel Wulan yang selalu berdering di tengah malam, telepon dari Pandu yang disembunyikan, dan semua tanda-tanda yang ia abaikan selama ini. Semua mulai masuk akal sekarang.Wulan duduk di sofa seberang, wajahnya pucat pasi. Dia tahu saat ini adalah akhir dari kebohongannya, tapi dia tetap mencoba bertahan.“Aku tidak bisa lagi menutup mata, Wulan,” kata Aris dingin, nadanya penuh kepahitan. “Sudah cukup. Aku sudah tahu semuanya.”Wulan memandang Aris dengan mata berair, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Semua kebohongan dan sandiwara yang dia jalani selama ini runtuh dengan cepat. Dia mencoba mencari cara untuk membela diri, tetapi tak ada lagi yang bisa disangkal.“Pandu adalah ayah dari anak yang kamu kandung, kan?” Aris akhirnya menembak dengan pertanyaan langsung. Suaranya begitu tajam, membuat Wulan menunduk tanpa bisa berkata-kata.“K

DMCA.com Protection Status