“Ning, Ning, kamu dimana? Ning gawat ini Ning,” ucap Haji Farhan tampak tergopoh-gopoh sambil membenahi letak sarungnya yang hampir melorot.
“Ada apa ya Abah, tenang dahulu. Memangnya ada apa? Kok sampai Abah sangat ketakutan begitu,” sahut Ning Sol istrinya yang sedang menidurkan bayi mereka yang baru saja lahir berjenis kelamin laki-laki dan diberi nama Sapto Aji.
“Cepat-cepat Ning kamu kemasi barang-barang kita ikut pergi mengungsi sama warga lainnya. Kamu dengar badai yang datang sejak kemarin malam yang tidak berhenti-berhenti hingga sore ini. Abah punya firasat buruk Ning, seolah-olah petir-petir itu bukan asli tapi buatan orang sakti yang hendak menghancurkan kota Jombang,” tutur Abah Farhan sambil merapikan beberapa pakaian yang sekiranya digunakan di pengungsian nanti.
“Loh sebentar to Abah, memangnya kita mau mengungsi kemana. Bukannya desa kita ini aman Bah. Kan selama ini desa kita aman-aman
“Padahal tadi masih sore loh Pak Lurah, saya saja belum mandi ini,” koar Ibu-Ibu dalam kerumunan warga di depan rumah Pak Lurah desa Megaluh.“Benar Pak malah hari belum jua menginjakkan kakinya pada waktu Ashar,” celetuk Ibu-Ibu di sisi kerumunan yang lain namun tetap masih di depan rumah Pak Lurah.Sedangkan suasana sekitar mereka begitu gelap gulita layaknya sudah ada pada putaran bumi saat menginjak tengah malam. Sehingga mereka membawa obor-obor dari bambu ada pula yang membawa senter dan damar ublik sejenis lampu tempel jaman dahulu kala. Ada jua yang hanya menggunakan sorot cahaya dari LED dari Hp mereka.“Benar juga kata para Ibu-Ibu ini Dek Haji Farhan, padahal tadi belum magrib loh. Kenapa kok malah jadi seperti ini sekitar kita menjadi sangat gelap layaknya tengah malam, Apa pendapatmu Dek Haji kita harus kemana mengungsi. Sedangkan petir, halilintar dan badai hujan angin ini berhari-hari belum kunjung r
“Hai para manusia diamlah tenang saja di tempat kalian berdiri dan jangan bergerak. Kami adalah para manusia serigala dan kami lapar melihat kalian,” suara teramat berat dengan lenguh embusan nafas menjijikkan.Dari moncong bibirnya keluar lendir-lendir bercampur sisa darah dari jantung-jantung manusia yang mereka makan. Matanya seakan melotot ingin keluar dari tempatnya sangat mengerikan.Panglima manusia serigala itu terus berjalan mendekat ke arah kami. Kami yang berkerumun di depan rumah Mas Lurah yang terkapar tak berbentuk berkalang lumpur dan tanah. Kami tak mampu bergerak menjalar ketakutan hebat di setiap badan kami.Kami tahu akan kematian sebentar lagi, tetapi kami tak mampu berlari menyelamatkan diri. Seperti ada rantai besi teramat kuat membelenggu kaki-kaki kami.“Oek, oek, cup tenang putraku sayang jangan menangis di gendongan Ibu. Tenanglah putraku dan ingatlah hari ini bahwa kekasihku adalah ayahm
Selendang-selendang sakti milik anggota Srikandi terus menari. Bagaikan tarian biduan di atas panggung hajatan memikat setiap mata lelaki. Hipnotis dan tarian terus berpadu seiring kibasan selendang dan rupa-rupa ayu.Bukan tanpa sebab para dewi Srikandi terus mengibaskan selendang sakti. Karena satu pukulan selendang hancurlah, leburlah badan keseluruhan manusia serigala. Walau tak bisa menghentikan badai dahsyat yang tengah berpadu satu pada langit nan gelap gulita semakin petang.Tetapi Srikandi bukan hal remeh bagi setiap lawannya. Buktinya para siluman serigala kocar-kacir dibuatnya. Panglima serigala yang sedari tadi sangat jemawa tampak bingung melihat pasukannya binasa satu persatu.“Kak Arum ambil bayinya Kak,” teriak Rohanah sambi terus memutar tubuhnya sesekali menendang dan memukul menghalangi para serigala terkadang sampai menebaskan pedang miliknya.“Aku dapat bayinya Dek Rohanah,” teriak
Mr. D menatap kotanya lekat dengan penuh amarah. Sorot tajam mata api yang dimilikinya melihat sosok besar hitam beraura teramat jahat di ujung tinggi gunung Anjasmara. “Akhirnya kau menampakkan dirimu juga Barbadak,” ucap MR. D bergumam lirih seraya mengubah dirinya menjadi sebuah nyala api berwarna hitam pekat. Sedangkan di sisi bukit Anjasmara Barbadak sang pemegang kekuasaan tertinggi raja di raja dari semua kalangan setan, jin, siluman bahkan kelompok manusia pembawa setan yang berjuluk Mbah dukun. Barbadak adalah makhluk aneh dari campuran berbagai clan atau ras di muka bumi. Dia adalah yang paling licik dari kaum setan dan dia jua yang paling jahat dari kaum siluman. Dia jua yang memiliki tipu daya serta tipu muslihat paling mengerikan dari jin. Dia jua masih memiliki darah keturunan dari bangsa manusia pembawa setan. MR. D dan Barbadak adalah musuh bebuyutan berabad-abad. Tujuan MR. D terlahir dahulu adalah untuk menyeg
Walau badai guntur dan petir sudah berlalu beberapa hari yang lalu di kota Jombang. Walau hujan dan angin ribut sudah agak reda dan menyisakan gerimis saja. Tapi awan hitam masih menggelantung rendah di atas kota Jombang.Awan-awan yang berarak dan selalu berkumpul menjadi satu pusat pada titik tengah kota Jombang. Bisa saja awan-awan hitam dan pekat tersebut kembali memuntahkan badai kembali. Bisa saja hujan lebat akan turun kembali bilamana perang terus berlanjut di dalam kota. Bilamana pergesekan kekuatan dari energi positif dan negatif terus bersentuhan dan bergejolak.Dari benturan-benturan dahsyat peperangan dari kedua kubu antara setan dan manusia itulah tercipta awan kumulus. Sekumpulan awan yang menggantung dan berpusat pada satu tempat dimana kumpulan awan ini sangat riskan akan terjadinya badai-badai susulan.Di salah satu sudut kota Jombang tepatnya di area desa Mojokembang. Sebelah timur agak ke pojok selatan pinggiran kota Jombang
Hutan Beringin Dam Sanggar Arum malam Jumat, Kala gelap menyeruak terus menerus pada keseluruhan area kota Jombang. Menyeluruh bahkan kegelapan menguasai hingga pelosok-pelosok pinggiran kota Jombang. Salah satu desa pinggiran kota Jombang bernama desa Gondek tak luput dari rengkuhan tangan-tangan besar kegelapan.Di salah satu sudut desa Gondek yang bersebelahan langsung dengan desa Mojokembang. Yakni tepat berada di utara pas desa Mojokembang sepanjang tepian aliran sungai Konto. Pada sebuah hutan beringin tepian sungai sepanjang Dam Sanggar Arum. Sosok Ki Bargowo dan salah satu anak buahnya Ki Burhan tampak tengah berdiskusi di tengah-tengah hutan beringin yang sangat luas sepanjang aliran sungai. “Burhan engkau adalah anak buahku yang paling ahli dalam membuka segel kematian. Tujuanku mengajakmu kemari adalah untuk membangunkan ratusan moster yang sesungguhnya ada di sepanjang tepian sungai Konto. Bangunkanlah ratusan monster tersebut pengaru
Peperangan bertahun-tahun yang terjadi di kota Jombang antara cahaya dan kegelapan, antara kebenaran dan angkara murka, antara manusia dan setan. Melahirkan dampak kehancuran kota peradaban kesatria-kesatria gaib terbesar ke dua setelah Surabaya pada masa itu.Hampir setengah populasi penduduk musnah akibat pembantaian-pembantaian masal dari kedua belah pihak bangsa manusia maupun bangsa jin. Pengungsian besar-besaran menuju kota-kota sekitar jombang menjadi cerita pedih tersendiri di perbatasan-perbatasan benteng kota.Para kesatria-kesatria penjaga berbatasan menjadi tameng-tameng terakhir pelindung ras manusia dari ganasnya perilaku-perilaku keji bangsa setan.Panglima Bayu serta sang anak yang bernama Sarif adalah kunci selamatnya ratusan pengungsi dari pinggiran kota Jombang sebelah utara yang hendak pergi mencari suaka menuju kota Lamongan dan Gresik.Kala itu hampir subuh benar di kawasan hutan Ndawar Blandong Pa
Tidak jauh dari kawasan hutan beringin dimana pepohonan disana bisa hidup kembali menjadi sesosok pohon monster. Ada sebuah kawasan di salah satu tebing yang masih dalam lingkup kali Konto. Dimana kawasan tersebut berdiri megah sebuah kerajaan gaib kaum Peri. Dengan pimpinan tertinggi masa ini dipegang oleh Raja Irawan yang sangat gagah dan rupawan.Bangsa Peri termasuk dalam golongan jin separuh manusia. Berperawakan tinggi dan mata seperti mata kucing dengan hidung selalu mancung. Kulit yang putih menambah elok dari wajah lonjong seperti wajah orang-orang Eropa timur. Telinga yang khas seperti telinga kelelawar namun hanya bentuknya saja menyerupai tetap berbentuk selayaknya telinga manusia.Bersenjatakan panah cahaya dan pedang kilat yang selalu mereka bawa. Bangsa Peri sangat ulung dalam strategi perang dan dalam pertempuran jarak dekat. Atau dalam penyerangan secara cepat, taktis dan akurat.Negeri Samandaka begitulah namanya terpampang je