Aku akhirnya memutuskan menerima tawaran dari yayasan untuk menjadi dosen tetap yayasan. Sudah tiga minggu ini perkuliahan kembali aktif. Manajemen EO sepenuhnya kuserahkan pada Adlina, namun aku tetap menjadi konseptor acara sesuai yang dipesan klien. Setiap sabtu dan ahad serta setiap sore sepulang dari kampus, aku tetap ke kantor EO.
Sejak menjadi dosen tetap, kesibukanku di kampus bertambah dengan menjadi pembimbing skripsi mahasiswa, dilibatkan dalam kepanitiaan kegiatan kampus, maupun tugas-tugas yang lain. Meskipun kegiatan kampus dan EO cukup melelahkan, tetapi sangat kunikmati. Inilah cara efektif untuk menjauhkan berbagai kenangan dan pikiranku pada Gus Nadzim.
Kenyataan bahwa Gus Nadzim sampai saat ini belum menikah, dan tetap menungguku membuatku memupuk harapan yang semakin kuat. Namun kenyataan pula bahwa Umi tidak menginginkanku, membuatku harus mengubur kembali harapan itu dalam-dalam. Menggunakan waktu yang kumiliki dengan berbagai aktivitas yang men
Suasana Gubug yang didesain mirip Gazebo ini terasa sangat nyaman. Hawa sejuk, aroma wangi bunga kopi, dan suara khas Tonggeret yang dalam bahasa jawa disebut Garengpung menambah kenikmatan kopi Muria dan pisang tanduk kukus yang masih hangat tersaji. Di perkebunan kopi ini atau lebih luas di daerah Muria dan sekitarnya, hampir sepanjang hari di bulan Maret kita dapat menikmati suguhan kemewahan simfoni indah dari Tonggeret, salah satu jenis serangga anggota sub ordo Cicadomorpha, Ordo Homoptera yang memiliki sekitar tiga ribu spesies di dunia. Nyanyian Tonggeret menemaniku menemui salah satu pengusaha kopi Muria yang pernah direkomendasikan Icha, salah satu teman sekolahnya. Kami melakukan penjajakan kerjasama untuk memenuhi kebutuhan kopi di Resort milikku. Sebenarnya aku sangat ingin mengajaknya ke sini, sekaligus ziarah ke makam sunan Muria. Mungkin sangat menyenangkan berjalan bersama menyusuri satu per satu anak tangga yang d
Pagi ini aku tidak ada jadwal mengajar dan berniat membersihkan Musala yang ada di sebelah rumah kami, wakaf dari kakek buyutku. Tapi kulihat Bapak sudah duduk termenung di teras Musala dengan tangan kanan yang masih memegang kain pel, sementara ember hitam berada di dekat kaki kanannya. “Kedahuluan lagi deh,” kataku dengan nada kecewa. Bapak menoleh ke arahku karena terusik oleh suaraku. Bapak paling tidak bisa melihat Musala dalam keadaan kotor. Beliau tidak sabar menunggu anak-anak jemaah ngaji yang piket membersihkan Musala di hari Ahad dan hari Jumat saat mereka libur sekolah. Sehingga beliau tak segan untuk menyapu dan mengepel Musala seorang sendiri. “Bapak ada masalah?” tanyaku setelah duduk menjajarinya. “Bapak bingung. Semalam Bapak besuk Mbah Nasuha yang baru pulang dari Rumah Sakit. Akibat jatuh waktu ambil wudu di Musala dulu itu. Sekarang dia harus pakai kursi roda. Semalam dia menangis sedih karena sekarang dia tidak mungkin lagi bisa
Kepalaku berdenyut hebat saat mendengar permintaan Bu Umma, “Konsep pernikahan outdor, di pinggir pantai.” Mendengar nama pulau itu saja sudah membuatku pusing, apalagi harus mempersiapkan pernikahan di sana. “Harus di Karimunjawa?” tanyaku menandaskan. Bu Umma mengangguk dengan ekspresi tak boleh ada penolakan. Aku memejamkan mata untuk beberapa saat, lalu menarik napas panjang untuk memenuhi kembali rongga-rongga paruku dengan udara yang kurasakan tiba-tiba menghampa. Aku mengangguk dengan senyum setengah paksa. Ya Allah. Kenapa harus Karimunjawa? ucap batinku nelangsa. *** Langkahku gontai menelusuri selasar pelabuhan menuju Kapal Express Bahari yang akan mengantar kami ke Pulau Karimunjawa. Aku menyodorkan tiket dan KTP dengan sedikit malas pada petugas yang berdiri di pintu masuk pelabuhan. Sementara kulihat binar kebahagiaan menguar dari wajah para partner kerjaku. Seluruh pojok dan sepanjang selasar pe
Perjalananku kali ini benar-benar tak menyenangkan. Tak ada semangat seperti biasanya ketika aku menangani event pernikahan. Biasanya aku paling antusias. Ada kepuasan tersendiri ketika bisa membuat hari spesial itu sebagai momen istimewa. Kepayahan, lelah, dan segala keruwetannya dalam menghadirkan konsep-konsep pernikahan yang indigenous terbayar lunas dengan wajah-wajah bahagia kedua mempelai, keluarga, dan tamu. Perjalanan kami ke Pulau Kemujan lancar tanpa hambatan. Jalan beraspal yang masih bagus tanpa tambalan seperti jalan-jalan di kotaku, menunjukkan jika tak banyak mobil berat seperti truk dan tronton yang melintas di atasnya. Putaran roda mobil yang kami tumpangi melaju dengan kecepatan sedang. Hutan Mangrove berderet di kanan kiri sepanjang jalan Karimunjawa menuju Kemujan. Masih sama dengan lima tahun lalu. Aah, lagi-lagi sebuah kenangan menyergapku. "Sebentar lagi kita sampai resort," kata Rofiq saat mobil kami melewati Bandara Dewandaru. Tampak sebuah pesawat terbang
Suara azan subuh terdengar sangat dekat di kamarku. Mataku masih lengket, dan kepalaku terasa berat. Semalam tidurku tak nyenyak. Bayangan laki-laki yang duduk digazebobersama beberapa bule dan dua lelaki berblangkon cukup mengusikku. Kami baru saja memasukiresort pukul sepuluh malam setelah ziarah ke makam Sayyid Abdullah bin Abdullatif dan Syaikh Amir Hasan Sunan Nyamplungan, saat tawa renyah darigazebopaling ujung dekat bibir pantai mencuri perhatianku. Suara seraknya yang khas mengingatkanku pada seseorang. Pandangan mataku menubruk sebuah siluet. Bentuk dan gestur tubuh laki-laki yang tak kulihat jelas wajahnya karena jarak kami yang cukup jauh serta terhalang oleh gelapnya malam itu kembali mengingatkanku padaGusNadzim. Aku merutuki diri sendiri. Segala sesuatu yang kutemui selama di Karimunjawa selalu terhubung padanya. Sebait lirik lagu Judika tiba-tiba mengetuk alam bawah sadarku. Cinta kar
Aku membaca jadwal acaraku hari ini diwhiteboardyang menggantung di samping pintu ruang kantor. Pagi sampai siang acaraselapanandi pesantren, dilanjutkan pertemuan wali santri. Pukul tiga sore memberi materiWorkshop Packagingproduk UMKM kepada ibu-ibu di pulau Parang. Habis Maghrib rapat bersama EO persiapan resepsi pernikahan. Zaenal kuminta menjadwal ulang rapat dengan EO melalui LAN telepon. Menurut perkiraanku, habis magrib belum bisa sampairesortsebab jarak Pulau Parang cukup jauh. Perjalanan dari pulau Parang keresortbutuh waktu sekitar tiga setengah jam. Zaenal masuk ruanganku dan menyerahkan setumpuk berkas rencana resepsi pernikahan yang akan kami kerjakan bersama. "ArichaEventPlanner and Organizer," kataku mengeja proposal kerjasama yang disodorkan Zaenal. "Ya gus. Itu nama EO yang
Aku sudah bersiap dilobby resort.Lima menit kemudian kulihat Aricha keluar dari kamarnya.Suite Roomyang ditempatinya kebetulan terletak di sebelah kananlobby. Sehingga aku bisa melihatnya keluar kamar dari tempatku saat ini.Ia terlihat cantik dengan padu padanblouse yukensi neckwarna putih berbahan satin,outerhijau tosca, dipadupalazzo pantsabu-abu dengan pasmina sifon warna abu-abu.Pouch bagwarnapinkabu menggantung di pundak kirinya, serta kacamata hitam menempel di kepala.Sapuan tipismake uppada bagian mata,eye linerhitam memberi kesan lebih besar pada mata sipitnya,eye shadowcoklat dan lipstik warnapeachmembuatnya tampak makin segar.Kuberikan senyum terbaikku dari tempatku berdiri. Ia membalas senyumanku. Hatiku sa
Kami hampir saja ketinggan kapal. Berlari sepanjang pelabuhan menuju kapal untuk mengejarnya. Tanpa kusadariGusNadzim menggandeng tanganku selama kami berlarian.Aku baru menyadarinya ketika masuk pintu kapal. Sejujurnya, ada hawa aneh yang menentramkan menjalari hati saat ia menggandengku. Namun aku sadar, dia bukan milikku. Maka kukendurkan pegangan tangannya. Ia meminta maaf.Saat kuletakkanpouchbagku di bawah televisi di ruang penumpang, kalung tasbihku menjuntai keluar dan sempat ia perhatikan. Cepat-cepat kumasukkan kembali kalung tasbih itu kedalamblouseku.Ia juga sempat memperhatikan gelang Kokka dan gelang cangkang kura-kura yang masih melingkar di lengan kiriku. Aku merutuki diri.Seorang pramusaji kapal menawarkan aneka snack dan minuman. Ia memesan dua kopi hitam. Kopi hitam manis untuknya dan satu kopi pahit untukku.Ia mulai mempertanyakan ke mana saja aku setelah insi