Share

Aeera Ingin dinikahi

"Silahkan duduk di sofa sana, Nona Aeera."

Bulu kuduk Aeera meremang– merinding ketika mendengar suara bariton yang berat tersebut. Bahkan jantungnya melaju lebih kencang, lututnya gemetar dan punggung panas dingin--hanya karena mendengar suara serak, berat dan seksi tersebut.

Apa semua pria dewasa yang matang punya suara ini? Aeera tidak nyaman!

"Baik, Pak," jawab Aeera pelan, melangkah kaku ke arah sofa abu-abu dalam ruangan luas sang big bos.

Setelah sampai di sofa, dia duduk begitu manis–hanya menatap lurus ke depan, tak berani menoleh ke arah manapun.

Cukup lama Aeera menunggu, tetapi sang big bos tak kunjung bersuara. Aeera memberanikan diri untuk melirik, ternyata bos-nya tersebut sibuk dengan pekerjaannya–berkutat dengan tumpukan dokumen serta sesekali terlihat fokus pada laptop canggih di depannya.

"Berapa lama lagi aku duduk di sini. Pantatku sudah panas," gumam Aeera pelan, berbicara dengan gigi ditekan–mulut tak di buka. Dia takut gestur tubuhnya diperhatikan oleh sang Bos.

Pria itu cukup berbahaya, Aeera harus berhati-hati.

Aeera kembali melirik ke arah Alarich. Mungkin sudah hampir tiga puluh menit dia menunggu di sini, tetapi pria dengan aura alpha yang mendominasi tersebut tak kunjung bersuara. Menoleh saja tidak!

Hingga tiba-tiba saja Alarich menatap ke arahnya. Aeera spontan menegakkan punggung. Ya, Tuhan, dia baru ditatap oleh pria itu saja rasanya jantungnya sudah hampir copot.

Tak tak tak

Suara ketukan langkah kaki terdengar. Badan Aeera lebih panas dingin, jantungnya berdetak jauh lebih brutal. Ketika aroma maskulin yang mahal menyeruak masuk dalam indera penciumannya, keringat dingin mulai menghampiri Aeera.

Aeera luar biasa gugup ketika Alarich telah duduk di sebuah sofa yang berada di depannya. Cara pria itu duduk saja telah menunjukkan siapa dia di sini.

Yah, seorang pemimpin perusahaan yang disegani dan dihormati.

"Sudah sarapan, Nona Aeera?" tanya Alarich dengan nada formal dan datar, menatap Aeera sayup sekaligus intens.

'Tatapan macam apa ini? Cik, aku gugup lah.' batin Aeera, sangat tak nyaman dengan cara Alarich menatapnya.

"Su--sudah, Pak." Aeera menjawab gugup, suara gemetar dan terbata-bata. Bola matanya bergerak ke sana kemari sebab dia tak berani bersitatap dengan Alarich. 'Dia nanya apa aku sudah makan apa belum. Fix, dia mau membunuhku!'

"Aku harap kau tidak lupa dengan kejadian sore kemarin," tutur Alarich santai, menyilangkan kaki–menyender lalu bersedekap dingin, menatap lurus ke arah Aeera.

"Maafkan saya, Pak." Aeera buru-buru menyatukan tangan di depan wajah. "Saya salah orang, Pak. Saya benar-benar nggak sengaja saat itu," pintanya, memohon maaf pada pria yang terlihat angkuh tersebut.

Aura dominan Alarich berhasil membuat Aeera menciut, tak punya nyali sedikitpun.

"Humm?" Sebelah alis Alarich naik, menatap lebih intens pada sosok perempuan manis di depannya. "Salah orang? Jadi bagaimana dengan benihku yang ada dalam rahimmu?"

"Enggak!" Aeera menggelengkan kepala secara kuat, membelalak panik  mendengar perkataan Alarich. "Bukan begitu, Pak. Temanku me--membutuhkan bantuanku. Dia tidak ingin dinikahi oleh pria yang dijodohkan dengannya. Aku diminta untuk mengacaukan pertemuan dia dan pria itu. Tapi … tapi aku salah orang, Pak. Sepetti itu, Pak," jelas Aeera, tanpa diminta oleh Alarich. Dia terlalu panik dengan konsekuensi yang akan pria ini beri padanya. 

Aeera pernah mendengar rumor jika setiap orang yang berurusan dengan Alarich, maka orang itu akan berakhir menghilang tanpa jejak. Ada yang mengatakan Alarich adalah iblis yang bersembunyi dalam wujud malaikat.

Pria ini tampan bak dewa Yunani kuno, tetapi tidak dengan hatinya serta pikirannya yang penuh kegelapan.

"Wanita yang bersamaku kemarin adalah ibuku."

Aeera menegang kaku. Astaga, Aeera benar-benar dalam masalah berat. 

"Dia memintaku menikahimu sebagai tanggung jawab karena telah  menghamilimu."

Aeera lagi-lagi menggeleng kuat. "A--aku bisa jelaskan pada ibu anda, Pak. Aku sekaligus meminta maaf untuk keonaran yang kulakukan."

"Kau hanya akan berakhir dipenjara," ucap Alarich–Aeera semakin pucat pias.

"Aku mohon, Pak, jangan penjarakan aku. Pe--pecat saja aku, Pak."

"Cih. Memecatmu tidak akan mengembalikan nama baikku dihadapan ibuku, " Alarich berdecis pelan, meremehkan sekaligus memperingati. "Kau hanya punya dua pilihan, Aeera Grizella."

"Pilihan," beo Aeera ragu-ragu. Oke, perasaannya mulai tak enak.

"Menikah denganku secara suka rela atau menikah denganku karena terpaksa. Silahkan pilih."

'Kenapa harus menikah?' Aeera menatap ragu pada Alarich. 'Masa aku harus nikah diusia dua puluh lima tahun sih? Bagiamana dengan impian dan masa mudaku?'

"O--opsi kedua konsepnya seperti apa, Pak?" tanya Aeera ragu-ragu, cukup canggung karena ini pertama kalinya dia berinteraksi dengan sang CEO.

"Tentunya dengan menghamilimu," jawab Alarich tenang, begitu santai–tak merasa berdosa atau merasa bersalah sedikitpun ketika mengucapkan hal itu, "dengan begitu kau tak punya pilihan selain menyerahkan diri padaku, Nona."

Mata Aeera membulat sempurna, bahkan bola matanya hampir meloncat dari tempat; terlalu terkejut mendengar penuturan big bosnya ini.

Bajingan! Dia tidak menyangka jika pria ini punya pikiran se kotor ini. Tampangnya seperti orang benar, tapi tidak dengan hatinya yang benar-benar jahat. 

'Aku tak menyangka jika orang ini sangat licik. Hanya karena masalah sepele, dia--- tapi sebelum ini, Pak Alarich sering memperhatikanku, bahkan sering mengikutiku. Sekarang dia terkesan memaksaku menikah dengannya. Apa jangan-jangan dia punya niatan buruk yah padaku?' Aeera membatu di tempat, tak berani bersuara atau sekedar menatap secara keseluruhan pada sang bos. Dia hanya diam, masih syok dengan ucapan Alarich tadi.

Menikahinya?!

Derrt'

Tiba-tiba saja deringan HP terdengar, membuat Aeera teralihkan fokusnya. Sedikitnya deringan itu membuat Aeera lebih rileks. Sedangkan Alarich, dia meraih ponsel mahalnya kemudian segera mengangkat telpon dari sang Mama.

Alarich menjauh, berjalan ke arah dinding curtain wall–menatap bangunan kota dari tembok kaca tersebut, sembari berbicara dengan ibunya.

Aeera memperhatikan, meneguk saliva beberapa kali secara kasar. 'Ini kesempatanku!' batinnya, perlahan berdiri lalu berjalan secara berjinjit pelan–mirip pencuri, supaya langkah kakinya tidak disadari oleh Alarich.

Kebetulan pria itu membelakanginya.

Namun, tiba-tiba saja Alarich sudah menghadap ke arahnya–menatap tajam ke arahnya.

"Hehehe …." Aeera cengengesan, "izin kabur yah, Pak. Salam anak bangsa!" ucap Aeera pelan, getir dan salah tingkah. Lalu setelah itu, dengan cepat dia berlari–menyambar pintu secepat kilat, bersamaan dengan Alarich yang bergerak mengejarnya.

Pria itu sangat gesit dan cepat, jarak mereka jauh tetapi Alarich bisa mengejarnya dengan cepat. Aeera hampir tertangkap, bahkan hembusan angin terasa disekitar pinggang Aeera saat pria itu berniat meraih pinggangnya. Untung, Aeera bisa menghindar.

Brak'

Pintu dibanting oleh Aeera, dia tak sengaja!

Lalu setelah itu Aeera berlari dari sana.

Ceklek'

Alarich membuka pintu ruangan, sayangnya Aeera sudah tak ada di sana.

Tangan Alarich terkepal kuat, begitu juga dengan rahangnya yang mengatup keras. "Kau pikir kau bisa lari dariku, Aeera?! Silahkan, tetapi kau hanya akan berakhir dalam pelukanku."

***

"Iss, gini amat nasib aku." Aeera mengeluh, berjalan lesu sembari menendang kerikil kecil yang menghalangi di depan. Setelah kejadian tadi, Aeera benar-benar kabur dari kantor.

Jika dia di pecat karena bolos kerja, maka itu lebih baik. Itu yang Aeera inginkan. Hah, dengan begitu Aeera tak akan bertemu lagi dengan Alarich.

Pria misterius itu benar-benar mengerikan. Dia seperti samudera yang menyimpan banyak monster didalam dirinya!

"Kenapa sih, Pak Alarich pengen menikahiku? Tampang aku pas-pasan, bahkan di beberapa mata orang aku ini perempuan jelek. Body?" Aeera berhenti sejenak, mengerjab beberapa kali kemudian menatap tubuh dari atas hingga bawah. Dia juga menepuk bokong secara tiba-tiba, mencek apakan bagian belakangnya sesuai standar body goals kaumnya atau tidak.

"Sepertinya lumayan. Apa jangan-jangan karena itu yah makanya Pak Alarich ingin menikahiku? Hei, tapi Mbak Arumi lebih padat dan berisi. Kurasa masih banyak yang lebih montok dibandingkan aku," cerocosnya. Ketika melihat sebuah minimarket, Aeera memutuskan untuk mampir sejenak. Dia haus.

Setelah membeli minuman, Aeera keluar. Dia duduk di sebuah kursi yang di sediakan di depan mini market, minum sembari berpikir keras kenapa Alarich sangat ingin menikahinya.

Fokusnya tiba-tiba teralihkan pada sebuah mobil mewah mengkilat berwarna hitam.

"Ya ampun, bagus sekali mobil itu. Siapapun pemiliknya, semoga dia jodohku, Tuhan. Hehehe, kalau laki-laki dan tak beristri yah," celutuknya, lumayan heboh sendiri karena melihat mobil yang terasa gagah tersebut.

Sepertinya mobil ini baru.

Mobilnya saja tampan, pasti pemiliknya juga.' batin Aeera, sudah di sebelah samping mobil–bercermin pada pintu mobil.

Sangking bersih dan mengkilat, mobil tersebut bisa dibuat bercermin.

"Aku seksi juga yah kalau dilihat-lihat.  Sembilan sembilan ku berisi, pinggang ramping, umm …-" Aeera sedikit menyamping untuk melihat ukuran bagian berdaging yang menutupi pinggulnya, "wow. Aku memang seksi. Hehehe …," cengengesnya di akhir kalimat.

"Eict, ada yang kurang," celutuknya, heboh sendiri–grusak-grusuk mencari sesuatu dalam tas. "Nah, ini dia."

Aeera menatap lipstik miliknya sejenak, lalu mengenakannya. Bibirnya terlihat pucat, mungkin dia lupa memakai lipstick karena panik berangkat ke kantor.

"Muachhh …." Setelah mengoles lipstik di bibir, Aeera melayangkan kiss udara pada jendela kaca–tempatnya bercermin. "Masih kurang merah," ucapnya kembali mengenakan lipstik.

Namun tiba-tiba saja kaca mobil diturunkan, memperlihatkan sosok pria dingin yang memasang ekspresi flat–terlihat tenang, duduk dalam mobil.

Deg deg deg'

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Inda Sari
hahahahaha
goodnovel comment avatar
AlynGrafielloPaxon
noh doa Lo terkabul gak tuh Aeera .........
goodnovel comment avatar
Mifta Nur Auliya
Hahahaahahahhahahaab
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status