Sore hari di sebuah taman ujung kota. Pemandangan pinggiran Kota Redchester dari atas bukit terlihat begitu menakjubkan. Hijau, asri, dan menyejukkan.Alexander melakukan peregangan dan pemanasan sebentar, “Bryan, tidak ada yang instan di dunia ini. Semua butuh proses. Apalagi niat mu ingin menjadi kuat. Silakan kau pergi ke tempat gym. Tanyakan pada mereka, berapa lama mereka menginvestasikan waktu dan uang untuk membentuk otot di tubuh mereka? Berapa jam dalam seminggu mereka berolahraga? Lalu, silakan kau tanyakan kepada tentara yang sedang bertugas, Mayor Farrell misalnya, berapa lama dia membutuhkan waktu untuk menjadi seperti sekarang?”Dan kalau saja Bryan tahu seperti apa Alexander menjalani kehidupan selama satu tahun penuh di Pulau Lambora.Meskipun satu tahun merupakan waktu yang dirasa singkat untuk membentuk fisik sempurna, mental yang kuat, dan otak yang jenius, namun selama waktu singkat itu Alexander memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Tidak ada hari dan tidak ada detik
Entah kenapa, Bryan menyepak sebuah kerikil kecil dengan kesetanan.Bugh!Saking semangatnya, kacamatanya sampai terlepas dan jatuh. Untung saja tidak pecah.Alexander dan Farrell yang melihat itu hanya bisa tersenyum datar. Wajar, mereka setiap hari ketemu tentara dan orang-orang kuat, jadi pas menyaksikan tingkah aneh dari pria seperti Bryan, mereka menahan tawa untuk tidak menyinggung perasaan Bryan.Tapi, justru Bryan yang terkekeh sendiri. “Hehe. Ngomong-ngomong, sepakanku lumayan kuat juga ya,” serunya sambil memungut kacamatanya yang terserak di tanah di antara serpihan dedaunan.Kalau bukan karena perintah dari sang guru, Warren Rockefeller, Alexander tidak akan menghabiskan waktunya berlama-lama dengan Bryan hanya untuk menjadikan Bryan sebagai pria sejati. Hanya saja, Alexander punya janji pada gurunya tersebut untuk memperbaiki apa yang ada di perusahaan dan juga keluarganya, terutama tentang dua kakak beradik yang tidak pernah akur....Perlu kesabaran ekstra untuk membuat t
Sembari berlari santai, Alexander melempar beberapa pertanyaan kepada Bryan soal perkara bisnis.Alexander cukup paham soal bisnis dan uang setelah belajar selama satu tahun bersama Warren Rockefeller, seorang pebisnis sukses dan masuk daftar sepuluh orang terkaya di negeri ini.Pada waktu itu dia mendapatkan banyak pengajaran tentang bagaimana caranya me-manage dan mengelola uang sebaik mungkin.Warren merupakan sosok yang sangat benci dengan sistem perbankan konvensional ribawi pada zaman modern. Jika orang pada umumnya menyebut bunga bank adalah bunga, maka dia menganggapnya bunga bank adalah kotoran. Selisih uang yang ditetapkan oleh bank, misalnya pinjam sekian nanti bunganya lima persen atau sepuluh persen atau sekian persen, bunga itu sebenarnya adalah kotoran.Baginya, bunga bank hanyalah anomali. Sesuatu yang sebenarnya jelek dan busuk tapi dibungkus pakai kado ulang tahun. Namanya bagus dan tampilannya keren tapi baunya busuk. Warren tidak pernah menyimpan uang di bank dalam
Sebagaimana sudah Alexander ketahui bahwasanya Warren Rockefeller bukanlah berasal dari keluarga kaya raya. Dia berangkat dari seorang buruh pabrik setelah selesai dari studi S1. Karena ingin membawa perubahan besar di dalam hidupnya dan juga keluarganya, dia pun memberanikan diri untuk menjadi seorang pengusaha, merintis bisnis dari nol.Perjuangan Warren Rockefeller begitu terjal dan banyak rintangan yang mesti di hadapi. Meski begitu, yakinlah bahwa hasil tidak akan mengkhianati proses. Dalam tahun-tahun berikutnya, Warren berani all in menginvestasikan semua uang yang dia miliki ke sektor minyak. Cukup lima tahun, dia sudah punya lima perusahaan minyak di Winland, sampai pada akhirnya dia punya lebih dari dua puluh perusahaan migas dalam satu payung perusahaan bernama : WR-Oil.Total kekayaannya sudah mencapai milyaran dollar meskipun belum pernah menjadi orang terkaya di semua penjuru negeri. Namun, semua harta yang dia miliki sudah cukup untuk menjadikannya sangat tersohor dan d
Bryan lalu memberikan analogi lain terkait bagaimana caranya bisa menjadi nomor satu. Messi misalnya. Jika diperhatikan secara seksama, ketika Messi bermain bola, di antara sepuluh teman lainnya, Messi adalah yang paling egois. Dia sering drible sendiri, asyik sendiri, dan terkadang tidak begitu peduli dengan rekan satu tim lainnya. Naluri mencetak golnya tinggi dan pada setiap pertandingan dia selalu menjadi pembeda.Lalu bandingkan dengan pemain yang biasa-biasa saja, tidak mau pegang bola terlalu lama, tidak punya skill individu luar biasa, tidak bisa melewati bahkan satu orang musuh saja, dan tidak ada naluri mencetak gol. Sudah barang tentu orang tersebut tidak bakal pernah bisa menjadi yang terbaik.“Dark Triad,” ucap Bryan sambil lari santai. “Egois, tidak peduli, dan ketamakan. Kadang, beberapa sifat buruk akan mengantarkan kita pada kesuksesan sejati.”“Tapi ingat, Bryan, ayah mu juga mengajarkan kau untuk menjadi orang dermawan, peduli, suka membantu, dan tidak mementingkan
Suasana yang masih cerah di sabtu sore hari. Jingga yang menjuntai di angkasa menjadi lukisan indah dari panorama, maha karya yang sungguh memanjakan mata, sama indahnya dengan satu sosok wanita yang begitu menawan dengan tampilan begitu klasik.Sehabis memandangi langit barusan, dia kembali menghadap cermin dan menyelidiki penampilannya sendiri.Karena bukan acara yang mengandung romantisme, Gabriella hanya mengenakan setelan kasual klasik ala cewek Paris yang modis : chic decontracte.Celana yang tidak terlalu ketat warna krem dan baju berwarna putih. Sangat minimalis. Tidak pakai hak tinggi karena dia memang sudah cukup tinggi.Lalu Gabriella merapikan rambut terurai yang membingkai wajahnya yang sangat cantik.Ketika dia mengambil tas kecil di atas meja, lantas dia pun melangkahkan kaki keluar dari kamar tersebut.Di ruangan keluarga, sedari tadi Pablo Callister menunggu tak sabar. “Cepatlah, Nak! Tuan Muda Tony Rockefeller sudah menunggu dari tadi di 101 Cafe n Resto. Lebih tepat
Audi putih itu berhenti di halaman parkir 101 Resto, lalu seorang wanita berparas yang sangat menarik perhatian pun turun dari sana dan melangkahkan kakinya dengan biasa-biasa saja. Sengaja tidak membuat dirinya tampak anggun karena di hatinya memendam rasa kesal dan tidak ikhlas.Dari kejauhan, setengah lusin anggota militer suruhan dari Pablo sudah bercokol di sekitar 101 untuk memberikan pengawasan dan penjagaan terhadap Gabriella.Semua mata tertuju pada Gabriella. Cukup aneh, Gabriella penampilannya tidak semodis dan sesemarak mayoritas wanita di sana, akan tetapi kecantikannya mengalahkan semua wanita di sana. Namun, Gabriella tidak peduli dengan semua tatapan dan lirikan mereka.“Antarkan aku ke VVIP. Tuan Tony Rockefeller sudah menungguku,” ujar Gabriella pada seorang pelayan yang berdiri dekat pintu.Setelah itu Gabriella pun diantarkan ke lantai tiga restoran, tempat di mana para elit berada, beda level untuk orang-orang yang berada di lantai satu dan dua.Begitu telah sampa
Seorang pelayan memecah perdebatan kecil tadi. “Silakan mau pesan apa, Tuan dan Nyonya.”Tony tak lagi membuka buku menu karena sudah hafal apa saja yang ada di sini. “Seperti biasa. Steak wagyu terbaik dan termahal. Aku harap teman kencanku memesan makanan yang sama sepertiku.” Tapi, Gabriella tidak memesan itu. “Salad saja.”“Tambah yang lain. Mana ada orang makan malam hanya makan buah. Pesanlah makanan yang berat.”“Aku tidak nafsu,” balas Gabriella dengan cuek.“Kalau cuma makan buah, mendingan kita pergi ke toko buah saja di mall. Cepat pesanlah!”Gabriella menggeleng dengan wajah acuh tak acuh. Meski perasaannya terhadap Alexander mulai pudar, dia agak meradang karena bagaimana pun, Alexander masih suaminya.Tony mengangkat tangan kanannya sekali, memberikan gestur, terserah. “Ya cukup itu. Kalau kau merasa lapar, bilang saja. Kau dipersilakan pesan apa saja yang kau mau.”Sembari menunggu pesanan mereka sedang diproses, Tony menuangkan wine dari botol ke gelas kaca, lalu mend