Ruang tamu berubah menjadi seperti tempat perang, bukan perang senjata melainkan perang emosi. Axelle beranjak berdiri, berkacak pinggang mengucapkan sumpah serapah terhadap sang ayah. Sopan santun yang selama ini ia junjung tinggi seolah menghilang bersama luapan emosi memuncak. Dia merasa ketika sang ayah telah melebihi batas dalam mengurusi kehidupannya. Mirza berlari mendekat, dia memeluk sang papa dari belakang agar tidak menyerang sang kakek.
"Hei, Pak Tua," pekik Axelle menekankan kata 'pak tua'. "Kau sudah tidak waras, kah? Bagaimana mungkin aku menikah secara resmi dengan gadis belia? Freya adalah istriku satu-satunya yang aku cintai," cerocos Axelle.
"Kalian hanya menikah siri, ingat?" cemooh Zeroun. "Dasar anak durhaka! Tidak bisakah kau, menuruti keinginan terakhir ayahmu yang telah renta ini?" dengus Zeroun kesal. Dia beringsut membenarkan letak duduknya.
"Aku tidak mau, Freya adalah istriku satu-satunya!" kata Axelle tegas. "Ayah, kenapa tega sekali? Aku sudah menjadi orang tua juga Ayah, sampai kapan hidupku akan Ayah kekang?" imbuhnya.
Stela menatap sayu keluarga sahabatnya tersebut. Ada rasa kasihan, selama ini gadis tersebut selalu merasa iri pada Mirza. Hidup berkecukupan, latar belakang yang sangat menjanjikan. Akan tetapi, siapa sangka jika hidup orang kaya terkadang tidak seberuntung dirinya. Dia kemudian menoleh ke arah kakek Zeroun. Lelaki tersebut terlihat mencoba tenang. Tidak seperti dirinya yang masih syok. Bagaimana bisa dirinya ikut terlibat pada pusaran perselisihan keluarga. Ingin dia berlari tapi tak bisa, tak akan terlihat sopan pastinya, dan tidak pandai kabur juga. Stela menatap Mirza cukup lama, hingga sahabatnya tanpa sengaja menoleh ke arahnya.
"Bagaimana kalau kita sudahi sampai di sini saja. Dan Mirza mohon, tolong jangan sangkut pautkan Stela pada masalah keluarga kita!" pinta Mirza.
"Maaf Nak, tekadku sudah bulat. Aku menginginkan gadis muda ini menjadi menantu keluarga Zeroun," kata lelaki tua tersebut.
"Mungkin kakek bisa menikahkan Stela dengan saya saja," celetuk Mirza.
"Please, Mirza, jangan menambah masalah Nak," kata Freya mengingatkan anaknya, wanita yang masih terlihat sexy tersebut bangkit, dan menggandeng sang suami beserta anaknya untuk duduk di sofa. Stela melongo mirip keledai, tak mampu berkomentar. Gadis tersebut terdiam membisu, antara bingung dan pening.
"Aku pulang," kata Zeroun. Lelaki tua tersebut bangkit dari duduknya dan berbalik menatap Stela. "Kalian bawa gadis ini pulang ke rumah utama!" perintah Zeroun pada anak buahnya.
Seorang lelaki yang mengenakan setelan jas masuk ke dalam ruang tamu. "Mari silahkan ikut saya, Nona," ucap lelaki tersebut sopan.
"Eh, tunggu-tunggu, kenapa saya mau di bawa pergi?" kata Stela mendelik. Ketika tangan berotot sang bodyguard menarik tangan Stela yang tak kunjung jalan.
"Lepaskan Stela, kakek, tolong jangan lakukan hal ini," keluh Mirza. "Jangan libatkan dia," imbuhnya.
"Maaf Nak, tapi aku tetap akan menikahkan Axelle dengan Stela," ujar Zeroun berkata tanpa menoleh.
"Tidak! Tolong lepaskan saya, kemana kalian akan membawaku?" tanya Stela meronta-ronta.
Punggung Zeroun yang berjalan lurus keluar pintu rumah nampak mengecil, dan menghilang di tikungan, menuju tempat mobil berada. Axelle masih menatap punggung tua sang ayah. Ada rasa marah, heran tak percaya. Ayah yang semasa kecilnya begitu ia agungkan, tak menyangka akan berlaku menekannya selalu.
"Bagaimana ini Papa? Stela tak akan kenapa-kenapa, kan?" tanya Mirza khawatir.
"Tak apa Mirza, Stela pasti akan baik-baik saja. Nanti kita jemput sahabatmu itu" jawab Axelle.
"Lantas, apa yang akan Papa lakukan sekarang?" Mirza kembali bertanya.
"Entahlah, Nak," ujar Axelle singkat. Lelaki tersebut meraup wajah tampannya dengan kedua tangan.
"Sayang, kenapa kamu tidak turuti keinginan Ayah kamu, untuk menikahi Stela?" kata Freya memecah keheningan sesaat tersebut. Mirza dan Axelle kompak menoleh, menatap nanar wanita tersebut.
"Mama!" pekik Mirza.
"Bagaimana kamu bisa berpikiran demikian, Sayang?" ucap Axelle tak percaya.
"Kau hanya perlu menikahinya saja, setelah Mirza berhasil mendapat tempat di keluarga Zeroun, kau bisa menceraikan Stela. Lagi pula dia gadis lugu, menurutku dia akan sangat mudah diatur. Kita beri saja dia uang nantinya," jelas Freya.
"Sayang, aku tau, kamu pasti sangat frustrasi. Pernikahan yang hanya bisa dilakukan secara siri. Dan tentang status anak kita di keluargaku maaf, Sayang. Aku memberimu beban berat yang harus kau pikul," keluh Axelle. Dia memeluk tubuh sexy sang istri.
"Aku tidak yakin Stela akan menerima rencana ini," ejek Mirza. "Tolong, lah Mama, Papa, jangan libatkan Stela," mohon Mirza.
"Mama jua sebenarnya tidak ingin Sayang. Akan tetapi harus bagaimana lagi?" keluh Freya memasang wajah memelas.
"Kepalaku pusing, aku akan mandi, menjernihkan kepala," keluh Axelle. Lelaki tersebut bangkit, meninggalkan istri dan anaknya.
*****
Stela menilik jam di dinding, telah menunjukan pukul delapan malam. Dia saat ini sedang berbaring di kasur empuk. Sebuah kamar luas nan mewah tertata rapi. Lemari pakaian bercat keemasan seirama dengan warna cat tempat tidur. Tak pernah terbayangkan di hati gadis tersebut akan merebahkan tubuhnya di tempat semewah itu. Dia masih ingat jelas, sore tadi, saat baru pertama sampai, banyak asisten rumah tangga menyambut kedatangannya, menyiapkan makan, tempat tidur dan pakaian. Gadis itu menghela napas berat. Hari ini adalah hari yang sangat berat dan membingungkan.
Tok..tok...tok! Ketukan pintu kamar membuat Stela bangkit dari berbaring. Derit pintu terdengar ketika Stela membukanya.
"Tuan besar menyuruh Nona untuk turun," ucap seorang lelaki paruh baya tersebut. Dia sangat terlihat rapi dalam balutan set jas yang menutup tubuh tinggi, kurusnya.
"Baik, Pak," jawab Stela.
Rambut panjang yang tergerai, menari-nari seiring langkah kaki Stela. Gadis tersebut semakin cantik dalam balutan dres yukensi setinggi lutut, warna biru motif bunga kuning. Matanya langsung tertuju pada sosok lelaki berusia empat puluh tahun, duduk menghadap Zeroun. Wajahnya masih terlihat tampan rupawan setampan Mirza. Perpaduan anak dan ayah dengan ketampanan yang membuat, wanita jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Silahkan duduk Nak," ujar Zeroun menoleh ke arah Stela. Gadis tersebut manut saja tanpa komentar. Dia duduk di sofa berdekatan dengan sang kakek. "Jadi bagaimana Axelle, masih mau menolak keinginanku?" ejek Zeroun.
"Tidak Ayah, aku akan mengikuti permintaan Ayah. Aku bersedia menikah dengan Stela," ujar Axelle.
Stela langsung syok seketika, dia merasa ketakutan tak terkira. 'Apa yang sebenarnya terjadi?' keluh Stela dalam hati. Dia sedikit terkejut mendengar Zeroun tertawa.
"Baiklah, aku akan persiapkan semuanya besok. Dengar Nak, suatu hari nanti kau pasti akan berterima kasih padaku," kelakar Zeroun.
"Aku melakukan ini demi Mirza," tegas Axelle.
"Kenapa kalian membuat keputusan sendiri tanpa mendengar keputusan dan keinginanku?" keluh Stela. Kali ini gadis tersebut mendelik, bulir-bulir air mata menggenang siap meleleh.
Bersambung.......
Axelle membuka pintu kamar dengan perasaan lesu. Bayangan wajah Stela, gadis muda yang secara tak sengaja harus terlibat dalam kemelut masalah keluarganya. Dia masih ingat benar wajah pasrah tak berdaya sang gadis. Zeroun, ayah terlalu menekan gadis tersebut. Bahkan beliau menghubungi pihak kampus tempat Stela kuliah. Dengan kekuasaannya, Zeroun meminta pada mereka untuk mengeluarkan gadis tersebut. Peringatan kecil bagi Stela lantaran menolak keinginannya. Gadis tersebut terdiam tanpa sepatah kata, tatapannya kosong, buliran air menggenang di pelupuk matanya. Stela berusaha tenang dan menahan semuanya. Napasnya sesekali terdengar berat. Betapa terpukulnya gadis tersebut. Axelle merasa sangat bersalah pada Stela, dia merangkum wajahnya dengan kedua tangan, menghilangkan semua bayangan wajah gadis lugu itu. Ditarik dasi, dan melepas jas yang ia kenakan. Berulang kali Axelle menghela napas berat. Jemari tangannya sibuk mengutak-atik kancing ujung kedua lengan hem y
Axelle nampak gagah dalam balutan set tuxedo warna putih yang ia kenakan. Rambut klimisnya tersisir rapi ke belakang. Dia memandang cermin di dalam kamar. Rasa bersalah melanda, tak pernah terpikir dia akan menduakan sang istri. Terlebih lagi pernikahan kali ini secara resmi. Axelle begitu diliputi ketidak berdayaan, di sisi lain dia melakukan demi anak. Di satu sisi lagi Axelle pasti melukai Freya pada akhirnya. Wanita itu selama ini menguatkannya, selalu di samping mendukung dalam setiap langkah. Axelle menghela napas panjang. "Sayang, kau belum berangkat?" tanya Freya saat keluar dari kamar mandi. Axelle menoleh ke arahnya. Wanita tersebut tersenyum manis sembari menggosok rambut basah dengan handuk kecil. Freya melepas mantel handuk, mengganti dengan dress setinggi lutut, berwarna biru nampak sintal. Payudara bagian atasnya menyembul seperti meluber keluar. "Freya, kau yakin akan mengizinkan aku menikahi gadis itu?"
Masih ada beberapa kerabat yang tengah sibuk membukakan kado, pemberian sahabat maupun relasi bisnis sebagai ucapan selamat kepada pernikahan Axelle dan Stela. Zeroun memandang gadis manis yang kini menjadi menantunya tersebut. Ada rasa bersalah bercampur rasa lega. Lelaki tua itu mengingat kembali malam hari sebelum acara pernikahan berlangsung. Sang gadis kecil marah besar dan menolak. Namun, Zeroun membuatnya tak berkutik. Dengan kekuasaannya, lelaki tua itu menghubungi pihak kampus. Alhasil Stela dikeluarkan dengan paksa. Mata bening gadis tersebut berkaca, air mata meleleh, Stela terdiam seribu bahasa tak berkomentar lagi. Dia akhirnya berjalan gontai menuju kamar yang telah Zeroun persiapkan. Gadis itu meringkuk di tengah ranjang. Hidungnya memerah, matanya sembab dalam kelelahan. Zeroun mengurut dada berpikir perbuatannya terlalu kejam. Lelaki tua itu sempat ingin membatalkan niatnya. Dia melangkah keluar kamar tersebut dengan hati g
Axelle masih tertegun mendapati tubuh mungil tersebut. Stela nampak menggoda dalam balutan lingerie hitam yang terkesan menerawang, memperlihatkan lekuk ramping tubuhnya. Seharusnya ia tidak menarik selimut. Akan tetapi ia tidak bermaksud kurang ajar, dia hanya ingin berbicara dengan bertatap muka. Tidak pernah terbayang Stela berpakaian sesexy itu. Jiwa lelakinya berkobar, sebagai lelaki normal dirinya tidak dapat memungkiri ketertarikan yang membelenggunya kini. Wajah Axelle memerah, dia memalingkan wajah, menelan ludah membuat jakunnya bergerak naik turun. Dihela napas panjang berat. Stela langsung menarik kembali selimut di tangan Axelle. Lelaki itu sadar seketika dari lamunan sesaatnya. Stela beringsut duduk, membalutkan selimut ke tubuh. Kali ini kepala sampai badan tertutup rapat, hanya bagian wajah yang terlihat. "Sudah saya katakan jangan tarik selimutnya," dengkus Stela. "Maa
Angin dingin di pagi hari berhembus mesra, menelusup masuk dari sela-sela ventilasi. Tangan nakal Axelle masih mengelus mesra pipi istri barunya. Stela sendiri mendelik saking terkejut. Gadis tersebut tengah menahan kantuk di sela doanya dan tiba-tiba dikejutkan dengan adanya tangan hangat berotot membelai pipi. Tubuh Stela melonjak, netra keduanya saling bertemu pandang. Debaran jantung masih terasa bergejolak. Rasa terkejut Stela perlahan menghilang, pandang masih tertuju pada mata bening suami barunya. Tidak ingin terlalu terhanyut akan pesona tampan yang tak mampu Stela elak. Gadis tersebut menutup mata, menghela napas panjang. Dia mengelus dada berulang kali, mencoba berpikir jernih. "Ada yang bisa Stela bantu, Om?" tanyanya. "Ah, maaf," kata Axelle, lelaki itu celingukan. Dia merasa malu akan tingkah spont
Hari pertama sebagai pasangan suami istri yang baru menikah, dilalui Axelle dan Stela dengan cukup berat namun, ledekan demi ledekan berakhir dengan perginya para kerabat yang berpamitan pulang. Saat itu Axelle berencana untuk kembali ke kediamannya. Akan tetapi ada saja alasan yang membuat ia tak dapat beranjak. Mulai dari Zeroun yang tiba-tiba pingsan mendadak. Saking terkejutnya Axelle panik, Stela yang melihat suaminya kelabakan berusaha menenangkan dengan kata-kata yang terdengar manja. Kepala pengurus rumah tangga, seorang wanita bertubuh gempal dengan tinggi hanya 155 cm, berusaha tenang di antara kerusuhan yang terjadi. Dia menghubungi dokter pribadi keluarga. Di usia tuanya Zeroun masih saja mengkhawatirkan banyak hal. Dia hanya butuh istirahat lantaran kelelahan dan banyak pikiran. Kata dokter yang memeriksa. Seorang lelaki tampan, maskulin mirip aktor korea yang sering wara-wiri di saluran tv.
Sudah hampir satu minggu Axelle melakukan pekerjaan di rumah utama keluarga Zeroun. Zeroun tidak memperbolehkan Axelle berangkat ke kantor, lelaki tua tersebut menyuruh anaknya istirahat selama seminggu. Untuk sementara pekerjaan di lakukan di rumahnya jika ingin. Kali ini dia menuruti titah sang ayah. Seperti yang dokter katakan, demi kesehatannya. Bukan hanya itu, Axelle merasa seperti tersihir menikmati waktu di ruang kerja bersama Stela. Ia tak sabar mendengar cerita-cerita yang selalu ada saja untuk dibahas. Ruang kerja yang biasanya senyap berubah ramai. Namun, ada kala keduanya saling diam, fokus pada pekerjaan masing-masing. Stela sibuk menggambar di kertas, karena penasaran Axelle mendekat. Dia mendapati banyak coret-coretan gambar komik. Gambar yang sangat bagus, Axelle mengingat masa kecilnya. Dahulu ia sering meminta buku komik pada almarhum sang ibu. Axelle tersenyum dan mengambil satu lembar kertas hvs. Gadis itu masih sibuk dengan pe
Marvel menatap sang sahabat dalam. Ia tahu benar apa yang dipikirkan Axelle, di satu sisi dia merindukan istri beserta anaknya. Di sisi lain ia mengkhawatirkan sang ayah. Angin berhembus masuk lewat jendela kaca besar dengan ukiran indah, yang terbuka lebar. Kain gorden berwarna hijau botol motif bunga mawar merah besar, berkelebatan tersapu angin. Hari sudah mulai sore, namun panas sang surya masih mengusik. "Axelle, jangan terlalu ketus dengan Ayahmu. Walau bagaimanapun dia orang tua satu-satunya yang masih kau miliki. Jangan sampai kau menyesal setelah kehilangan dia," keluh Marvel. "Aku paham benar Marvel, berhentilah menceramahi, kepalaku pening," keluhnya. "Mau aku buat pening kamu menghilang?" tanya Marvel cengengesan. "Bagaimana kalau kita minum wine. Lama kita tak minum bersama. Stok wine di rumah kamu pasti banyakkan?" kata Marvel tersenyum lebar. Kerlingan matanya me