Lingerie Untuk Siapa? Part 14HarisHari libur kuhabiskan dengan berdiam diri di kamar. Aku sudah lelah mencari Wulan, hampir semua pelosok kota ini kususuri. Akan tetapi, tak ada tanda-tanda istriku ada di kota ini. Bahkan aku memberanikan diri menghubungi Hani, sahabat sekaligus tetangga Wulan. Bisa saja Wulan pergi ke rumah Hani, mengingat hubungan mereka yang cukup dekat. Akan tetapi, Hani juga mengaku sudah lama tak berkomunikasi dengan Wulan. Kampung tempat orang tuanya tinggal juga sudah kudatangi, barangkali Wulan datang ke sana. Hasilnya, nihil. Tetangga di sana mengaku tak ada yang melihat Wulan datang. Begitu juga makam kedua orang tua Wulan, tak luput kudatangi. Namun, lagi-lagi aku harus menelan rasa kecewa. Menurut penjaga makam, ia tak melihat kehadiran Wulan di sana.Rasa bersalah dan juga rindu yang kurasa, sama besarnya. Meskipun Teh Yuyun dan suaminya sering menghibur dengan mengatakan Wulan baik-baik saja, tetap saja tidak membuat hati tenang. Semenjak insiden Im
Lingerie Untuk Siapa? Part 15HarisSetelah berkendara kurang lebih dua puluh menit, akhirnya aku sampai juga di rumah. Karena tidak sabar, mobil kuparkir asal di depan rumah. Kemudian aku bergegas menuju rumah Teh Yuyun. Tampaknya Teh Yuyun dan Kang Dadan juga sedang menunggu kedatanganku. Pasangan suami istri itu tengah duduk di teras rumah mereka. Setelah menjawab salamku, Teh Yuyun dan Kang Dadan memintaku duduk. "Mau minum apa, Haris?""Nggak usah Teh, makasih. Maaf, ada apa ya?"Teh Yuyun tersenyum, tapi air matanya menetes. "Wulan, Ris ….""Ada apa dengan Wulan, Teh?"Teh Yuyun menyeka air matanya. "Wulan, dia tadi nelpon Teteh.""Alhamdulillah, terus gimana keadaan dia sekarang?""Keadaan dia baik. Dia minta maaf karena baru menghubungiku, katanya butuh waktu buat menenangkan diri. Aku, udah nyuruh Wulan ngirim kabar ke kamu, tapi, kayaknya nggak mau. Mungkin dia masih butuh waktu, Ris."Seperti ada yang meletup di balik dada ini. Bahagia dan lega rasanya, mendengar Wulan b
Lingerie Untuk Siapa? Part 16WulanPonsel yang tergeletak di atas tempat tidur berdering. Tanpa melepaskan mukena, aku meraih benda canggih itu. Jantung seakan melompat dari tempatnya saat melihat nomor yang tertera pada layar ponsel. Aku menarik napas sebelum akhirnya menekan tombol hijau dan mengucap salam. "Wa-wa'alaikum salam, Wulan, ini aku …."Suara Mas Haris terdengar parau. "M-Mas Haris?" "Iya, Lan. Ini aku, kamu apa kabar?"Aku tak bisa menjawab pertanyaan Mas Haris. Dada rasanya sesak, air mata pun tak lagi bisa ditahan. "Menangislah, Lan. Sepuasmu. Atau caci maki aku, Lan."Entah kenapa lidahku kelu, susah sekali untuk menjawab pertanyaan Mas Haris. Hanya isakan yang keluar dari bibirku. "Lan, kamu baik-baik saja, kan?"Aku mengusap air mata, lalu menghela napas. "A-aku baik, Mas."Terdengar helaan napas Mas Haris. "Maafin aku yang nggak bisa nahan emosi, Lan. Seharusnya aku nggak ngusir kamu. Lan, pulang, ya."Aku tidak tahu harus menjawab apa, makanya memilih diam
Lingerie Untuk Siapa? Part 17WulanKami berdua duduk di kursi taman rumah sakit. Setelah memperkenalkan Mas Haris pada Mas Abi dan orang tuanya serta Bu Zubaedah, aku pamit untuk bicara berdua dengan Mas Haris. Mas Haris menggenggam lembut jemariku sambil menceritakan kenapa ia bisa ada di rumah sakit ini. Katanya waktu sampai di panti asuhan, Mas Haris melihat aku pergi dengan Mas Abi dan Bu Zubaedah. Tanpa pikir panjang, Mas Haris mengikuti kami. "Maaf, Mas, tapi, aku nggak bisa pulang sekarang. Apalagi Kean masih di rumah sakit. Bagaimana pun juga, aku harus menunggu Kean, setidaknya sampai dia boleh pulang ke rumah. Walaupun mereka tidak menyalahkan aku, tapi, tetap saja, aku merasa bersalah. Karena, Kean jatuh saat sedang bersamaku. Lagian, masih ada beberapa pesanan kue yang belum selesai. Aku harap, Mas ngerti, sekali ini, aja."Mas Haris mengusap lembut punggung tanganku. "Iya, tapi, jangan lama-lama, ya. Dan jangan capek-capek. Hm?"Aku mengangguk. Mas Haris mengusap peru
Lingerie Untuk Siapa? Part 18WulanKami berjalan tergesa menuju ruang perawatan Kean. Dalam perjalanan tadi, Bu Ranti mengabarkan bahwa operasi Kean berjalan lancar. Namun, saat sadar, Kean menangis mencariku dan Bu Zubaedah. Hape Mas Abi kehabisan baterai saat menelponku, dan ponselnya mati, pantas saja tidak bisa dihubungi balik. Sedangkan nomor Bu Ranti dan Pak Abdul dipakai menghubungi beberapa kerabat yang juga mengkhawatirkan keadaan Kean. Kean sedang disuapi oleh Mas Abi saat kami tiba. Mata Kean berbinar ceria, seolah tidak merasakan sakit. Aku Dan Bu Zubaedah menyalami Bu Ranti dan Pak Abdul. Mereka tengah duduk di sofa di depan televisi yang tersedia di kamar ini. Mereka menyambut kedatangan kami dengan ramah. "Tante Wulan, Nenek," sapa Kean padaku dan Bu Zubaedah. "Assalamualaikum, anak cantik," sapaku sambil mendekati tempat tidur Kean. Mas Abi bergeser memberikan ruang untukku dan Bu Zubaedah. "Udah abis makannya?" tanyaku. "Habis, dong. Kan, kata ayah, biar cepat
Lingerie Untuk Siapa? Part 19HarisRasa lelah yang mendera tubuh membuatku ingin segera pulang saat jam kerja usai. Setumpuk pekerjaan seolah tak ada habisnya. Rudi tiba-tiba izin karena istrinya sakit. Sedangkan laporan yang ia buat belum selesai, mau tidak mau kami membantu menyelesaikannya. Karena laporan itu harus sudah ada di meja atasan kami sore ini. Setibanya di rumah, aku langsung membersihkan diri dan menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Saat aku berniat memesan makanan lewat aplikasi, terlihat banyak pesan masuk yang belum sempat dibaca. Termasuk dari Wulan. Setelah mengunjunginya beberapa hari lalu, hubungan kami semakin membaik. Wulan berjanji akan ikut pulang akhir minggu ini. Karena, masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Ia juga merasa tak enak jika meninggalkan begitu saja, seorang anak bernama Kean. Sebenarnya aku agak keberatan Wulan dekat dengan anak itu. Karena mengetahui ayahnya Kean adalah seorang duda. Aku takut, lama-lama Wulan dan pria b
Lingerie Untuk Siapa? Part 20Haris"Mas Heru?" aku bertanya pada diri sendiri saat melihat kakakku tengah duduk di teras rumahku, sendirian. Di sampingnya tampak sebuah tas ransel tergeletak begitu saja. Penampilan Mas Heru juga terlihat sedikit rapi. Rambut gondrong, kumis dan jenggotnya dicukur rapi. Sejak menemuinya di kantor polisi beberapa waktu lalu, aku memang belum pernah bertemu lagi dengannya. "Baru pulang kerja, Ris?" sapa Mas Heru saat aku berjalan mendekatinya. "Iya, Mas. Mas, kapan keluar dari penjara?" Mas Heru tertawa. "Apa kamu ini! Aku cuma seminggu di sana. Tidak ada bukti kuat kalo aku ini melakukan apa yang dituduhkan. Pelaku sebenarnya udah tertangkap, jadi aku bebas," terangnya. "Maksudnya?""Jadi, waktu itu, aku memang ada di tempat kejadian, kebetulan janjian sama teman sewaktu kerja dulu. Aku juga nggak tau, kalo di sana merupakan markas judi online. Nah, pas ada penggrebekan itu, tiba-tiba seseorang melempar ponsel ke pangkuanku. Aku dan temanku yang b
Lingerie Untuk Siapa? Bab 21Haris"Apa benar ini rumah Pak Haris?" tanya polisi yang terlihat sudah berumur itu. "Iya, betul, silakan duduk, Pak," jawabku sambil merasa was-was. "Terima kasih, Pak Haris." Polisi itu duduk di kursi kayu yang tersedia di teras."Maaf, ada apa, ya, Pak?" tanyaku tak sabar, sampai lupa menawarkan minuman. Polisi dengan name tag Ahmad itu menarik napas, lalu membuangnya perlahan. "Gini, Pak Haris. Perkenalkan nama saya Ahmad. Sebenarnya, maksud kedatangan saya ke sini, untuk mencari Pak Heru. Karena beliau memberikan alamat rumah ini pada saya."Mas Heru? Kenapa lagi dia. "Saya memang adiknya Mas Heru, tapi, Mas Heru tidak tinggal di sini," terangku. Pak Ahmad tersenyum. "Apa Pak Heru sudah pergi? Soalnya sebelum keluar dari tahanan, dia cerita mau balik ke Kalimantan.""Iya, Pak. Sudah.""Sayang sekali, padahal saya ingin bertemu dengannya sekali lagi."Aku semakin bingung. "Sebenarnya ada apa, Pak?"Lagi-lagi Pak Ahmad tersenyum. Tak ada kesan sang