Waktu yang ditunggu akhirnya tiba, masih dengan posisi tadi. Suara musik dansa mulai mengalun lembut dalam ruangan, semua pasangan terhanyut dengan nada-nada yang tercipta dari perpaduan biola dan piano. Mereka mengambil posisi masing-masing, saling berhadapan dengan pasangan.
"Kali pertama aku mengajak seorang gadis ke acara penting. Berdasalah denganku." Suara lembut itu begitu tenang didengar.
Suasana romantis membuat Bryan diselimuti rasa gugup, tetapi beruntung bisa ia sembunyikan. Pengusaha muda pewaris Showroom mobil Gray itu memegang tangan Deline yang sudah terlepas dari pinggangnya, mengambil alih stem glass lalu meletakkannya di meja terdekat. Perlahan menarik lembut tangan gadis itu, menuntun pada bahu kirinya, sementara tangan kanannya ia ayunkan bersama.
Sedangkan tangan sebelah kiri diletakkan pada pinggang ramping Deline. Gadis itu sedikit tersentak ketika tangan besar menyentuk pinggangnya. Posisi keduanya kini begitu dekat, hampir tak bercela.
Dua hari setelah pesta dansa itu, dua hari pula Deline tidak melihat Arya datang ke kedai. Biasanya lelaki itu akan datang dan minum kopi di bangku nomor tujuh, jika tidak pagi, ya sore hari. Sedikitnya tentu ada rasa penasaran di benak Deline. Bukan ia saja, Yuka dan Katerin pun menyadari hal itu. Biasanya setiap hari Yuka akan berhadapan di kasir dengan si pelanggan sombong dan beringas."Aneh, apakah lelaki mesterius itu sudah punya kedai tempat nongkrong baru?" ujar Yuka.Kak Maxi dan Glen masih sibuk membersihkan mesin penggiling kopi. Membiarkan Yuka dengan rasa penasarannya."Apa kau menyukai dia?" tanya Glen dengan sindiran."You crazy? Aku ini masih waras, Bodoh! Ada banyak pria tampan di luar sana." Yuka memasang wajah tak suka ketika Glen memvonisnya menyukai si pria misterius. Mana mungkin ia mau?"Maka dari itu berhentilah membahas orang itu. Aku tidak ingin telingaku kesakitan mendengar kau dengan rasa penasaranmu yang tidak jelas," t
Arya menyerahkan semua jadwalnya pada rekan yang lain. Ia benar-benar tak akan fokus memotret saat ini. Beberapa wanita menarik tangannya, mengajak ke ruangan khusus untuk bercinta, tetapi lelaki itu menggeleng pelan, sembari masih mengelus bagian-bagian intim wanita di hadapannya.Namun, agaknya wanita seksi satu itu tidak putus asa untuk merasakan Arya. Terbukti sudah hampir dua jam ia tak beralih mencari mangsa lain. Ia tetap berusaha menggoda, sementara lelaki yang masih punya sedikit kesadaran itu berusaha tetap menolak meski masih memberi sedikit sentuhan."Masalahmu mungkin sangat berat, Sayang! Mari tenangkan bersamaku," bisik si wanita."Kau bisa mengangkat seluruh beban yang kini di pundakku?" balas Arya berbisik. Aroma alkohol menyeruak dari mulutnya, tetapi si gadis menyukai hal tersebut.Wanita itu tersenyum. "Tidak ... tetapi aku bisa membuatmu melupakannya sejenak."Arya memberi kode lewat tangannya pada bar tender untuk kembali meng
Malam yang dingin menemani gadis yang baru saja pulang bekerja bersama motor hitam kesayangannya. Kali ini ia tak bersama Katerin, sebab gadis berambut pendek tadi pulang lebih dulu untuk urusan keluarga.Deline melewati sebuah toko perlengkapan kamera. Namun, bukan toko itu yang menjadi perhatian, melainkan seorang anak kecil dengan celana panjang dan jaket biru tengah menangis di dekat motor ninja. Ya, Deline kenal betul motor itu, sering ia lihat di parkiran Romantica Coffe.Ketika menuruni motor dan mengetahui siapa bocah manis itu, sebab mereka pernah bertemu di Mall bersama pembantu yang jelas dikenalnya. Deline seketika geram dengan si pemilik anak. Bisa-bisanya orang tersebut meninggalkan putranya sendirian di malam hari, kenapa tidak ikut dibawa masuk saja? Keterlaluan!"Hai, Nak. Di mana ayahmu?" sapa Deline.Anak itu menghentikan tangisnya. "Di dalam."Ia melihat arah telunjuk anak tersebut, mengarah pada toko perlengkapan kamera.
Di saat hujan mengguyur bumi. Membasahi seluruh isinya bersamaan dengan suara deruh yang menenangkan, serta aroma khas tanah basah menjadi sebuah candu bagi beberapa insan di berbagai penjuru dunia.Suatu malam penetralisir lelah bagi seorang gadis yang pinggang rampingnya masih terikat kain cokelat bertuliskan 'Romantica Coffe'. Ia sedang disibukkan dengan beberapa gelas yang harus dilap."Seharusnya saat ini aku sedang menikmati sup hangat buatan ibuku di rumah, tetapi lihat, hujan ini menyebalkan. Kita terkurung di kafe untuk waktu yang cukup lama." Seorang gadis lainnya muncul dari balik ruangan paling belakang, tempat berganti pakaian."Jangan salahkan hujan untuk apa pun yang membuatmu marah."Mendengar ucapan rekannya, gadis tersebut menghampiri, tangan ia masukkan ke saku celemek. Membelakangi meja sambil mendengkus. Nampaknya malam ini hujan begitu bersalah, sebab menghalangnya pulang."Kau bisa bayangkan, El. Ini sudah jam seb
Tanpa sepatah kata, Deline cepat-cepat menghidar. Ia tak ingin merasakan sakit lebih dalam. Namun, sepandainya Deline berpura-pura tak terjadi apa-apa, seseorang yang sudah lama memperhatikan dari jauh, tahu bagaimana perasaan gadis itu saat ini."Pria itu bicara sesuatu padamu?" tanya Yuka penasaran."Ya ... hanya memastikan apakah kita benar-benar tak menaruh gula di kopinya."Yuka menerima begitu saja alibi yang El ciptakan. "Aneh, bukankah dia hampir setiap hari minum di sini? Tapi kenapa masih bertanya? Ah, sudahla. Dugaanku benar, dia itu misterius.""Kau yang terlalu berlebihan," sahut Katerin sembari menoyor kepala Yuka, agar wanita itu tak terlalu mencurigai orang lain.***Di lain tempat dan waktu, kediaman minimalis bernuansa abu-abu dengan lukisan-lukisan abstrak terpajang di setiap dinding, seorang wanita paruh baya sedang kelimpungan mengejar bocah empat tahun yang berlari merengek menghindari suapan."Aku tidak mau maka
"Jadi, Bibi Tarika ingin kau segera menikah?" tanya Yuka.Siang ini kondisi Romantica Coffe sedang tak terlalu ramai. Waktu yang tepat digunakan Deline dan yang lainnya untuk saling bercerita. Kali ini, giliran Deline yang mengeluhkan kejadian semalam pada teman-temannya. Jujur, sangat sulit membuka hati untuk lelaki lain, sedangkan hatinya masih belum bisa melupakan seseorang yang jelas-jelas sudah mengkhianati."Aku bahkan belum memikirkan siapa dan orang seperti apa yang akan menjadi suamiku," ujar Deline frustasi."Kurasa keluargamu terlalu mengekang dengan aturan-aturan mereka, El." Glen tak tanggung-tanggung memberikan pendapat.Di antara yang lain, Glen adalah orang yang paling berani mengemukakan pendapat. Jika baginya buruk, maka ia akan terus terang, terkadang juga ucapannya tidak bisa dikontrol. Namun, ucapan Glen ada benarnya. Semua orang tahu bagaimana keluarga Deline, selalu mementingkan derajat, image, dan penuh aturan.Hanya orang y
Tiga tahu yang lalu, Arya seorang lelaki yang bekerja sebagai fotografer, bisa dibilang sangat profesional. Harus rela kehilangan istrinya, Naomi. Tanpa ia ketahui, sang istri diam-diam mengidap penyakit Leukemia atau dengan kata lain, Kanker Darah.Arya sebenarnya sama sekali tidak mencintai Naomi. Pernikahan itu terjadi hanya karena tanggungjawabnya sebagai laki-laki yang telah menodai seorang gadis pelayan hotel tempat ia menginap. Mendengar pertengkarang kedua orang tuanya hingga terucap kata ingin berpisah, pikiran Arya begitu kalut.Ditambah lagi kabar sang ibunda ditemukan tewas bunuh diri dari lantai dua puluh apartemen tempat Arya sering berkumpul bersama teman-temannya. Sang ayah, bukannya ikut berduka malah lebih mementingkan pekerjaan di luar negeri. Tidak dapat berpikir jernih lagi, Arya memilih menenangkan diri di kamar hotel dan beberapa botol bir sebagai pelampiasan.Malam itu, saat Arya sedang mabuk-mabuknya, seorang karyawan yang bekerja di apa
Bryan meneguk jus lemon yang sedari tadi ia genggam, sebelum bercerita. Kebiasaan kecil yang masih dan akan selalu Deline ingat. Setiap kali lelaki itu hendak memulai percakapan, jika ada minuman ia akan minum terlebih dulu."Banyak. Mereka sangat seksi dan gila!"Deline yang mendengar permulaan cerita itu pun tertawa kecil. Deline dikenal sebagai gadis yang tenang, tetapi apa jadinya julukan itu jika dirinya sudah didekatkan dengan Bryan? Keduanya tampak tak ragu-ragu untuk saling bertukar cerita, tawa, dan kesedihan. Rasa canggung dengan cepat hilang."Kau mengerjai mereka? I mean, kudengar di sana sangat bebas.""Yang benar saja?! Aku tidak mencintai satu pun dari mereka. Ayolah, El, kalau kau berpikir aku melakukan sesuatu dengan gadis-gadis Amerika itu, kau salah," bantah Bryan sambil memasang wajah jengkel. El berhasil membuatnya malu."Benarkah?"Bryan mengalihkan pandangan menatap wajah El. "Y-ya, just kissing."Gadis manis it