"...apa kau menyukai putri dari Duke Foster itu?"
Mikhail memejamkan matanya sejenak. Jantungnya berdetak kencang, udara malam hari sangat menusuk kulit, seharusnya ia tidak berada di balkon utama."Haah, kenapa aku merasa gelisah," gumamnya.Mata biru gelapnya menatap lurus ke depan, telinganya tanpa sadar mendengar suara-suara orang berpesta, walau hanya samar-samar."Mikhail! Kenapa kau di sini?" David, salah satu sahabat Mikhail menepuk bahu lelaki itu. Di pesta ini, banyak juga bangsawan muda yang turut hadir walaupun usia mereka sudah lewat dari tujuh belas tahun, seperti Mikhail dan sahabat-sahabatnya. Cukup diketahui, tujuan mereka datang ke pesta untuk melihat gadis yang sekiranya cocok di mata mereka."Ada apa? Apa kau sudah menemukan gadis yang cocok untukmu?" Tanya Mikhail sambil mendengus.David terkekeh, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang spesial, omong-omong aku melihat Pangeran Helio dan Putri Althea sedang berdansa. Kau tau, mereka sekarang sedang menjadi pusat perhatian," bisik David. Sepertinya lelaki itu tidak peka dengan keadaan sekitar.Mikhail terdiam. Seharusnya memang begitu. Seharusnya ia senang bahwa Althea bisa berteman dengan anak lain selain dirinya, ia sebagai teman gadis itu tidak boleh merasa egois, tapi kenapa hal yang sudah seharusnya seperti itu membuatnya terus gelisah dan tak tenang?David yang daritadi mengamati tingkah Mikhail menopang dagunya sembari berpikir, "ehm, Mik, sepertinya kau tidak senang dengan perkataanku tadi. Apa jangan-jangan dugaanku selama ini benar?"Mikhail melirik David malas, "apa lagi? Kau menduga apalagi hah, bocah?""Aku menduga kau mungkin saja menyukai Putri Althea," cetus David menepuk kedua tangannya.Mikhail melotot mendengar hal itu, "ap--apa?""Apa dugaanku benar?"Mikhail hanya mendecih, lalu kembali ke dalam aula pesta. David yang melihat itu hanya tersenyum kecil."Ternyata memang benar."***Seluruh mata tertuju pada kedua orang yang sedang berdansa. Althea maupun Helio sama-sama menyadari itu, tapi mereka berusaha untuk bersikap biasa saja. Althea melirik Helio yang sedang fokus dengan lagu dansa, lalu lelaki itu membalas tatapan Althea ketika menyadari gadis itu memandanginya."Ada apa, Putri?" Tanya Helio sopan.Althea mengerjapkan matanya, lalu memutus pandangannya dengan Helio, "ti--tidak," ucapnya gugup. Althea bingung, kenapa dia harus sekaget dan segugup itu. Apakah karena mereka sedang berdansa dan otomatis wajah mereka berdekatan? Entahlah, Althea hanya menebak mungkin karena hal itu, dia juga jarang berinteraksi dengan pria selama ini selain dengan Mikhail.Dan juga, kenapa pula ia duluan yang mengajak lelaki itu berdansa duluan? Harusnya Althea bisa langsung mengucapkan apa yang mau disampaikannya dan pulang, tapi kenapa ia malah memperumit keadaan?'Hari ini ada apa denganmu, Althea? Kamu sudah gila, sangat gila.' batinnya terus mengucapkan kata-kata seperti itu.Althea berdeham, "ekhm, Pangeran, ada yang ingin saya sampaikan," ucap Althea kembali menginterupsi fokus Helio."Sekarang, Putri?" tanya Helio menaikkan salah satu alisnya.Althea mengangguk, "iya."Althea menarik napas untuk berbicara, "saya hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada Anda karena telah menyelamatkan nyawa saya. Saya sudah mengundang Anda secara resmi lewat undangan untuk datang ke kediaman saya, rasanya ucapan terima kasih saja tidak cukup saya ucapkan, maka dari itu, saya mengundang Anda ke kediaman Duke Foster untuk memberikan sesuatu sebagai ucapan terima kasih," jelas Althea panjang lebar dalam sekali tarikan napas.Helio yang mendengarnya terkekeh kecil, "pelan-pelan saja, Putri, lagunya masih lama selesai."Pipi Althea bersemu merah, "i-iya pangeran, saya takut tidak sempat dan malah lupa mengatakannya kepada Anda," elaknya, matanya masih menghindari mata Helio. Demi apapun, baru kali ini Althea merasa semalu dan semati kutu ini saat bersama orang.Helio hanya tersenyum tipis melihat kelakuan Althea. Gadis itu sangat menarik, pantas saja membuat Mikhail yang sangat pecicilan itu mudah tertarik padanya.Tanpa sadar, di tengah keriuhan pesta debutante ini, ada seseorang dengan jubah hitam memandangi mereka berdua dengan tatapan dingin, tangannya terkepal erat, matanya menghunus dengan tajam. Setelah itu, ia semakin menutupi dirinya dengan tudung, lalu melompat keluar dari salah satu balkon istana.Tidak ada yang menyadari hal tersebut kecuali satu orang.***Malamnya, Althea membaringkan tubuhnya diatas ranjang. Gadis itu sempat memejamkan matanya karena sudah bertemu dengan kasur. Tidak disangka, ternyata tidur di kasur akan semenyenangkan ini baginya. Bahkan lebih enak ketimbang belajar logistik dan sosiologi kesukaannya.Tadi, saat lagu selesai di putar, Helio maupun Althea sama-sama membungkuk untuk perpisahan dansa, lalu tak lama kemudian, kesatria dari keluarganya datang mencarinya dan ia diharuskan untuk segera pulang karena kondisi tubuhnya belum sepenuhnya sembuh.Bahkan untuk bertemu dengan Mikhail pun tak sempat baginya. Tadi juga saat ia datang, dirinya tidak melihat Mikhail, apa lelaki itu kembali sibuk?Memikirkan tentang hal itu, Althea jadi ingat dulu ia dan Mikhail pernah membahas tentang masa depan yang akan terjadi pada mereka mau tidak mau. Ia tahu bahwa Mikhail tidak ingin menjadi putra mahkota, ia juga tahu takhta itu terpaksa harus ia dapatkan jika tidak ingin kehidupannya diusik oleh musuh-musuhnya baik diluar maupun di dalam kerajaan itu sendiri.Perlahan namun pasti, mata Althea tertutup dengan pelan. Hari ini, ia sudah memaksakan tenaganya untuk tetap datang ke pesta walaupun hanya sebentar. Sekarang, gadis itu benar-benar lelah. Ia pun dengan cepat terlelap ditemani bulan sabit yang memancarkan sinarnya.Althea menatap ruangan yang baru kali ini dilihatnya. Dinding yang berjamur, atap yang banyak bolongan, dan lantai yang lembap membuat ruang ini pengap, ditambah tidak ada satupun jendela yang ada. Hanya sebuah pintu yang ada di seberangnya. Ruangan ini kecil, bahkan lebih kecil dari kamar pelayan yang ada di kediamannya.Althea tidak mengerti kenapa ia ada di sini. Seharusnya ia tadi berada di kasur untuk tidur, lantas kenapa ia malah terjebak di ruang kecil seperti ini? Apa gadis itu tengah diculik?Saat sedang bingung dengan situasi ini, gadis itu perlahan mendengar suara isak tangis, meskipun samar tapi ia yakin kalau itu adalah suara tangisan. Althea melirik sekelilingnya, lalu mendapati ada sebuah ruang gelap kecil di dekat pintu. Gadis itu melangkahkan kakinya untuk masuk ke ruang tersebut, walau ia sangat takut tapi rasa penasaran gadis itu mengalahkanya.Ruangan sangat gelap, ia tidak melihat apapun tapi suara tangis itu makin jelas terdengar. Althea hanya mengandalkan pendengarannya untuk menghampiri anak itu. Berjalan dengan pelan, hingga sampai di depan anak itu.Namun, belum sempat ia berpikir kembali, pintu ruangan tersebut terbuka, lalu derap langkah kaki bergema berjalan menuju ruangan gelap tempat ia berada."Sini kamu! Jangan menangis! Berisik!" Bentak seseorang sambil menyeret anak tadi. Althea mengikuti orang itu sambil meraba-raba apa yang ada di hadapannya.Saat mereka telah sampai di ruangan yang penuh jamur tadi, anak itu beserta orang yang menyeretnya terlihat jelas. Althea membulatkan mata dan menutup mulut saking kaget mengetahui siapa anak tersebut."Pa-pangeran Helio?!" lirihnya. Althea maju melangkah, berusah untuk melepas tangan orang yang menyeretnya, tapi tidak bisa. Ia melihat tangannya, dan mendapatkan bahwa tubuhnya transparan.Althea tidak bisa menolong anak itu, yang bisa dilakukannya adalah mengikuti mereka. Saat keluar dari ruangan itu, yang ternyata adalah bekas gudang penyimpanan barang istana yang berada di paling ujung barat. Helio kecil diseret menuju semak-semak belukar, lalu orang tadi mendorongnya dengan brutal. Althea memicingkan matanya untuk melihat siapa yang ada di balik semak-semak tersebut, namun pandangannya perlahan memburam dan ia merasakan sakit kepala yang luar biasa.Lalu, tak lama setelah itu semuanya menjadi gelap....To be continuedHalo, teman-teman!! Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca cerita ini sejauh ini. Semoga cerita ini dapat menghibur kalian yaa ^_^ Sampai jumpa di bab selanjutnya!! ❣️
Althea terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka, dan menatap langit-langit kamar yang berwarna biru muda. Napasnya tersengal, wajahnya dipenuhi oleh keringat dingin akibat mimpi tadi. Gadis itu bangun dari tempat tidur yang tadinya berbaring kini duduk di kasur. 'Tadi itu... Apa? Seperti kejadian nyata,' batinnya gelisah. Cukup lama Althea berdiam diri memikirkan itu, hingga tak sadar bahwa ia kehausan. Althea melirik teko dan gelas yang ada di meja dekat tempat tidurnya. Biasanya, para pelayan tidak meletakkan kedua benda itu. Namun, karena kondisinya saat ini dalam keadaan sakit, para pelayan meletakkan segala kebutuhan yang ada. Setelah menenggak minuman hingga tandas, Althea meletakkan gelas kembali ke meja, lalu bersiap untuk kembali tidur. 1 menit... 3 menit... 10 menit... 30 menit... Mata Althea tak kunjung tertutup, ia sudah berusaha untuk memejamkan mata dan tidur, tapi tidak bisa juga. Gadis itu menghela napas, lalu bangun dari tidurnya, kembali dalam posisi duduk sepe
Helio terdiam cukup lama mendengar pertanyaan Althea. Jujur, dari sekian banyaknya pertanyaan yang gadis itu lontarkan, Helio tidak akan mengira jika hal yang ditanya Althea tentang ini. Dari mana gadis itu mengetahui masa kecilnya? Bukannya Ratu telah menutup semua mulut orang-orang yang menyaksikan atau bahkan mengetahui tentang masa kelamnya? Namun untuk sekarang lebih baik ia cari tahu lebih dahulu daripada langsung menjawabnya. Helio mengatupkan kedua tangannya diatas meja, badannya condong ke depan, dan matanya menatap lurus pada Putri Althea yang tampaknya sudah mulai mabuk. "Dari mana Anda mengetahuinya, Putri?" Althea yang menunggu jawaban dari Helio, terus meminum bir dan tanpa sadar ia sudah mabuk. "Hm? Putri? Tidak, bukannya kita telah sepakat jika hanya memanggil nama satu sama lain?" Dahi Althea mengerut dan telunjuk jari kanannya membentuk angka satu lalu menggoyangnya ke kanan dan kiri. Helio menghela napas. Seharusnya gadis itu meminum bir dengan kadar alkohol yang
Althea terdiam. Menatap tulisan tangan Mikhail lamat-lamat. Entah kenapa ia sekarang merasa sedang tertangkap basah karena berbohong, padahal sedang tidak menyembunyikan apapun. Hanya saja jika Mikhail mengetahui kejadian saat ia mabuk rasanya sangat malu untuk gadis itu ceritakan. Althea menghela napas, memijat kepalanya pelan. Setelah termenung beberapa menit, akhirnya gadis itu kembali menghabiskan sup yang diberikan Mikhail. Biarpun begitu, sup ini rasanya sangat enak, sayang jika dilewatkan begitu saja. Setelah menghabiskan sup, ia membunyikan lonceng, memberitahu kepada pelayan untuk membawa troli makanan kembali ke dapur. Setelah pintu ditutup, Althea membaringkan badannya di kasur. Gadis itu memandangi langit-langit kamar yang putih polos. Ia sering berpikir, coba saja jika ada benda berbentuk bintang serta bulan yang bisa ditempel di langit-langit kamarnya, lalu saat lampu dimatikan, benda-benda tersebut akan mengeluarkan cahaya, pasti ia akan menempeli banyak. Sayangnya itu
Dahulu kala, sebelum benua ini dibangun dan menjadi kerajaan yang menguasai pusat perdagangan, benua Hymnea hanyalah sebuah pulau dengan hutan yang rimbun serta banyak pepohonan tinggi menjulang. Tidak ada siapapun yang tinggal di sana kecuali hewan buas. Hingga pada suatu hari, ada seorang pendatang baru yang datang dari benua lain. Ia mendatangi pulau itu dengan sebuah kapal yang terbuat dari besi. Pendatang baru itulah yang pertama kali menyadari bahwa pulau itu memiliki banyak makanan serta kebutuhan pokok yang memadai jika orang-orang memutuskan untuk tinggal di sana. Dari situ, ia mulai mencari dan mengajak orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal, pulau yang dihuninya dijajah, dan yang mengungsi di tempat tinggal orang lain untuk tinggal di dalam pulau itu. Sehingga para nenek moyang terdahulu di benua Hymnea merupakan orang-orang dengan beragam ras dan perbedaan. Saat para pendatang baru di pulau itu tengah membuat sebuah rumah dan mengump
Mikhail berjalan dengan cepat menuju istana selir pertama, Livia. Setelah banyak mengumpulkan bukti, kini ia dapat menekan selir itu agar tidak mengganggu Althea lagi. Sudah cukup ulahnya untuk melukai keluarganya, jangan ada orang lain lagi yang akan terluka karenanya.Pintu istana dibuka oleh para pelayan yang ada di sana ketika Mikhail baru saja sampai ke istana selir. seakan-akan kedatangannya telah ditunggu oleh Livia, Perempuan paruh baya itu duduk dengan tenang di ruangannya."Ada apa seorang Putra Mahkota jauh-jauh datang dari sini?" ucapnya tenang sembari meletakkan teh yang baru saja diminumnya. Livia mengisyaratkan Mikhail untuk duduk di hadapannya. Setelah Mikhail duduk, pelayan Livia menuangkan teh pada cangkir Mikhail."Jangan khawatir, Yang Mulia. Teh saya dan Anda sama, jadi sangat aman untuk meminumnya." Livia memandang tehnya sekilas, lalu tersenyum tipis, "lagi pula, saya masih menyayangi nyawa untuk tidak melukai Putra Mahkota."Mikhail terkekeh sinis, ia memandang
Althea terdiam di tempatnya. Ia sudah memikirkan kemungkinan hal ini, tapi nama itu berada di urutan terakhir dalam prasangkanya. Sebab, setahu Althea selir Livia dan kedua orang tuanya merupakan sahabat dekat sejak dulu. Agaknya mustahil jika ini semua adalah ulah wanita paruh baya itu. Namun, Althea juga bisa memahami alasannya karena gadis itu dekat dengan Mikhail, orang yang paling Livia benci di kerajaan ini."Aku sudah menduganya, Mik. Sekarang kepalaku rasanya mau pecah untuk memikirkannya," lelah Althea. Sungguh, dari kejadian mimpi yang dialaminya tiba-tiba dan Helio ada di sana, hal-hal yang berhubungan sihir dan mengapa ia bisa mendapatkan mimpi itu, dan kini orang yang tidak dia duga merupakan dalang dari penyerangannya tempo hari lalu membuat kepala Althea serasa seperti ingin meledak dibuatnya. Ia hanya ingin... sedikit istirahat tanpa memikirkan semua masalah itu, dan menarik satu persatu benang merah yang kusut dalam pikirannya.Mikhail menatap Althea yang memijit pelan
Althea berjalan dengan riang ketika mereka telah sampai di lokasi piknik. Yah, pembicaraan tentang piknik ternyata memang sungguh-sungguh dilaksanakan. Tak hanya Althea dan Mikhail saja yang hadir, Helio dan William turut berpartisipasi untuk ikut. Sementara saudari William, tidak ikut karena lebih memilih untuk menghadiri pameran lukisan dari seniman favoritnya."Bagaimana cuaca hari ini? Bagus, kan?" Tanya Althea pada mereka bertiga yang dijawab anggukan dan beberapa respon yang berbeda."Tempat yang indah, Lady," ujar William sambil tersenyum sambil merentangkan karpet yang mereka bawa dari istana. Ya, mereka tidak membawa pelayan, hari ini mereka akan benar-benar menghabiskan waktu bersama. "Tempatnya bagus, ada banyak aroma di sini," ucap Helio sembari mengendus-endus angin sepoi-sepoi. Saat pertama kali sampai ia menghirup aroma mawar, lalu mereka jalan lebih jauh lagi ia kembali mencium aroma lavender. Helio berpikir akan sangat bagus jika dia bereksperimen sihir di tempat ini.
Althea sadar jika ia terus berada dalam posisi seperti ini membuat banyak orang yang melihat mereka akan salah paham. Maka dari itu, setelah ia sempat termenung sejenak, Althea ingin bangkit dan duduk seperti posisi semula, tapi Mikhail malah menahan pinggangnya untuk tetap tidak bergerak dari tempatnya. Althea mengerutkan dahinya, lalu menatap Mikhail yang telah menatapnya dengan intens. "Mikhail, orang-orang bisa salah paham," lirih Althea.Namun, perkataan Althea tidak mendapatkan jawaban apapun dari Mikhail. Lelaki itu masih mengamati Althea dengan pandangan yang dalam, tanpa berkedip sedetik pun. "Biarin aja. Biarkan mereka berasumsi sendiri, kenapa kamu malah repot mikirin mereka, Hera?" balas Mikhail membuat Althea menghela napas."Kau seorang putra mahkota, Mikhail. Apa jadinya jika ada rumor yang tersebar tentang putra mahkota yang sedang bermesraan dengan seorang wanita? Katanya kau tidak mau menikah?" Tanpa diduga, Mikhail malah terkekeh, "sekarang kau benar-benar sudah de