Share

Bab 6

KU BUAT MISKIN SUAMIKU DAN KELUARGANYA

BAB 6

"Nia jangan pergiiii! " pekik Mas Indra,  tapi aku tak menghiraukannya.  Aku terus berjalan keluar kamar, dan ternyata Mbok Mae sudah siap dan tengah menungguku di ruang tamu dengan barang bawaannya.

"Sudah siap, Mbok?  Ayo ikut Nia masuk kedalam mobil," Mbok Mar pun mengikuti langkahku masuk ke dalam mobil.  Sedangkan Ibu dan juga Mimi entah sedang apa mereka aku pun sudah tak peduli lagi. Kita lihat saja besok bisa apa mereka tanpaku dan Mbok Mar,  dan besok akan aku berikan kejutan untuk para benalu itu. 

***

Sudah satu minggu aku pergi dari rumah,  selama itu juga Mas Indra tak ada sekalipun menghubungiku. Sungguh bukan suami yang bertanggung jawab.  Dan disinilah aku sekarang tinggal.  Rumah dengan dua lantai, Mas Indra dan keluarganya tidak mengetahui jika aku memiliki rumah lain selain yang mereka tempati. 

Rumah ini aku beli jauh sebelum menikah dengan Mas Indra,  jadi sudah dipastikan tidak ada uang Mas Indra didalamnya.  Ah,  bahkan walaupun rumah ini ku bei setelah menikah dengan Mas Indra juga tidak akan mungkin ada uang Mas Indra di dalamnya,  karena selama aku menikah dengannya tak pernah memberiku lebih dari satu juta,  bahkan seringnya pun kurang,  dan itu pun terkadang masih ia minta lagi untuk bensin dan makan siangnya di kantor.  Betapa bodohnya aku selama ini,  mau-maunya dijadikan sapi perah oleh keluarga Mas Indra. 

Tanpa Mas Indra sadar rumah yang mereka tempati saat ini telah terpasang kamera pengintai, jadi meskipun aku berada jauh darinya aku tetap mengetahui setiap gerak-geriknya.  Bahkan mobil yang Mas Indra gunakan sudah kupasang juga kamera pengintai dan gps,  karena mobil itu sejatinya adalah milikku,  mobil yang dibeli menggunakan uang pribadiku. Tapi untuk masalah mobil akan kubiarkan Mas Indra menggunakannya untuk sementara, karena aku menginginkan mereka miskin secara perlahan. 

"Monggo, Non. Diminum teh nya," ucap Mbok Mar membuyarkan lamunanku. Mbok Mar memang sengaja aku bawa kesini,  biarlah mereka disana berusaha dengan tenaga mereka sendiri,  walaupun mereka mau menyewa art,  ya silahkan saja, asalkan bayar sendiri. 

Dan selama yang ku pantau dari cctv, baik Ibu maupun Mimi tidak terlalu kesusahan saat tak ada aku,  jelas saja,  karena mereka memang terbiasa hidup sederhana,  tapi mengapa jika ada aku mereka lagaknya sudah seperti nyonya besar,  dasar tidak tahu diri. Sudah menumpang mai membabukan si pemilik rumah.  Mana ada istilahnya ratu tiba-tiba menjadi upik abu. 

"Halo," kuangkat ponselku yang sedari tadi berdering. 

"Halo, Bu,  gimana?  Apa sudah bisa eksekusi? " tanya seseorang yang ternyata orang suruhanku disebrang telepon sana. 

"Ya,  eksekusi sekarang juga,  ambil semua barang yang sekiranya mereka gunakan,  jangan lupa bawa truk untuk mengangkut barang-barang itu,  jika sudah selesai kabari segera."

"Baik, Bu," ku akhiri pembicaraan dengan orang suruhan ku.  Semoga saja ini bisa membuat mereka jera,  kalau mau menginginkan sesuatu tentu harus bekerja keras,  bukan menjadi benalu seperti mereka. 

***

Pov author

Dok,  dok, dok... Orang suruhan Nia menggedor pintu rumah Nia dengan keras,  tetapi gedoran itu tidak membuat yang ada didalam rumah keluar. Dan mereka kembali menggedor pintu rumah Nia,  kali ini dengan sedikit tekanan sehingg membuat kaca rumah Nia sedikit bergetar. 

"Ck,  siap sih yang datang pagi-pagi begini,  ganggu orang tidur saja," gerutu Ibu mertua Nia.  Padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang.

"Selamat siang!  Permisi! " suara lantang orang suruhan Nia membuat kening Ibu mertua Nia berkerut. 

"Maaf cari siapa ya?  Dan kenapa anda semua tidak sopan bertamu ke rumah orang seperti hendak menagih hutang? " tanya Ibu mertua Nia sembari membuka pintu rumah Nia. 

"Kami kesini memang ingin menagih hutang, Bu. "

"Hutang?  Hutang siapa?  Saya merasa gak punya hutang,  dan kalau anak saya gak mungkin juga dia berhutang,  secara gaji dia besar. "

"Saya mau menagih hutang Ibu Nia,  apa Ibu Nia ada didalam? "

"Nia?  Ya kalau Nia yang berhutang kenapa nagihnya sama saya,  orangnya gak ada,  sana pergi datang lagi kalau Nia nya udah pulang saja. "

"Maaf, Bu,  gak bisa,  sesuai perjanjian jika Ibu Nia tidak bisa melunasi hutangnya maka kami akan sita barang-barang yang ada dirumah ini,  Bu, jika masih kurang total harga barangnya maka dengan sangat terpaksa kami akan menyita rumah ini juga sebagai jaminannya. "

"Apa!  Enak saja main sita-sita barang orang,  tidak ada!  Ini rumah bukan cuma punya Nia,  tapi punya anak saha juga,  kalian gak bisa main sita seenaknya! "

"Maaf, Bu,  tapi Ibu Nia sudah menandatangani surat perjanjiannya,  jadi tolong jangan halangi kami,  atau kami akan menggunakan kekerasan. "

"Mimi,  bangun,  Mimi! " pekik Ibu mertua Nia mencoba menghalangi kedua orang suruhan Nia.

"Tolong,  tolong,  tolong," pekik Ibu Indra meminta tolong,  tapi percuma saja,  karena rumah Nia termasuk perumahan yang sepi yang tidak banyak penghuninya,  bahkan jarak antara satu rumah ke rumah laim berkisar 500 meter, hingg suara teriakan Ibu Indra tidak akan terdengar. Dan lagi kedua orang suruhan Nia tidak menggubris teriakan Ibu Indra,  mereka tetap melakukan apa yang Nia perintahkan,  terlihat Ibu Indra menuju ke kamar Mimi dan menriknya yang masih berbalut dengan selimut. 

"Mimi bangun!  Bantu Ibu mengusir mereka!  Barang-barang rumah ini mau disitaaaaa! " Ibu Indra memekik di telinga Mimi sehingga membuat Mimi terlonjak. 

"Ibu apa sih, Bu! " 

"Cepat bangun,  barang-barang rumah mau disita! "

"Apa!  Kok bisa? "

"Udah cepat jangan banyak tanya,  cepat sekarang hubungi kakak mu!" titah Ibu Indra sembari kembali menghalangi kedua orang suruhan itu.  Tapi percuma saja tenaga kedua orang itu jauh lebih besar dari Ibu Indra juga Mimi.  Hingga akhirnya keduanya berhasil mengambil beberapa barang milik Nia, yakni seperti ranjang di kamar yang digunakan Ibu mertua Nia dan juga di kamar yang digunakan Mimi,  lemari,  ac, televisi, juga sofa di ruang tamu, gunanya biar Ibu mertua Nia dan juga Mimi tak lagi bisa pamer padateman-teman soksialita mereka.

"Hu hu hu,  dasr kalian manusia gak punya hati! Jija Nia yang berhutang kenapa gak kalian tagih saja dengan Nia! " pekik Ibu Indra disela isak tangisnya. Tapi kedua orang itu tidak menggubris sama sekali caci maki yang dilontarkan oleh Ibu Indra.  Setelah kedua orang itu berhasio membawa barang-barang dari rumah Nia,  mereka pun bergegas pergi meninggalkan rumah nia. 

***

"Halo, Bu,  barang-barang sebagian sudah saya bawa,  dan ini sudah ada didalam truk, " ucap orang suruhan Nia pada Nia melalui sambungan telepon. 

"Bagus,  segera bawa ke alamat ini,  dan letakkan saja di dalam ruangan kosong yang ada disana,  karena memang sudah saya persiapkan sebelumnya,  untuk eksekusi berikutnya nanti saya hubungi kalian."

"Baik, Bu,  terimakasih. "

"Ibu,  Mas Indra dan Mimi, nikmatilah kemiskinan kalian secara perlahan, " ucap Nia sembari menyeringai. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status