Share

5. Talak

Bagaskara masih saja meluapkan emosinya hingga suara lembut memanggilnya.

"Mas!" Tangan lembut Sarita terulur menyentuh lengan suaminya, "Aku bisa jelaskan semua, percayalah!" lanjut Sarita.

"Apa yang ingin kau jelaskan? Semua sudah terlihat jelas," kata Bagaskara.

"Aku dijebak, dan yang menjebak adalah Madam Anne. Aku harap Mas bisa mengerti posisiku," ungkap Sarita.

Bagaskara berbalik badan menghadap istrinya, dia mengkerutkan dahi. Tampak gesturnya menolak apa yang dijelaskan oleh Sarita. Lelaki itu tidak percaya akan semua penjelasan Sarita. Baginya apa yang terlihat di depan mata adalah nyata dan istrinya terlihat begitu menikmati sentuhan pria itu.

Bagaskara berjalan mengitari tubuh Sarita, dilihatnya dari ujung kepala hingga kaki. Tangan kanannya terulur menyibak helai rambut sang istri. Kedua bola matanya membulat kala melihat adanya kismark. Kedua tangannya mengepal. Bagaskara seketika berbalik badan dan pergi tanpa suara.

Setelah kepergian mereka berdua, pintu lain mulai terbuka. Terlihat wajah Anne dengan senyum bahagianya dan tidak lupa tepukan tangan ciri khas keberhasilannya.

"Rupanya aku kau jadikan tumbal, Anne!" dengus Ludrik.

"Tapi kau suka, 'Kan?" balas Anne.

"Jujur gadis itu terasa legit meski sudah hamil muda. Apa kau yakin menjualnya padaku, Anne? Dia bawa cucu kamu, Lho," papar Ludrik.

"Kau kenal aku luar dalam, sekali aku melangkah pantang bagiku untuk mundur!" tegas Anne.

Ludrik hanya terkekeh ringan. Dia sangat mengenal siapa itu Anne, tetapi lelaki itu sedikit ngeri dengan kegilaan wanita di depannya. Berbeda dengan Ludrik, Bagaskara tidak begitu kenal siapa itu Anne -- bundanya.

Setelah beberapa saat, akhirnya Bagaskara kembali lagi ke kamarnya. Sarita tertunduk, dia tidak berani menatap manik mata suaminya. Baru hidup beberapa hari saja penderitaan terus menyapanya.

"Apa seperti ini tingkahmu selama aku kerja di luar, Sarita?" Hentak Bagaskara.

"Semua tidak seperti yang Mas Bagas lihat. Itu tadi sebenarnya aku hendak keluar dari ruang kerja ..., dan aku dijebak," kata Sarita terputus karena disela oleh suaminya.

"Kenapa tidak segera keluar atau bangkit dari pangkuan pria itu, apa dia membayarmu lebih?" tanya Bagaskata, "Sejujurnya, janin yang kamu bawa itu aku meragukan asal benihnya," lanjut Bagaskara.

"Tidak, tidak. Jangan ragukan benihnya, Mas. Ini murni benih kamu, Mas," kilah Sarita.

Bagaskara menyungkar rambutnya, dia tidak percaya akan kenyataan yang baru sajaa dia lihat. Selama ini dia berusaha mencintai Sarita dan melupakan istri pertamanya, tetapi setelah cinta itu mengisi ruang kosong justru istrinya sedang berada di atas pangkuan pria lain dan tanda di tengkuknya. Semua sudah dicurahkan untuk kepentingan Sarita, bahkan skripsi yang harusnya dikerjakan oleh istrinya, dia yang kerjakan.

"Bagaimana, Hem? Awal aku menyentuhmu, tanpa darah. Jalanmu pun begitu mulus hingga aku mudah memasukimu, Sarita. Apa aku salah jika meragukan benih itu?" ungkap Bagaskara.

Sarita tertunduk, air matanya keluar perlahan dengan isak tangis yang tertahan. Wanita muda itu mencoba ingat kejadian malam itu. Dimana dia merasakan sesuatu merobek kulitnya hingga terdengar bagai kain robek. Apakah itu tandanya dia masih perawan, lalu bagaimana bisa tidak ada darah diujungnya?

Berbagai pertanyaan muncul di otak kecilnya. Dia tidak terima dikatakan tidak perawan meski perumpamaan. Sarita menjerit pilu, lalu menatap datar pada manik mata suaminya. Bagaskara begetar, bibirnya bungkam dengan lidah kelu. Apa yang dia ungkapkan memang benar adanya bahwa pada ujung kelaminnya tidak ditemukan noda darah.

"Kini, kau makin melangkah jauh, Sarita. Mungkin memang benar bahwa kau terlahir sebagai wanita penghibur!" kata Bagaskara.

"Mas!" ucap Sarita dengan lantang.

Apa kau tidak merasa kismark dari pria itu atau jangan-jangan kau menikmati sentuhannya."

"Mas, aku tidak sehina itu!"

"Mungkin sudah garis nasibmu sebagai penghangat ranjang pria kesepian sepertiku, Sarita. Kau tidak pantas untuk dampingiku sebagai calon ceo," papar Bagaskara.

Sarita semakin tergugu, wanita itu tidak sanggup lagi mengangkat kepalanya untuk bisa melihat wajah sang suami. Gadis yang masih lugu dan suci kini terhempas jauh ke dasar jurang kemiskinan hati. Sarita terdiam membisu.

"Sekarang, ungkapkan apa inginmu, Mas! Selama ini aku sudah berusaha menahan diri atas apa yang kamu lakukan padaku. Hinaan, cacian bahkan pukulan selalu aku terima iklas hanya agar kamu bisa melupakan trauma itu. Namun, jika akhirnya seperti ini, tubuh dan harga diriku harus terjual lebih baik aku menyingkir!" kata Sarita langsung pada tujuan.

"Baik aku akan turunkan talak sesuai inginmu dan dengarlah! Sarita binti Marni, kuturunkan talak tiga atas diri kamu. Kau sudah kubebaskan menikmati hidup tanpaku. Haram bagimu untuk menyentuhku!"

"Aku terima talakmu, Mas. Namun, jika suatu saat nanti keadaan berbalik maka janganlah kamu sesali. Aku bawa benihmu, Mas!"

Sarita pun berjalan meninggalkan kamar suaminya. Wanita itu menuju ke rumah belakang yang selama ini dia tempati bersama Mbok Marni.

Sarita memberesi semua pakaian dia dan surat penting. Simbok hanya menatap semua kesibukan Sarita. Setelah semua siap, Marni baru berjalan mendekat pada wanita muda itu. Sejak kecil Simbok Marni lah yang mengasuh wanitanya.

"Apakah kamu sudah siap, Sarita?" tanya Mbok Marni.

"Siap, Simbok. Minta doa restunya!" pinta Sarita.

"Ini simbok bawakan kalung berlian. Jika suatu hari ada orang yang menemukanmu dan menanyakan mengenai kalung ini jawab saja sudah melingkar di lehermu sejak lahir," ungkap Mbok Marni.

Sarita termangu dan menatap pada wajah simboknya. Banyak pertanyaan yang muncul di otak kecil, tetapi simbok hanya diam dan menutup bibirnya dengan jari telunjuk agar Sarita diam saja mengikuti alur yang ada. Akhirnya wanita muda itu pun segera membungkam mulut, lalu memberesi semua barangnya termasuk ijazah mahasiswanya.

"Aku pergi, Mbok. Jaga dirimu, suatu saat jika aku sukses maka akan kuambil Engkau," kata Sarita dengan nada rendah.

"Hati-hati di jalan, Nduk. Doa simbok selalu menyertaimu!"

Sarita pun berjalan meninggalkan simbok yang masih duduk di balai bambu depan dapur. Sarita terus melangkah menuju gerbang utama lewat pintu samping rumah. ,Namun, saat melewati teras samping langkahnya terhenti oleh teriakan Madam Anne.

"Tunggu, mau kabur kemana kamu, Sarita?"

"Madam ... Kehadiran saya di sini sudah tidak diharapkan, maka lebih baik saya keluar, pergi menjauh," kata Sarita yang masih berdiri membelakangi Madam Anne.

Madam Anne merasa tidak dihargai oleh anak pembantu, maka dengan ganas di tariknya tas punggung yang dibawa oleh Sarita. Akibat perbuatannya itu, Sarita menjadi terjatuh. Anne tidak terima, dia membuka tas yang dibawa oleh Sarita. Apa yang ada di dalam dikeluarkan semua. Ternyata hanya pakaian dam beberapa surat penting milik wanita itu.

"Iya sudah, bawa semua barang rongsok kamu. Jangan injakkan kakimu lagi di mansionku, aku jijik melihatmu!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yeni Sipayung
ijazah sarjana kali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status