Share

BAB 5 — TIDAK ADA PILIHAN

Sayangnya, Yura tak menemukan jawaban.

Jadi, pagi-pagi buta, wanita itu bergegas menuju rumah sakit untuk menjernihkan pikiran.

Dia juga ingin meminta keringanan dan tambahan waktu kepada pihak rumah sakit. 

Tawaran yang diberikan Tuan Gin dijadikan pilihan terakhir tatkala benar-benar tak punya kesempatan.

Yura masih ingin mengusahakan membayar semua biaya sang suami dengan cara yang halal.

Mana uang yang kau dapatkan semalam? Kita harus segera membayarnya di kasir!”

Deg!

Katrina ternyata ada di ruangan sang suami.

Mertuanya itu kini menyodorkan telapak tangan, menanti sang menantu memberikan segepok uang atau mungkin selembar cek bertuliskan angka empat ratus juta. 

Hal ini jelas membuat Yura menunduk.

Katrina lantas mendecakkan bibirnya. Malah menunduk! Cepat mana uangnya, Yura!” tuntutnya kembali dengan tangan yang masih terbuka dihadapannya. Sayang, nada keras itu hanya dihadiahi bungkaman bibir oleh menantunya. Kesabarannya mulai terkoyak hingga semakin naik pitam.

Jangan bilang kau tak mendapatkan uang itu?”

Aku .... Aku belum dapat uangnya, Bu,” jawab Yura dengan nada lemah.

ASTAGA!” Katrina membuang napas kesal. Barisan giginya mulai bergemertak dan jari-jarinya kembali mengepal sempurna. Bola matanya menajam menghunus Yura begitu dalam. “Bagaimana bisa kau tidak mendapatkan uang itu, ha? Apa kau tidak berpikir, ini hari terakhir rumah sakit memberikan kesempatan?!”

Rencananya, aku akan bicara dengan pihak rumah sakit dulu, Bu. Aku akan meminta keringanan dan tambahan waktu kepada mereka, lalu aku akan meminjam uang di bank lain dengan menjaminkan sertifikat rumah,” jelas Yura kembali berharap sang mertua memahami. Wanita itu masih belum berani beradu tatap dengan Katrina.

Dasar tidak berguna!” Darah Katrina semakin mendidih. Wanita itu mendekat ke arah Yura lalu mencekal lengannya kuat-kuat. Dengan sekali dorongan ia berhasil membuat Yura terhuyung kehilangan keseimbangan. “Apa yang aku katakan kemarin kurang jelas?! Rumah sakit sudah mengatakan tidak ada toleransi dan kau masih saja ingin mengemis belas kasih mereka?”

Bu aku—”

Wanita bodoh!” potong Katrina seraya melemparkan sebuah tamparan keras. Wanita itu tak ingin mendengar penjelasan apapun dari Yura. Napasnya sudah memburu bersiap melakukan kekerasan apapun kepada sang menantu bila saja tak ingat keberadaan mereka di depan ICU. “Susah payah aku merayu Lily agar menerimamu, tapi kau justru menyia-nyiakan kesempatan!”

Sedangkan Yura pasrah menerima perlakuan Katrina. Air yang sejak tadi ia bendung kini pecah, beruraian membasahi wajah yang memerah. Tidakkah sang ibu mengerti bahwa dirinya terjebak di antara dua pilihan yang sulit?

Aku hanya ingin menggunakan cara yang benar dan menjaga pernikahan kami, Bu. Biarkan aku bicara dulu dengan rumah sakit.”

Katrina kembali menyorot Yura dengan tatapan tajam. “Cara yang benar, katamu? Jika masih ada banyak waktu kuijinkan kau mencari uang dengan caramu sendiri! Tapi sedikit saja gunakan otakmu untuk berpikir, Yura! Sekarang ini malaikat maut sedang menunggu putraku! Dan kau .... Kau sama saja sengaja melemparnya kepada mereka!”

Katrina membuang napas kasar, frustasi dengan cara berpikir menantunya. Mengapa terlalu naif jadi wanita? Saat keadaan tak mungkin lagi untuk menolak Yura masih saja berpikir tentang kesetiaan! Selanjutnya, Katrina kembali menarik lengan Yura dan membawanya menjauh dari ICU sebelum petugas medis menegur mereka karena membuat keributan. “Kau yang menyebabkan putraku kecelakaan! Kau juga yang harus bertanggung jawab atas itu! Aku tidak mau tahu, kau harus kembali kepada Lily sekarang juga dan mendapatkan uang itu siang ini!”

Gelengan kepala diberikan oleh Yura. “Tidak, Bu. Aku tidak bisa! Orang itu memberikan syarat aku harus menikah kontrak dengannya sampai Mas Rama bangun, aku tidak mau, Bu!”

Kau ini memang keras kepala!” Katrina lantas berjalan ke arah sebuah kursi. Wanita itu merogoh sesuatu dari dalam sebuah tas berwarna hitam, mengambil kumpulan lembar kertas yang terlipat. Selanjutnya melemparknya ke arah wajah Yura hingga sang menantu tersentak.

Sekarang lihat! Kau masih punya mata, baca kalimat terakhirnya!” titah Katrina dan Yura segera segera mengambil kertas itu. Dicarinya paragraf terakhir dan mengeja kata demi kata yang tersusun pada paragraf terakhirnya.

Di sana tertulis, surat itu sebagai peringatan terakhir dan tindak lanjut dari peringatan pertama juga kedua yang sebelumnya telah dikirimkan kepada Yura. Jika setelah ini Yura tak kunjung memberikan uang, maka sesuai dengan perjanjian semua pengobatan Rama akan dihentikan. Dan melalui surat itu pula, pihak rumah sakit menegaskan tidak ada keringanan yang akan diberikan sebab Yura telah melanggar kesepakatan, yaitu mengulur waktu tanpa memberikan uang tagihan kepada rumah sakit. Mereka juga menuliskan akan meminta bantuan pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah ini.

Sontak, bahu Yura terasa lunglai begitu membaca barisan tinta pada lembaran kertas itu. Tidak ada lagi harapan untuk berdiskusi kepada pihak rumah sakit. Artinya mau tidak mau, Yura harus memilih opsi yang terakhir.

Mau sampai mulutmu berbusa dan air matamu kering sekalipun, mereka tak akan pernah memberimu keringanan! Jadi sebaiknya turuti perintahku untuk mengambil tawaran itu, atau aku sendiri yang akan menyeretmu ke sana lagi!”

Usai berkata demikian, Katrina mengambil kembali surat yang dibaca oleh Yura. Selanjutnya melontarkan kalimat pedas kepadanya, “Dan camkan ini baik-baik! Aku tidak akan pernah mengampunimu bila terjadi sesuatu dengan putraku!”

Katrina melangkah pergi meninggalkan Yura yang kini kehilangan daya untuk menyangga tubuhnya. Wanita itu terduduk di lantai tak kuasa menahan air mata yang semakin meluncur deras. Sejenak, memandang tubuh sang suami yang terbaring lemah di ruangan bersuhu rendah itu dari balik dinding kaca. Berkali-kali meminta maaf dalam hati sebab harus merelakan pernikahan mereka demi menyelamatkan nyawanya.

Berikutnya, Yura mengambil ponsel dalam tas kecil, menyalakannya dan membuka sebuah aplikasi perpesanan, mencari nomor yang semalam telah ia simpan.

Tuan Gin.

[Saya menerima tawaran Tuan semalam, tetapi saya mohon segera kirimkan uangnya hari ini. Yura.] Begitulah kalimat yang ia tuliskan melalui pesan. Entahlah, ia tak ingin basa-basi. Lelaki itu pasti tahu bahwa Yura adalah wanita yang semalam bertemu dengannya. Kecuali jika Tuan Gin memberikan penawaran serupa pada wanita selain dirinya.

Pesan tersebut terkirim. Tanda centang dua membuktikan bahwa pesannya telah sampai pada pria misterius itu. Tak berselang lama, tanda centangnya berubah warna, lalu Tuan Gin memberikan sebuah balasan.

[Segera datang ke apartemenku setelah makan siang!]

[Lokasi]

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Martha tya
aduhhh ikutan emosi sama katrina
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status