Share

Bab 2. Situasi Yang Rumit

Baru saja Daren memejamkan kedua pelupuk matanya, bayangan dan suara Anna seolah menghantui dirinya lagi.

"Aaaahhhh, tuan. Ku mohon jangan.." desah Anna malam itu yang terlihat sangat menggoda.

Spontan Daren kembali terbangun, dengan seluruh keringat dingin yang membasahi seluruh tubuh kekarnya, dengan cepat dia mengambil segelas air putih yang ada di atas meja, lalu meminumnya dalam satu tegukan tanpa tersisa satu tetes pun.

"Ck, sialan. Kenapa bayangan itu muncul lagi," Daren menggerutu sembari menghela nafas kasar. Mengingat dia pertama kali tidur dengan seorang wanita, entah kenapa pemilik perusahaan terbesar dan ternama itu seolah merasakan sebuah sensasi yang berbeda dan getaran yang hebat dalam hatinya, bahkan perasaan yang aneh seolah muncul dalam hati setelah tak sengaja menyentuh dan menghabiskan malam bersama sekretaris barunya.

Satu pesan masuk ke dalam ponsel, membuat Daren terkejut saat membaca pesan yang dikirimkan oleh asisten sekaligus supir kepercayaannya yang mengatakan jika memang benar di dalam botol anggur merah yang sudah ia minum malam kemarin, memang mengandung obat perangsang, yang telah sengaja dicampurkan.

"Brengsek! siapa yang berani berbuat hal sekotor itu," umpat Daren tak terima. Sembari menyalakan pemantik dan menghisap filter rokoknya untuk melampiaskan semua kekesalan dalam diri.

Tak hanya para kolega bisnisnya, Daren bahkan menaruh sebuah kecurigaan terhadap Anna sebagai sekertaris. Membuat dia memiliki tingkat kewaspadaan yang sangat tinggi.

Selain para kolega dan klien bisnisnya saja yang sering ingin menjebak dirinya agar reputasi sebagai seorang pemimpin perusahaan yang tengah naik daunnya hancur, membuat Daren juga sangat berhati-hati terhadap para wanita nakal yang selalu sengaja di tawarkan padanya setiap kali menghadiri sebuah pesta.

"Apakah wanita itu sengaja menjebakku untuk tidur dengannya?" Daren bertanya-tanya dalam hati, dengan penuh kecurigaan pada Anna.

Ketika Anna masih bergeming meluapkan kesedihannya. Tiba-tiba saja dia mendapatkan satu panggilan telepon dari pihak rumah sakit yang mengabarkan jika saat ini kondisi sang ibu tengah kritis, membuat wanita berambut panjang dan berparas cantik itu sejenak menjeda tangisnya dengan perasaan yang sangat panik dan cemas.

"Ibu!"

Anna yang tidak ingin terjadi apa-apa pada ibunya, dengan cepatnya ia segera mencari taksi untuk menuju ke arah rumah sakit.

Setelah memasuki taksi, di sepanjang jalan Anna terlihat sangat gelisah. Mengingat kondisi ibunya yang akhir-akhir ini semakin memburuk membuat Anna semakin sedih.

Satu jam berlalu, setelah sampai di rumah sakit, Anna segera turun dari taksi dan segera bergegas menghampiri meja resepsionis. Kedua suster yang bertugas di sana segera menyambut dan mencecarnya dengan beberapa pertanyaan.

"Nona, apa ada yang bisa kami bantu?" Tanya kedua wanita berseragam serba putih.

Dengan nafas yang terengah-engah Anna mulai menjawab pertanyaan kedua suster itu.

"Aku ingin menemui ibu, sekarang katakan bagaimana kondisi ibuku? lalu dipindahkan ke mana ruang rawatnya?" tanya Anna, lalu mencecar beberapa pertanyaan kepada para tenaga medis di sana.

Kedua suster itu saling menatap, dan meminta nama ibu Anna untuk di cek di daftar buku pasien. Dengan antusias Anna mulai mengatakan nama sang ibu yang sangat dia sayangi.

"Ternyata nama ibu nona, adalah nyonya Ratih. Kebetulan Dokter berpesan agar anda segera datang ke ruangannya, karena ada beberapa hal yang ingin dibicarakan dengan serius, dan ruangan Dokter Richard ada di sebelah kanan," ujar salah satu suster memberitahukan.

Anna terdiam, setelah ia mendengar perkataan sang suster dengan cepatnya dia berjalan menyusuri lobi dengan langkah berat, sampai akhirnya Anna sampai di ruangan yang di tuju.

Pria berjas putih itu pun mempersilahkan Anna untuk duduk, setelah keduanya duduk saling berhadapan tanpa membuang waktu lagi sang Dokter mulai menjelaskan beberapa hal yang sangat penting.

Satu jam berlalu..

Setelah keluar dari ruangan Dokter, Anna berjalan dengan langkah yang terhuyung dan masih terkejut setelah mendengar penjelasan tentang hasil medis ibu yang sangat dia sayangi.

"Kondisi pasien semakin melemah, dan diharuskan untuk melakukan operasi pencakokan jantung jika tidak maka kondisinya akan lebih membahayakan nyawanyai," Anna masih mengingat jelas dengan semua perkataan sang Dokter.

Gadis cantik itu terlihat sangat kebingungan, mengingat dirinya yang saat ini sedang memiliki kesulitan uang, terlebih uang yang sedang dia butuhkan saat ini bukan jumlah yang sedikit.

"500 juta? dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu," lirih Anna seketika terduduk lemas di kursi tunggu, sesekali ia melirik ke arah jendela.

Melihat ibunya terbaring lemah di atas brankar, membuat Anna tak tega dan bingung harus mencari pertolongan pada siapa. Karena semua aset berharga di rumahnya telah habis untuk berobat ibunya setelah menderita penyakit seriusnya yang sudah cukup lama.

Ketika Anna sedang diselimuti kebimbangan dalam hatinya, sekilas bayangan tadi pagi masih terlintas jelas.

"Kau boleh menulis berapa nominal yang kau inginkan, anggap saja itu kompensasi dariku," kata-kata bosnya masih terngiang di kedua telinga Anna.

Bahkan Anna mulai berpikir apakah dia harus mengambil sebuah tawaran yang tadi sempat di berikan padanya.

"Apakah aku harus mengambil cek itu untuk biaya operasi ibu? Tapi jika aku mengambilnya aku sama saja dengan menjual diri, dan tuan Daren malah akan berpikir lebih buruk tentangku," Anna dilema bahkan dia juga berperang batin.

Tapi mengingat kondisi dirinya yang saat ini tengah terjepit dan tidak punya pilihan lain lagi selain terpaksa harus mengambil tawaran itu.

Anna meghela nafas kasarnya, dengan hati yang berat, dia sudah memutuskan untuk menemui atasannya.

"Demi ibu, aku tidak punya pilihan lain lagi," gumam Anna seraya mengepalkan kedua tangannya. Karena tidak mau jika sampai kehilangan orang satu-satunya ia punya dan yang sangat ia sayangi.

Tapi sebelum pergi ke kantor, Anna memutuskan untuk pulang ke rumah lebih dulu. Untuk membuat sebuah surat pengunduran diri lebih dulu.

"Anna! kamu pasti bisa," Anna memejamkan kedua pelupuk matanya sejenak, lalu menarik nafas. Dan segera bersiap untuk menemui laki-laki yang sebenarnya sudah tidak ingin dia lihat lagi dalam hidupnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status