"Hei, bukankah itu artis yang sering kita lihat di layar kaca?" bisik salah seorang wanita pada temannya yang kebetulan lewat di depan Ariel dan Aisyah.
"Iya, tidak salah lagi."
Ariel yang baru sadar ada dua orang wanita mendekatinya. Ia tidak bisa mengelak lagi.
"Bolehkah kami minta foto?" tanya kedua wanita itu sambil cengar-cengir. Mau tidak mau Ariel melayaninya. Jika ia lari menghindari mereka citranya bisa buruk di masyarakat.
"Nona, tolong fotokan kami," ucap salah seorang di antara mereka. Aisyah berdiri dari duduknya, ia meraih ponsel yang di sodorkan padanya.
Ariel berdiri di tengah dan di apit dua orang wanita. Mereka bergaya narsis sedangkan Ariel bersikap biasa saja. Karena dalam berbagai posisi apapun selalu terlihat fotogenik.
"Wow, keren. Terima kasih, kita suka dengan aktingmu di film "My Love", sungguh mengesankan," puji mereka.
Ariel hanya senyum-senyum mendengar tanggapan para penggemarnya. "Maaf, sepertinya kami m
"Tergantung," jawab Aisyah. "Saya hanya membela orang yang benar," lanjut Aisyah. Dengan gemas Ariel menendang gundukan pasir di depannya sampai sepatunya terisi penuh pasir. Aisyah tiba-tiba berjongkok, ia membersihkan sepatu Ariel dari pasir. "Sepatu Tuan ini kan mahal, sayang kalau kemasukan pasir. Takutnya cepat rusak," ujar Aisyah. 'Dasar gadis bodoh, ia lebih mengkhawatirkan sepatuku ketimbang diriku,' gerutu Ariel dalam hati. Langkah kaki mereka terhenti pada sebuah gazebo yang terletak di pinggir pantai. Sudah terlalu jauh kaki Ariel melangkah, ia ingin duduk sebentar menghilangkan penatnya. Aisyah duduk di sebelah Ariel dengan jarak setengah meter. Angin pantai menyapu rambut gadis itu yang hitam tergerai. Dari samping Ariel memandangi wajah ayu Aisyah yang cantik alami tanpa polesan tebal. "Ternyata pemandangan di sini cukup indah. Di kampung aku jarang jalan-jalan keluar," kata Aisyah membuka pembicaraan. "Kau memang terlalu kampungan. Paling kerjaanmu di rumah te
Di mobil Aisyah terlihat senyum-senyum sendiri setelah menerima telepon dari Gilang. Kabarnya lelaki itu akan datang ke Jakarta, Aisyah merasa senang karena sudah lama tidak bertemu dengan lelaki itu. Katanya dia ada urusan seminar di Jakarta dan sekalian ingin bertemu dengannya.Hati Aisyah berbunga-bunga, manakala orang yang selama ini di kaguminya akan mendatanginya."Kau sudah gila ya, senyum-senyum sendiri," celetuk Ariel di samping Aisyah.Aisyah langsung cemberut, bibirnya mengerucut kesal dengan perkataan Ariel."Eh, salah lagi. Habis apa dong kalau tidak gila tapi tertawa sendiri tanpa sebab," lanjut Ariel tanpa merasa bersalah."Aduh!" rintih Ariel karena tiba-tiba Aisyah mencubit lengannya."Berani mencubitku lagi gajimu aku potong," ancam Ariel yang masih meringis kesakitan sambil meniup-niup kulit lengannya."Siapa suruh, bos selalu mengataiku seenaknya. Aku kan juga punya hati dan perasaan. Aisyah bukanlah bo
Bunyi telepon menyelamatkan Aisyah, ia lalu buru-buru menjawab telepon itu di teras balkon. Samar-samar Ariel mendengar tawa Aisyah di telepon. Gadis itu seperti tidak menganggapnya ada. Bisa-bisanya ia terlihat santai seolah tidak ada orang. Ariel langsung menyambar ponsel Aisyah dan mematikannya. "Mengganggu saja." Aisyah sampai melongo melihat kelakuan spontan Ariel. "Bos, kenapa bos mematikannya?" tanya Aisyah tak mengerti. "Iya sayang, ngapain sih kamu ikut-ikutan urusin dia?" "Aku tahu, suaranya pasti mengganggumu," tebak Amora. "Maaf. Kalau begitu saya keluar," pamit Aisyah. "Tetap di sini!" perintah Ariel. Aisyah makin bingung, siapa yang di suruh bertahan dan siapa yang di suruh keluar ia bingung sendiri. "Maksudnya?" tanya Aisyah polos. "Kamu! Siapa lagi!" sentak Ariel. Aisyah sedikit gemetar menfengar suara lantang Ariel. Amora berjalan mendekati Ariel. Ia m
Aisyah sebenarnya tidak suka jika Ariel selalu mengekorinya. Apalagi kali ini ia mau bertemu dengan Gilang. Laki-laki yang selama ini yang membuatnya kagum. "Tidak usah berdandan berlebihan. Kau tidak berniat menggodanya, kan?" sindir Ariel melihat Aisyah memoles lipstik di bibirnya. Bibir yang ranum dan selalu membuat khayalan Ariel melayang dengan pikiran mesumnya untuk melumat bibir itu. Aisyah memilih diam tidak mengomentari perkataan Ariel. Matanya masih fokus di depan cermin untuk menyisir rambutnya yang tergerai. Aisyah menaikkan rambutnya dan mengikatnya sehingga terlihat leher jenjangnya yang putih bersih. "Eits, jangan kau ikat rambutmu. Biarkan tergerai saja," perintah Ariel. "Memangnya kenapa?" tanya Aisyah keheranan. Tangannya masih memegang kuncir. "Tidak apa-apa. Hanya saja kau terlihat tidak cocok dengan rambut di ikat," ujar Ariel beralasan. Padahal ia tidak suka jika Aisyah mengekspose leher jenjangnya. A
Aisyah merasa ada perang dingin antar keduanya. Ia menatap satu persatu wajah mereka bergantian. Ia tidak suka perkataan Ariel yang seolah tidak menghargai kehadiran Gilang. "Kak Gilang, kami pergi dulu karena ada pekerjaan yang harus di kerjakan." Aisyah buru-buru menyela pembicaraan keduanya. Ia tidak ingin Ariel lebih jauh berkata yang tidak mengenakkan pada Gilang. "Baiklah, nanti kalau ada waktu luang aku akan menghubungimu," ucap Gilang pada Aisyah. Ia mengusap rambut wanita ayu itu penuh kelembutan. Rasanya Ariel ingin menarik tubuh Aisyah dalam dekapannya. Di dalam mobil Ariel hanya diam. Wajah lelaki itu tiba-tiba berubah menjadi agak seram. Bukan karena mirip hantu, tapi suasana hati Ariel yang buruk menjadikan suasana di dalam mobil mencekam seperti di pemakaman. Aisyah yang tidak menyadari kemarahan Ariel malahan senyum-senyum sendiri menatap ke arah jendela. Ia masih terbayang-bayang pertemuannya dengan Gilang. Wajah tampan Gilang tidak bisa hilang dari ingatannya.
Aisyah berjalan meninggalkan hotel dimana ia menginap sebelumnya. Ia tidak tahu harus kemana. Ariel telah mengusirnya penuh kemarahan. Aisyah tidak tahu yang ada di benak Ariel sampai tega mengusir dirinya.Di saat ia melamunkan nasibnya, sebuah taksi mendekatinya. Sungguh kebetulan sekali. Ia pun menghentikan taksi itu dan masuk ke dalam."Kemana Non?" tanya sopir taksinya."Jalan saja, Pak. Nanti saya beritahu di jalan," ucap Aisyah.Aisyah tidak tahu harus kemana, ia tidak tahu daerah Bandung. Sungguh malang nasibnya kali ini. Sesekali ia menyeka air matanya. Aisyah tidak ingin mengundang tanya sopir taksi itu.Pandangan Aisyah tertuju pada sebuah cafe yang terletak di pinggir jalan. Cafe itu terlihat unik dengan desain candle light. Bagi pasangan sepasang kekasih mungkin terlihat romantis.Aisyah akhirnya meminta sopirnya untuk berhenti tepat di depan cafe. Setelah menyerahkan selembar uang pada sopirnya, kaki Ais
Ariel mendekatkan wajahnya bermaksud untuk mencium Aisyah. Namun, tiba-tiba mata Aisyah terbuka. Sontak hal itu membuat Ariel kaget. Buru-buru ia memundurkan tubuhnya agar niatnya tidak di ketahui Aisyah.Aisyah langsung mundur ketakutan, ia gugup. Ariel semakin mendekat dan Aisyah sudah terdesak sampai ke ujung sofa. Ia tidak dapat bergerak lagi. Tangan Ariel menyentuh pipi Aisyah, wanita itu gemetaran. Ia memejamkan matanya. Pipinya merona merah. Ia dapat merasakan sesuatu menyentuh kulit di bawah matanya."Bulu matamu jatuh, jika tidak ku ambil kau bisa kelilipan," ucap Ariel.Aisyah membuka matanya. Ia merutuki dirinya sendiri. Bagaimana mungkin saat ini ia bisa berpikiran macam-macam. Mana mungkin Ariel mau mencium dirinya."Kau kenapa tadi memejamkan mata? Memang siapa yang mau menciummu?" kelakar Ariel.Langsung saja pipi Aisyah seketika memerah. Ia merasa bosnya bisa membaca jalan pikirannya. Aisyah tidak mampu berkata-kata. Pipinya m
"Cut!" "Kita break dulu!" ujar sutradara menyuruh artis dan kru nya untuk rehat sejenak setelah seharian syuting. Nasi kotak pun di bagikanuntuk mengisi perut mereka yang telah lapar. Marini menyeka keringat Ariel usai selesai syuting. Hal yang biasa di lakukan Aisyah jika Ariel sudah menyelesaikan penggalan syutingnya. Aisyah hanya bisa melihat aksi mesra Marini dari kejauhan karena sekarang tugasnya ikut membantu membagikan nasi kotak pada para kru dan artis yang tengah beristirahat. "Eh, pacarnya Ariel datang tuh," celetuk Wildan mengagetkan Aisyah yang tengah membagikan dus makan padanya. Aisyah terdiam. Ia masih sibuk membagikan nasi kardus pada kru lainnya. Wildan merasa di abaikan. Ia lalu menarik lengan Aisyah dan menyuruh duduk di sampingnya. "Maaf, aku masih punya kerjaan bagikan ini," tunjuk Aisyah pada kardus makanan di sampingnya. "Gampang, nanti aku suruh yang lain saja membagikannya," ujar Wildan. Ia lalu membe