Revan membantu Dewi untuk duduk, kini mereka sudah kembali ke rumah. Satu bulan lebih berlalu, operasi kecil pun dengan lancar Dewi laksanakan.
Revan dan Bella pun mulai terlihat seperti semula, tanpa canggung atau berusaha menghindar. Hubungannya bisa di bilang membaik namun tidak sedekat dulu, Bella pun tidak seagresif dulu.
Bella di sibukan dengan bisnis barunya yang baru buka, Bella membuka toko kecil namun berisi bunga dan peralatan lain untuk kado.
"Bella kok jadi jarang jenguk bunda?" tanya Dewi setelah meraih gelas air yang di berikan Revan.
Dewa melirik sang istri."Mungkin sibuk, ayah denger Bella buka bisnis ya?" tanya Dewa.
Revan mengangguk."Baru buka minggu kemarin.." jawab Revan.
"Kamu kenapa ga bantu Bella?" tanya Dewi dengan penasaran.
"Katanya Bella ga mau di ganggu dulu." balas Revan lesu, seminggu lebih tidak bertemu
Bella tersenyum dengan tersipu, tangannya yang dingin kini di genggam erat oleh Revan. Rasanya Bella kembali pada masa ABG labil, berdebar dan malu - malu."Di sini kalo pagi emang gini, dingin.." Revan menatap Bella dengan senyum tipis.Revan masih tidak percaya kalau Bella ada di rumahnya, bahkan saat membuka mata Bella ada di sampingnya.Revan ingin menyinggung pernikahan tapi rasanya Revan ragu, dia tidak mau melukai Bella yang belum sembuh dari gagal nikahnya dengan Fadil."Iyah, parah dinginnya.." Bella mengamati sekitarnya, padahal matahari sudah menyapa cukup tinggi.Revan mengubah posisi, di peluknya Bella dari belakang."Biar anget.." katanya di atas kepala Bella, Revan menyandarkan kepalanya di kepala Bella.Bella menggigit bibirnya, menahan senyum yang takutnya terlalu lebar."Bell.." panggil Revan lembut.
Revan duduk dengan tenang, justru perasaannya kini senang. Sedangkan Bella menunduk dalam, dia terlihat malu."Kan! Mereka udah dewasa, ketakutan aku terjadikan!" Dewi menatap Dewa dengan emosi dan berkaca - kaca."Iyah, kalau tahu gini aku dari awal engga kasih izin.." Dewa meraih bahu Dewi, mengusapnya agar tenang."Kalau hamil gimana? Rieta pasti kecewa!" Dewi menyeka air matanya, perasaan Rieta pasti hancur kalau sampai itu terjadi.Revan terhenyak, rasa senangnya lenyap. Benar juga, Rieta kalau tahu pasti kecewa dan akan merasa bersalah. Revan harusnya menjaga Bella."Kalian keluarnya di dalam atau luar?" Dewi menatap Revan dengan masih marah.Bella semakin tidak berani mengangkat kepalanya.Revan menjilat bibirnya yang tiba - tiba kering, jakunnya mulai bergerak saat menelan ludah."Da-dalem ma.." Revan menunduk,
Kanya membuka mulutnya lalu menutupnya kembali, dia kehilangan kata - kata rasanya."Itu hanya rumor! Gosip! Gimana kalau dia engga gay ayah?" lirih Kanya dengan rasa tak percaya, ayahnya tidak terlalu percaya dengan gosip ternyata."Kanya hanya satu tahun setengah, tidak akan lama, kamu hanya perlu ijazah sekolah itu agar bisa masuk ke universitas yang bagus." bujuk Andri dengan setenang mungkin walau sebenarnya dia juga kini tengah cemas.Kanya menelan ludahnya kasar, mencoba kembali mencari kata yang tepat untuk menolak."Di sekolah sekarang Kanya akan berusaha!" yakinnya dengan penuh keseriusan dan tekad.Andri tetap pada keinginannya."Tidak bisa Kanya, hanya sekolah itu yang akan memudahkanmu." tegas Andri.Kanya memijat pelipisnya, kalau sudah begini mau bagaimana lagi, dia tidak bisa menolak."Yaudah! Terserah ayah aja." Ka
Kanya menghempaskan tubuhnya ke kasur dengan menghela nafas berat. Pelajaran olah raga hari ini begitu melelahkan.Membuat tubuhnya terasa remuk.Kanya melirik kalender yang sebagian angkanya di lingkari spidol merah, tidak terasa sudah 3 minggu dia di sini di temani gosip yang tidak kunjung hilang. Malah gosip yang semakin hangat.Gosip terakhir yang kini berkembang itu semua masih ulah pelaku yang sama yaitu Nata.Kanya mendesah lelah mengingat itu. Sungguh muak dan rasanya ingin mencabik - cabik wajah si pelaku yang begitu santai menanggapi semuanya.Jelas saja semua gosip semakin berkembang, Nata selalu mengikutinya dan jika ada kesempatan dia selalu mengusap leher Kanya dengan tidak tahu tempat.Tentunya tidak sopan juga dan bisa di bilang pelecehan!Kanya akui dia lelah jadi bahan gosip seantero sekolah, telinganya selalu panas rasanya.
Kanya mengusap lehernya dengan masih tersedu - sedu, langkahnya dia bawa masuk ke dalam asrama. Kanya bergegas menaiki kasur lalu menenggelamkan tubuhnya di dalam selimut dan kembali terisak.Kanya bahkan heran, biasanya kebanyakan orang akan terobsesi pada bibir, ini malah lehernya. Aneh memang dan lebih kesalnya lagi Kanya semakin di buat yakin kalau Nata itu normal!"Bunda Kanya kangen hiks Huwaaa Nata sialan! Brengsek! Gay gila! Bajingan! Pembohong!" raung Kanya seraya menendang - nendang selimut.Nata yang baru masuk mengulum senyum geli, baru kali ini ada orang yang menghujatnya seterang - terangan begini dan lagi bukannya kesal dia malah geli, benar - benar gila! pikir Nata heran sendiri.Nata membuka pintu kamar Kanya, Nata menggeleng pelan. Dasar gadis ceroboh! Bukannya mengunci pintu malah sibuk menangis tidak jelas.Nata meraih Selimut yang sedang di tendang
Kanya mengusap perutnya yang terasa penuh, baru kali ini dia merasa kenyang setelah makan. Biasanya baru tiga suap Kanya berhenti saking malasnya mengunyah, itu terjadi kalau sedang tidak nafsu makan!"Kita kayaknya belum kenalan?" celetuk Fajar membuat Kanya menatapnya dengan senyum canggung."Aku Kanya." kata Kanya pelan, dia tidak bisa ramah pada orang baru.Fajar mengulurkan tangan."Gue Fajar." setelahnya Fajar melempar senyum ramah.Kanya meraih uluran itu lalu melepaskannya dan beralih pada Qiano."Qian.."Kanya mengangguk dengan senyum canggung, Qiano tidak seramah Fajar."Kita dulu sering nginep di tempat Nata tapi semenjak lo ada kita ga ke sana lagi, takut ganggu." jelas Fajar yang membuat Kanya semakin canggung.Ganggu? Memangnya dia dan Nata sibuk apa? Kesannya Kanya selalu menghabiskan waktunya dengan Nata
Kanya merapihkan pakaian ke dalam koper kecil. Memasukkan semua yang di perlukan ke dalam tas gandongnya."Kayaknya udah siap! Ah dompet! Hampir aja, nyawa utama padahal." monolog Kanya seraya meraih dompet di meja belajar."Oke udah beres, keluar harus tanpa Nata!" tambah Kanya dengan penuh tekad.Kanya menyeret kopernya keluar kamar, sebelum kembali melangkah Kanya mengamati keadaan sekitar yang tampak sepi.Kanya melanjutkan langkahnya dengan bersenandung pelan, Kanya membuka pintu keluar lalu menjerit kaget saat melihat Nata berdiri dengan begitu kerennya.Nata kalau sudah tidak pakai seragam begitu terlihat sangat keren. Hitam - hitam, tampan! Ah ralat! Lebih ke seperti malaikat pencabut nyawa! Dumel Kanya."Lama banget, Semua udah jalan duluan.""HA!? Te-terus kita?" Kanya mengedarkan matanya liar.Asrama me
Nata tersentak kaget di tidurnya hingga membuatnya terjaga. Mimpinya tentang Kanya membuat Nata gila.Nata dalam mimpi menatap bibir merah alami milik Kanya di tambah kulit mulusnya yang bersinar dalam mimpinya membuatnya semakin gila.Nata mengerang pelan, kadang saat pagi sedang puncak - puncaknya. Tanpa kata Nata pergi ke kamar mandi lalu bersiap menuju ke tempat Kanya.Nata menggeleng tak percaya dengan ke-keboan Kanya, sepertinya gadis itu tidak berniat liburan. Nata menghampiri Kanya lalu menggoncang pelan tubuhnya.Kanya masih tak bergeming, tidak ada cara lain Nata harus melakukan cara yang satu ini. Dengan gemas Nata mencubit hidung Kanya agar gadis itu sulit bernafas."Ha! Aduh ayah!" pekiknya dengan terengah - engah, menghirup oksigen dengan begitu rakusnya."Udah jam 9 pagi, ga mau ke pantai?" tanya Nata dengan begitu santai.