Share

Bab 2

Ancaman Ana

"Kamu mau ngapain?" Clara mencebik seolah tidak percaya dengan apa yang Rendy lakukan. Lelaki itu berusaha berdiri meski tahu akan sulit pastinya. Kakinya sudah lama tak mampu bertumpu. Hingga dia lupa rasanya berdiri. Tapi tidak hari ini, dia ingin mereka tahu bahwa dia pasti bisa berjalan seperti dulu.

Bruk ….

Tubuhnya terjatuh ke lantai. Kaki benar-benar tidak bisa lagi bertumpu. Hati semakin hancur ketika melihat kedua wanita yang ada dihadapannya tersenyum. Seolah menertawakan dengan segala kekurangan.

Demi Tuhan, ini begitu menyakitkan. Hingga tidak disadari air mata itu menetes.

"Kamu itu laki-laki, masak nangis? Gak punya malu," ucap Ana penuh kemenangan. Dia benar-benar senang ketika apa yang dia yakini selama ini tidak pernah terjadi. Dia selalu berkata pada Rendy bahwa dia akan lumpuh selamanya. Dan dia akan bergantung selamanya pada Clara, putrinya.

"Rendi … Rendi, kamu itu kok nggak pernah sadar-sadar. Kamu itu akan selamanya seperti ini! Jangan harap semuanya akan berubah. Yang ada kamu akan semakin sakit hati nantinya. Sudah, nikmati saja. Toh, kamu tadi sudah dengar sendiri kan kalau Clara masih mau menampung dirimu!" Wanita tua itu begitu kejam. 

"Ow ya, Mas. Kamu simpan dimana sertifikat rumah ini?"

"Apa yang akan kamu lakukan dengan rumah ini?"

"Terserah aku dong, Mas. Aku kan punya hak atas rumah ini. So, mana sertifikatnya?" Tangan Clara menengadah.

"Aku tidak akan pernah memberikan sertifikat itu kepada kalian. Kalian benar-benar manusia tidak punya perasaan."

"Eh, Rendi. Jangan sok kuat kamu, tanpa Clara kamu itu tidak ada apa-apanya. Jadi tidak usah banyak bicara, serahkan saja sertifikat itu padanya! Atau kamu mau kami buang ke jalanan?"

"Silahkan! Tapi sampai kapanpun, sertifikat rumah ini tidak akan pernah aku berikan kepada kalian!"

"Haist, pria lumpuh ini benar-benar merepotkan." Tangan wanita tua itu siap mendarat di pipi. Tapi dengan kekuatan seadanya dia mencoba menangkis, untuk sekarang dan nanti. Rendy tidak akan pernah lagi mengalah. Apalagi ini untuk masa depannya sendiri, tidak akan pernah.

"Apa-apaan kamu, Mas. Dia ini Ibuku, dia ini Ibu mertua kamu, kamu kok tega sih, Mas. Berbuat kasar seperti itu?" Clara mencoba menarik lengan Ibunya, dia begitu marah, sangat jelas terlihat. Rendy yang seorang diri masih tertunduk lemas, mengingat perlakuannya kepada wanita tua itu. Seharusnya tak dia lakukan. Seharusnya dia mengalah Seperti biasa.

Tapi entah kenapa hati dan juga pikiran lelaki itu tak sejalan lagi. Ada rasa ingin membalas semua perlakuan mereka, tak seharusnya mereka seperti ini. Rendy akan membuat Clara meminta maaf padanya dan memohon agar tidak mencampakkannya. Apakah Rendy bisa?

****

"Sayang, makasih ya tadi dah bikin aku seneng. Permainanmu tadi bikin aku ketagihan," tutur Clara manja dengan lelaki tua yang ada dihadapannya saat ini. Clara tidak peduli lagi dengan fisik. Karena yang ia butuhkan sekarang adalah uang dan juga kasih sayang. Meskipun lelaki yang ada di hadapannya ini pantasnya menjadi seorang bapak. Tapi tak mengapa bagi wanita itu yang penting uang terus mengalir pada Clara.

Clara mengecup mesra bibirnya di dalam mobil. Namun netra Clara menangkap sosok pria tengah  duduk di kursi roda. Siapa lagi kalau bukan Mas Rendi, suaminya. Suami yang lumpuh tujuh bulan lalu karena sebuah kecelakaan. Bagaimana bisa pria sepertinya bisa memberikan nafkah batin? Mengurus dirinya sendiri saja sulit bagaimana harus mengurus Clara?

Clara mengabaikan sosoknya, hanya bisa dipandangi dari jauh. Melihat dia begitu sedih dan sendu, ini saatnya dia tahu siapa Clara yang sebenarnya. Jika dia mau, dia bisa pergi meninggalkan Clara sekarang juga.

Tapi Clara yakin, dia tidak akan pernah berani menceraikan wanita itu. Dia meyakini itu, karena tidak ada satu keluarga pun yang dia miliki kecuali clara.

Setelah kepergian kekasih Clara ternyata Mas Rendi marah, dia marah besar. Tak seperti biasanya dia hanya diam. Tapi kali ini dia marah hampir seperti Rendi yang dia kenal dulu. Dia begitu tegas dan juga keras. Tapi bukan Clara namanya jika tidak bisa menutupi kekhawatiran. Wanita itu pasti berhasil menutupi semuanya dengan mengolok-oloknya. Membuatnya terus jatuh itu yang membuatnya tak akan pernah bisa berjalan.

Hingga ketakutan terbesarnya adalah ketika dia mencoba berdiri dan melangkah. Tapi beruntung, kakinya masih belum bisa bertumpu. Dia masih lumpuh seperti Rendi yang dulu.

Kini saatnya wanita itu meminta sertifikat rumah ini. Menjualnya untuk bersenang-senang, lalu mencampakan lelaki lumpuh itu. Ah, membayangkannya saja clara begitu tak sabar. Tak sabar membuatnya memohon agar tidak tinggalkan seoarang wanita bernama Clara.

"Kamu jangan lengah, Ra. Rendi lama-kelamaan pasti akan berjalan lagi. Sebelum itu terjadi, habiskan seluruh asetnya. Cari semua aset yang dia punya agar mau menyerahkannya kepadamu. Kamu jadi istri harus pintar, jangan kamu besarin nafsunya saja! Lelaki tua bangk* seperti itu kamu pacari. Apakah tidak ada mencari yang lebih muda sedikit?!" Ibu marah seperti biasa. Dia tidak pernah menilai ku benar dimatanya. Clara selalu menjadi pelampiasan amarahnya jika dia mempunyai banyak masalah.

"Masalah Mas Rendi percayakan sama Clara. Akan Clara pastikan semua aset yang dia miliki diserahkan kepada Clara. Tapi ingat, Bu. Aku tidak mau mendengar Ibu mempunyai hutang lagi. Membuatku frustasi saja!"

Ibu mencebik. Dia benar-benar tidak suka akan ucapan putrinya saat ini. Dia pergi begitu saja menuju kamarnya. Ibu ikut tinggal disini bersama clara sejak dia menikah dengan Mas Rendi. Dia wanita cukup pintar hingga semasa Mas Rendi belum lumpuh banyak uang yang mengalir dalam rekeningnya.

Bibir wanita itu menganga, matanya membulat sempurna ketika mendengar perkataan yang keluar dari mulut Mas Rendi. Apakah ini tanda bahwa dia akan kembali seperti Rendi yang dulu?

"Maksud kamu apa, Mas. Bicara seperti itu?" Tangan wanita itu mengepal. Menahan amarah. Jelas, Clara jelas marah jika Mas Rendi memperlakukan dirinya seperti itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status