Share

THE TRUTH

“Abang, kenapa selalu makan siang di kedai kecil ini? Tidak takut ada yang mengikuti?” Lidya menyorongkan sepiring nasi dengan lauk kesukaan Daniel.

“Masakan buatanmu jauh lebih enak dari masakan restaurant.” Daniel mengambil piring yang disodorkan, wangi telur setengah matang dengan sayur tumis menggugah selera makannya.

“Apa kau tidak pernah bercita-cita untuk memiliki kedai makanan di tempat yang lebih nyaman?” tanya Daniel menyelidik.

“Hanya bermimpi kan? Tentu saja pernah. Tapi hanya menjadi pedagang kaki lima pun aku sudah senang. Aku punya pelanggan tetap.” Lidya melebarkan tangannya menunjuk para pelanggannya yang terus berdatangan.

Daniel tersenyum simpul pada kesederhanaan yang ditunjukkan Lidya. Diapun semakin bersemangat menyantap makanannya bersama dengan para buruh kasar pelanggan utama kedai itu. Sementara menyuapkan makanan ke mulutnya, Danielpun dapat mendengar obrolan para buruh tersebut.

“Kau sudah mendapat kabar?” obrolan mereka dimulai dari celetukan seorang pria dengan handuk putih di kepalanya kepada seorang rekannya.

“Belum. Mendengar nilai proyek yang mencapai triliunan itu rasanya aku ingin cepat ikut bekerja di dalamnya. Proyek pembangunan gedung seperti ini sangat menyusahkan, kita hanya dibayar harian dengan gaji kecil.” Jawab pria yang tadi ditanya.

“Kau ingat nama perusahaan yang akan menyewa jasa untuk pembukaan lahan baru itu?”

“Kalau aku tidak salah dengar Huangjia Petroleum. Tapi, katanya ada 2 perusahaan yang sedang bersengketa jadi karena itulah keputusannya terkesan lambat.”

“Lokasinya sudah tahu?”

“Entahlah. Aku juga tidak tahu wilayah mana di China yang masih memiliki kandungan minyak dan gasnya tinggi … Hei, nona! Aku mau tambahan sayur ….”

“Iya … sebentar!” Lidya menyahut dan dengan terburu-buru menghampiri pria yang memanggilnya tadi.

Daniel terus menajamkan telinganya. Obrolan buruh-buruh itu terus berlanjut sampai kepada masalah pribadi yang mereka bagikan serta saling memberikan saran. Daniel menaruh nama Huangjia Petroleum dalam hatinya.

“Abang juga mau tambahan sayur?” tanya Lidya melihat makanan di piring Daniel sudah hampir habis.

“Ahh–tidak, makanannya sudah cukup. Boleh aku minta tuangkan teh hangat lagi?”

“Boleh.” Lidya menuangkan teh hangat dari dalam teko. Asap teh melambung masuk ke hidung Daniel, membuat perasaan pria itu menjadi semakin baik.

Jam makan siang sudah berakhir, kedai makanan mulai kembali sepi. Kini waktunya para pedagang untuk mengisi perut mereka. Daniel kembali berjalan menelusuri tepi jalan yang dipenuhi pedagang kaki lima. Sesekali matanya melirik mengawasi kemungkinan si wartawan kemarin datang kembali.

Daniel masih asik bercengkerama dengan salah seorang pedagang saat deru motor tua terdengar nyaring di telinganya. Seketika dirinya menengok – benar saja, wartawan itu datang kembali. Daniel tidak langsung datang menghampiri, dia menunggu sampai pria itu sudah mulai asik dengan makanannya.

“Tidak aku sangka kita bertemu lagi di sini.” Daniel berbasa-basi seraya duduk berseberangan dengan pria wartawan yang tengah asik menyantap makanannya.

“Ahh–kau pria yang kemarin. Hmm … setelah aku pikir-pikir lagi wajahmu cukup mirip dengan seseorang yang sempat viral beberapa waktu lalu.”

“Uummm … wajahku memang tampan mirip selebritis.” Ungkap Daniel sok percaya diri.

“Bukan. Dia memang setenar selebritis, tapi dia itu seorang pewaris perusahaan terbesar di China. Kau pernah mendengar nama David Lim?” pria itu terus berbicara sambil mengunyah makanannya.

Daniel menggelangkan kepalanya, “Aku tidak tahu.”

“Sebelum aku bertemu dengan seorang nyonya kaya, aku juga sama sekali tidak mengenal pria itu. Tapi betapa beruntungnya aku, berkat keberadaan orang itu dan juga kekayaan yang dimiliki oleh perusahaannya, aku jadi mendapatkan banyak uang.”

“Nyonya kaya?” tanya Daniel penasaran.

“Iya … wakil direktur Huangjia Petroleum. Dia memberikan banyak uang kepadaku kalau aku berhasil membawakan informasi yang dia inginkan.” papar wartawan itu penuh percaya diri.

“Termasuk berita viral yang kau sebutkan tadi?”

“Tentu saja! Bayangkan–aku mendapatkan dibayar lima belas ribu yuan dari berita itu. Aku benar-benar kaya.” pria itu berdecak bangga.

Daniel menahan diri untuk tidak bertanya lebih jauh lagi kepada wartawan bayaran itu. Dia sudah cukup mendapatkan informasi yang dia inginkan. Seraya mendengarkan pria itu yang kini berceloteh tentang apa saja yang dia beli dari uang hasil menjual berita itu, Daniel merogoh ponsel yang disimpannya di dalam kantong jaket dan mematikan tombol perekam suara.

‘Besok aku akan membawa bukti ini kepada Tuan Ming.’ batinnya.

Daniel tidak mungkin mengendarai mobil sportnya untuk sampai ke tempat Lidya berjualan. Dia menggunakan transportasi umum untuk mengantarkannya kembali ke apartement. Namun, belum lama Daniel memejamkan mata sambil menyandarkan kepalanya ke jendela, sebuah pesan kembali masuk ke ponselnya.

Kali ini kontak di ponselnya telah ditambahkan dengan satu nama, yaitu ‘Rudy Ang’ dan hebatnya pria itulah yang mengirimkan pesan singkat kepadanya.

[Bar distrik 15, pukul 8 malam ini. Bawa uang 5 yuan yang kau pinjam.]

“5 yuan? Untuk apa?” Daniel mengusap dahinya.

[Aku mau tidak bisa kesana. Ada yang harus dikerjakan.]

Daniel mencoba menghindari kekacauan yang mungkin akan dibuat kembali oleh mereka di bar itu.

[Aku tidak akan menyuruhmu minum. Aku hanya mau memamerkan pacarku kepadamu.]

 ‘Apakah seorang Rudy Ang memang selalu memaksa seperti ini?’ Daniel merapatkan rahangnya.

[Tunggu saja.] balasnya singkat.

Daniel memasukkan kembali ponselnya dan mengintip penunjuk waktu di lengan kirinya. Dia masih punya waktu sekitar tiga jam lagi untuk bersiap-siap.

***

Mobil sport merah menyala dengan lambang kuda jingkrak pada bagian depannya baru saja sampai di pelataran bar distrik 15. Kali ini tanpa merasa canggung Daniel keluar dari mobil dan lalu menyerahkan kuncinya kepada petugas parkir.

Diapun melangkah tanpa ragu memasuki bar tersebut. Turtle neck hitam dan celana chino berwarna mustard menarik perhatian beberapa orang untuk melirik ke arah Daniel. Pria itupun tidak meragukan pesonanya malam itu. Setelah sebelumnya dirinya merasa ragu untuk menggunakan unlimited black-card hanya untuk membeli pakaian, kali ini dengan sangat terpaksa diapun menggunakannya.

“David! Aku di sini!” teriakan khas Rudy Ang menyadarkan Daniel yang masih menikmati tatapan orang-orang yang tersihir oleh penampilannya.

“Hai, sob! Untukmu …” Daniel menaruh selembar uang 5 yuan di atas meja.

“Hahaha! Aku kan hanya bercanda, sob. Tapi tidak mengapa – aku akan menyimpannya sebagai kenang-kenangan.” Rudy melipat 5 yuan nya dan menyelipkan ke dalam kantong celananya.

“Mana pacarmu?” Daniel duduk pada kursi kosong di depan Rudy.

“Sebentar lagi dia akan datang. Tempatnya bekerja tidak jauh dari sini.”

“Kalian kenal di mana?” tanya Daniel lagi penuh basa-basi menyelidik.

“Kau ingat tidak, aku sangat kesal pada seorang wanita yang dengan ceroboh menumpahkan kopi panas ke celanaku?”

“Hmm …” Daniel menggumam, tentu saja dia tidak bisa mengingat apapun.

“Setahun lalu, secara tidak terduga aku kembali bertemu dengannya. Saat itulah aku baru menyadari betapa cantiknya wanita itu. Lalu aku dengan berani mengajaknya berkenalan, setelahnya … kau tebak sendiri saja lah, aku malas menceritakannya. Hahaha … nah – itu dia!” Rudy melambaikan tangannya pada seorang wanita yang terburu-buru masuk ke dalam bar.

Melihat sosok wanita yang berjalan dengan sepatu hak tinggi yang sangat seksi itu, mendadak Daniel merasa jantungnya berpacu dengan cepat. Wanitapun kemudian tersenyum, sebuah senyuman yang kembali membawa Daniel pada kepingan masa lalu yang seharusnya sudah dapat dilupakan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isky Roesli
katanya free.. tp koq hrs buka pake koin.. ga jelas nih penawarannya.. 28 juli 2022
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status