Sekar kemudian menunjuk Kayden dengan dagu. "Yang itu namanya Kayden. Abangnya Sekar. Tapi kalo kakak mau tukar tambah sama om Diman gak papa, nanti Sekar bayar gocap."
Sekar membulatkan mata dan menepuk mulutnya. Ini pasti karena Anna datang tidak bersama sopir gantengnya makanya Sekar jadi kepikiran. Padahal Sekar kan kangen. Eh!"Diman siapa?" Benar saja, Kayden langsung bertanya dengan tidak santai.Sekar menggigit bibirnya. Sebelum Anna menjawab pertanyaan Kayden Sekar buru-buru menunjuk John. "Y-yang i-itu namanya bang Johnny. Dipanggilnya bang Jono, tapi kalo malam kakak Jeni." Sekar terkekeh. Yang lain juga ikut terkekeh.John mendelik sebal. Sejak pertama Sekar mengatainya Jeni, anak-anak juga sekarang ikut-ikutan memanggilnya Jeni sesekali."Kalo yang itu namanya bang Petra. Dipanggilnya Pet soalnya dia pencopet.""Heh ngadi-ngadi lo!" Petra melempari Sekar dengan kulit kacang."Soalnya abang Pet sudah mencope"Jadi bang Jaki gitu, ya. Sekar gak mau lagi jadi adek abang." Sekar melipat tangan di dada sambil buang muka."Aduh, cintaku~ Maapin abang Jaki, yak. Kan love language-nya abang pake kekerasan.""Sok inggris lu!" Kayden mengusap wajah Zaki. Sekar terkekeh melihat Kayden membelanya.Tapi kemudian Sekar terdiam karena tiba-tiba saja Kayden menatapnya dengan seringai lebar. Sekar meneguk ludah kasar. Perasaannya tidak enak."Pegangin lagi. Gue kasih lima menit lagi hukumannya. Tapi pake satu aja." Kayden menyuruh mereka memegangi Sekar lagi, sementara Petra sudah siap dengan satu Kemoceng di tangannya. Petra menatap Sekar sambil menaik turunkan alisnya.Sekar menatap masam Kayden. Ia kira Kayden sudah berpihak padanya."Sorry, gak semudah itu abang lolosin kamu." Kayden terkekeh. Dia mengacak gemas rambut Sekar. Sekar membuang muka. "Ikut gue ke atas!" Kayden menyuruh Anna mengikutinya ke lantai dua.Gl
Anna menahan nafas. Tubuhnya tanpa sadar mundur. Dia meneguk ludah kasar. "S-silakan kalau lo mau nyurigain gue. G-gue gak takut karena gue emang gak punya motif a-apa-apa sama Sekar. Gue murni mau temenan sama dia.""Evelyn selalu ngancem orang yang berani temenan sama adek gue. Lo gak mungkin dia biarin gitu aja kecuali ada apa-apanya." Kayden menatapnya tajam.Anna terkejut karena Kayden juga mengenal Evelyn. Jangan-jangan Evelyn sebelumnya juga pernah menyukai Kayden karena ketampanannya."Sebelumnya gue emang punya masalah pribadi sama Evelyn. Dan gue juga gak akan peduli semisal dia nyuruh gue jauhin Sekar.""Gue akan terus ngawasin lo sampai gue yakin lo gak berbahaya buat adek gue." Kayden menjauhkan tubuhnya. Tapi matanya tetap menatap Anna dengan tajam.Anna menganggukkan kepala. Selama tidak salah, dia tidak takut sama sekali. Dia memang tulus berteman dengan Sekar. Dia juga senang karena Sekar memiliki abang yang sangat menyay
"Sumpeh lo bisa basket, Kar?" Anna memegang bahu Sekar. Matanya melotot menatap gadis itu."Ngeremehin gue, lo? Duel kita ke lapangan!"Sekar berdiri pongah sambil berlagak menyingsing lengan seragamnya."Kar, lo gak lagi becandain gue kan?" Anna berdiri menyusul Sekar. Rautnya antara bahagia dan panik."Bantu gue jadi fvckgirlnya SMA Garuda!" Sekar menepuk dadanya kemudian berjalan mendahului Anna. "Oh ya, kalo gue menang siap-siap lo traktir gue sebulan!" Sekar menolehkan kepala pada Anna. "Eh eh, lo ganti dulu. Gue ambilin dulu ke ruang olahraga." Anna mengejar langkah Sekar di depannya."Pake rok buat manasin hati mantan!" Sekar menjawab asal. Dia sudah terbiasa pulang sekolah langsung bermain basket dengan teman-teman Kayden tanpa berganti seragam.Anna menyusul langkah Sekar. "Nah, nah... Kan, belum apa-apa aja udah keluar bibit fvckgirlnya!" Keduanya kemudian tertawa bersama. °°°"Anj-ing woy!
Sekar cemberut. Dia kembali membuang wajah ke samping.Shaka menghela nafas. "Gue gak punya maksud apapun, Kar. Semua demi kebaikan lo. Lo gak sadar mata cowok cowok itu jelalatan liat lo main tadi." Gue gak rela. "Roknya gak pendek." Sekar menatapnya sebal."Tapi cowok-cowok tetep liatin, kan?" Shaka menatap lembut Sekar. Dia berkata dengan pelan."Janji jangan main pake rok lagi, ya?" pinta Shaka lagi. Dia mengelus sisi wajah Sekar dan menatapnya lamat-lamat. Dia rindu bisa sedekat ini dengan Sekar seperti dulu. Sekar meleleh melihat sisi lembut Shaka. Tanpa sadar kepalanya mengangguk. "Pinternya~" Shaka tersenyum. Dia mengacak pelan rambut Sekar."Kemarin Kayden gak ngelukain lo, kan?" Shaka teringat Kayden lagi. Dia lalu menatap Sekar dari pucuk kepala hingga ujung kaki takut Sekar ada luka. Sekar kembali cemberut. Mengapa juga Kayden melukainya, Kayden itu abangnya. Justru cowok di depannya ini yang san
"Kalo gitu gue bakal tanya Gio. Adeknya juga satu sekolah kan sama Sekar?"Kayden menatap Andrew datar. Sudut matanya berkedut-kedut.Andrew terkekeh sadar sudah salah ucap. Dia lupa Kayden dan Gio tidak akur lagi seperti dulu. Sebenarnya Andrew, Kayden dan Gio seumuran. Gio selalu berkumpul dengan mereka tiap berkunjung ke Indonesia.Saat persahabatan mereka terputus, Andrew tidak berusaha memihak salah satu. Dia berteman dengan Kayden, tapi juga tetap berteman dengan Gio."Ricko, kan, nama adeknya? Atau Rocky?""Namanya Ricko." Sekar yang menjawab. Dia lega akhirnya bisa lepas dari pitingan Kayden. Saat ini dia sedang bersandar di dada Kayden sambil ikut menatap wajah Andrew di layar ponselnya.Andrew terkekeh melihat Sekar. Tadi saja dipiting sekarang sudah bermanja-manja lagi."Mantannya itu ketuanya Ricko." ceplos Kayden."Eh? Leader Garuda?" tanya Andrew. Saat liburan ke Indonesia beberapa tahun
"Sayang, kamu gak papa?"Sebuah suara menyadarkan Sekar dari lamunannya. Dia menoleh dan melihat di sampingnya ayahnya sedang memeluk anaknya yang lain. "Apa masih sakit? Di mananya aja?" Pria tua itu mengusap pipi Evelyn."Ilen udah gak papa kok, pa." Evelyn menyentuh tangan pria itu yang berada di pipinya. Sekar melengos. Iya lah. Orang yang menganiaya adalah dirinya sendiri. "Silakan duduk pak Dewo!" Broto mempersilahkan Dewo duduk di kursi yang masih kosong.Dewo mengambil duduk di depan ketiganya. Bersisian dengan Broto. "Ceritakan apa yang sebenarnya terjadi." Pinta Dewo."Sekar menganiaya Evelyn, om. Saya saksinya. Awalnya teman-teman Ilen meminta bantuan saya karena katanya Ilen dibawa Sekar ke suatu tempat. Saat saya datang, Evelyn sudah dalam kondisi terluka." Shaka bercerita."Kurang ajar!" Dewo memukul meja. Dia menunjuk wajah Sekar. "Ini pasti karena kamu ikut geng berandal gak jelas itu. Geng motor itu hanya membawa pengaruh buruk untukmu. Kamu bahkan sudah berani mence
Sekar menatap Kayden malas. Ya punya lah. Kak Anna, kan, cantik!"Pacarnya ninggalin dia gitu aja karena hasutan Epelin dua tahun lalu. Sekar sedih liatnya. Kak Anna belum move on sampai sekarang."Kayden cemberut. Apa bagusnya mantan Anna itu. Jelas-jelas gak setia masih aja dipikirin. "Tapi itu gak cukup buat jadi alasan lo jodoh-jodohin Anna. Apalagi niatnya gak tulus gitu. Lo sendiri emang mau tiba-tiba gue jodohin sama Morgan?"Wajah Sekar masam. Bibirnya sudah monyong-monyong. "Dari sekian banyak nama cowok, kenapa juga bang Kay sebutin nama orang itu."Kayden mencubit pipi Sekar gemas. "Gak mau, kan? Nah, Anna juga begitu. Udah lah ngapain pake jodoh-jodohin begitu. Mana jauh banget lagi sampe beda negara." Ada gue di sini yang jelas-jelas deket. Sekar mengangguk paham. Dia mencoba memposisikan diri sebagai Anna. Dia juga tidak akan suka jika sembarang dijodohkan. Kayden menghela nafas lega melihat Sekar mau membatalkan
"Kalo gitu saya permisi, pak. Terima kasih." Sekar undur diri. Sekar baru berani mengangkat kepalanya saat sudah membelakangi Broto. Matanya berkaca. Air matanya menggenang dari tadi. LaluTes. Setetes air matanya jatuh. Buru-buru Sekar menyekanya. Sekar memejamkan matanya dan mengambil nafas panjang. 'Ini masih di sekolah. Sekar gak boleh nangis.' Sekar mengepalkan tangannya."Sekar," panggil Broto saat Sekar memutar handle pintu. Tangan Sekar terdiam. "kapan pun kamu butuh, rumah om selalu terbuka untukmu. Kamu adalah anak dari sahabat baik om." Ucap Broto. "Bapak tidak perlu repot-repot. Bahkan ayah saya saja tidak mengakui keberadaan saya. Saya permisi." Ucap Sekar kemudian keluar dari ruangan itu."Kar," Anna langsung menghampiri Sekar begitu melihatnya keluar. "Eh, lo kenapa nangis? Bokap gue gak marahin lo, kan?" Anna melotot melihat mata Sekar yang merah.Sekar menyeka sudut matanya yang basah. "Kelilipan gue." Sekar te
Dimas terkekeh dan menyingkirkan telunjuk Dewo yang menunjuk ke arahnya. "Jangan bilang kau juga tidak tau bahwa Sekar ke Paris dua bulan yang lalu." Mata Dewo berkilat kaget sekilas. Setelahnya dia berusaha terlihat normal. Tapi Dimas menyadari reaksi awalnya. Pria itu tersenyum sinis. Dia membuka galeri di ponselnya dengan menunjukkan rekaman singkat seorang gadis yang nampak mengerucutkan bibirnya. "Ayah Dimas." Ucap gadis dalam video. Mata Kayden dan Gio berkilat mendengar suara itu. Dan mereka bisa membayangkan wajah masam Sekar yang melakukannya di bawah paksaan orang lain. Dimas menjauhkan ponselnya saat tangan Dewo ingin menjangkaunya. Dewo naik pitam melihatnya. "Kau tidak bisa memaksa anak gadis orang lain untuk memanggilmu ayah." "Kenapa tidak bisa! Lagipula dia terlihat senang-senang saja, tidak ada ketegangan. Asal kau tau saat itu dia sedang meminta ditraktir makan di restoran favoritnya, padahal sepanjang jalan dia sudah memalakku untuk membayar semua street food
"Kar~" Suara Kayden parau. Dia langsung memeluk Sekar erat-erat. Gio ikut memeluk kedua orang itu. "Lo harus secepatnya ingat gue, Kar. Gue sama Gio nunggu lo. Kita selalu nunggu lo." Kayden menepuk-nepuk pucuk kepala Sekar. Dia tidak peduli lagi meski pandangannya sudah kabur karena air mata. Gio ikut mengusap bahu Sekar. "Lo harus sehat-sehat di sana. Harus pinter jaga diri. Gak ada gue sama Kayden lagi yang bisa jagain lo." Gio mengusap air matanya. Sekar menatap dua orang itu yang sama sama menangis. Hati Sekar campur aduk. Matanya ikut panas dan akhirnya menjatuhkan bulir-bulir bening. "Cepat pulang. Abang-abang lo nunggu di sini." Kayden mengusap air mata di wajah Sekar dengan hati-hati. Dia lalu mengecup kening gadis itu. Juga dua kelopak matanya. "Gue selalu nunggu lo di sini. Baik-baik di sana, ya~" pintanya. Sekar mengangguk tanpa sadar. Hatiny
"Karena abang pencopet." Sekar menampakkan raut kagetnya. Petra mengusap lagi air matanya. "Karena bang Pepet udah mencopet hati Sekar." Petra berusaha tersenyum. Sekar ikut tersenyum. "Bang Pepet lucu." Petra menganggukkan kepalanya. Tangisnya semakin hebat. "Kalo aku kamu ingat? Pokoknya harus ingat." Sean maju. Belum apa-apa matanya sudah berembun. "Bang Sean, kan?" Sekar tersenyum. "Gak pakai abang. Kamu biasanya manggil aku Sean aja. Gak ada abangnya." Sean mengusap air matanya. Sekar mengernyit. "Bang Sean kan seumuran bang Kayden? Kenapa Sekar gak panggil abang kayak yang lain?" Sekar menoleh pada Kayden yang dari tadi hanya diam. Mata pemuda itu paling sembab. "Bang Kayden," panggil Sekar karena Kayden hanya diam saja. "Kita semua bahkan gatau k
"Besok saya ingin membawa Sekar pulang berobat di Paris." "Om?" Shaka membeku. Dia takut salah mendengar sebelumnya. "Shaka gak salah denger, kan, om? Om gak mungkin mau bawa Sekar ke Paris, kan?" Keheningan di seberang sana sudah menjawab pertanyaan Shaka. Pemuda itu tanpa sadar mundur selangkah. Dia memegangi tembok di sebelahnya. "Om, Shaka yakin Sekar masih bisa disembuhkan di Indonesia. Shaka akan cari rumah sakit yang lebih baik lagi. Dokter yang lebih hebat lagi. Sekar tidak harus dibawa ke Paris, om. Lagipula Sekar baru siuman, om." Louis menghela nafas berat. "Shaka, dengarkan saya. Saya melakukan ini demi kebaikan Sekar. Saya tau pengobatan di Indonesia juga baik. Banyak rumah sakit maju dan dokter yang ahli di bidangnya. Tapi ini sudah dua minggu sejak Sekar siuman. Kesehatannya tidak memiliki banyak kemajuan." Shaka terdiam. Dia ingin menyangkal kata-kata Louis tapi tidak ada suara yang terucap. Dia juga terbayang saat Sekar merintih kesakitan merasakan semua luka
"Kagak ada nanti. Gue gak izinin lo nemuin Sekar sampai kapan pun!" Kayden memotong ucapan John. Kakinya kembali hendak menerjang ke depan. "Kay! Kay!" John berdiri di depan Kayden untuk menghalangi. Dia memegangi bahu Kayden dan memaksa pemuda itu untuk memasuki ruang rawat Sekar bersamanya. Gio memandang pintu ruang rawat Sekar yang sudah tertutup dari dalam. Pemuda itu lalu berjalan mendekati Bagas. Matanya menatap dari pucuk kepala hingga ujung kaki Bagas. Sudah berapa tahun mereka tidak bertemu. Jika bukan karena suara Bagas yang tidak berubah, Gio tidak akan mengenali wajah di balik cambang tebal itu. "Lo sebaiknya pulang, bang. Kayden gak akan ngizinin lo liat Sekar buat sekarang. Cowok itu keras kepala." "Gue tau semua ini terjadi karena gue. Gue nyesel, Yo." "Lo ninggalin banyak masalah buat kita semua di Indo, bang." Gio tersenyum miris. "Gue dan yang lain gak pernah berenti nyari lo selama ini, tapi semuanya sia-sia. Lo gak bisa ditemuin di manapun. Lo emang niat ba
Oda mengangguk. "Saya juga tidak berniat melepaskan bajin-gan itu begitu saja dan menyerahkannya ke polisi. Masalahnya Shaka sudah menyerang tempat persembunyian mereka sendirian dan hampir membakar seluruh bagian rumah itu dan telah menarik perhatian warga sekitar. Orang-orangku juga mengatakan Daniel beserta anak buahnya sudah tidak terlihat di sana. Mereka pasti sudah kabur duluan saat mengetahui Sekar tertabrak. Sekarang polisi sudah terlanjur tau." "Masalah itu biar nanti Kayden yang ke kantor polisi. Kita pasti bisa nemuin Daniel, bang. Sean sama yang lain udah turun nyari mereka. Beberapa geng motor lain yang deket sama Fonza juga ikut turun tangan." "Gue juga udah nyuruh Jovi sama anak-anak buat ikut nyari keberadaan Daniel, Kay." Gio yang sedari awal diam juga ikut bersuara. Kayden memperhatikan wajah Gio yang sembab dan mengangguk. "Thanks." Katanya pelan. "Tapi saya sangsi keberadaan orang itu mudah ditemukan.
"Woy jangan kabur!"Kedua gadis itu sontak menoleh ke belakang dan melihat belasan orang mengejar mereka dari jarak agak jauh.Sekar melotot ngeri. Dia mengepalkan tangannya dan mempercepat larinya. "Kabur, Len!" Gadis itu menoleh pada Evelyn. "Lo masih sanggup, gak? Atau gue gendong aja?"Evelyn menggeleng tegas. Gadis itu menggigit bagian dalam bibirnya. Keringatnya sebesar biji jagung setiap dia menggerakkan kakinya.Sekar mengencangkan kepalan tangannya. Daniel. Awas saja. Besok dia luluh lantakkan orang itu bersama pengikutnya."Argh!" Evelyn berteriak saat tubuhnya terhuyung ke depan dan lututnya segera bergesekan dengan aspal jalanan. Dia merasakan kulitnya terkelupas dan terasa panas membakar. "Ilen!" Sekar yang sudah berjarak jauh di depannya segera menoleh mendengar teriakan Evelyn. Matanya melotot panik dan segera berlari hendak menghampiri Evelyn."Jangan." Evelyn menggelengkan kepala. Matanya berembun. "Jan
"Lo beneran bego." Sekar menaikkan sudut bibirnya melihat seseorang yang juga terborgol di seberangnya. Gadis itu meringkuk. Meski kondisi ruangan mereka disekap remang-remang tapi Sekar dapat melihat wajah gadis itu yang lebam-lebam. Terdapat bulatan besar berwarna kehitaman di mata kirinya. Entah siapa yang sudah melayangkan kepalan tangannya."Shh..." Gadis itu meringis saat membuka mulutnya."Mulut lo robek. Mending diem kata gue mah." Sekar terkekeh dan melanjutkan ucapannya. "Tapi gue penasaran, mata lo ditonjok siapa? Anjir GG banget pukulannya. Jangan bilang cowok lo si Brian?"Evelyn menggertakkan giginya. Matanya melirik tajam Sekar. "Berisik. Mending lo pingsan aja kayak tadi.""Gue bangun karena tiba-tiba lapar. Tau gak, pas lo nelpon tadi posisi gue lagi nunggu pesenan makanan gue. Demi nyelametin kakak yang akhirnya mau nerima gue makanya gue langsung ke sini jemput lo, taunya kena prank." Sekar terkekeh. Kebetulan perutnya keroncong
"Mau ke mana kamu, kak?" Shaka terlonjak kaget saat ruang tengah yang awalnya gelap menjadi terang benderang. Di belakangnya Ratna muncul dengan tangan bertengger di pinggang. "M-mama." Shaka menarik tangannya menyembunyikan sepatu yang ditentengnya di belakang tubuhnya. "Kamu mau ke mana lagi jam satu malam begini! Bentar lagi ujian, bukannya belajar di rumah." Mata Ratna tertuju pada tangan Shaka yang bersembunyi di belakang tubuhnya. "Kakak harus keluar, ma. Penting." Shaka memberikan tatapan memohon. "Udah larut malam, kak. Bahaya. Sekarang begal lagi marak. Lagian bisa tunggu besok pagi aja, kan." Ratna menatap gemas sekaligus kesal. "Mending balik ke kamarmu. Mama gak kasih izin kamu pergi sekarang. "Ma," Shaka menggelengkan kepalanya. "Kakak baru aja dapat kabar kalo Sekar diculik. Kakak mau bantu cari Sekar." "Lagi-lagi perempuan matre itu lagi?" Ratna menyugar rambutnya