Share

Jangan Pukul Lagi!
Jangan Pukul Lagi!
Author: Wie Dew Wie

Bab 1. Pernikahan

Prank!

Bunyi pecahan piring membuat Milva terkejut. Ia tak akan menyangka melihat suaminya telah di luar batas. Selama sudah satu tahun baru kali ini piring pecah.

"Kau ini emang nggak tahu diri!" Bagaikan disambar petir, air mata yang sedari tadi tertahan akhirnya terjatuh juga.

"Awas kau, ya!" Restu menarik lengan Milva dan menyeretnya. Wanita itu hanya merintih dan menahan sakit.

"Mas, jangan ... Mas," suara Milva parau. Dirinya mencoba memberontak. Namun, apalah daya, ia tak bisa berbuat apa-apa. Hingga pada akhirnya hanya bisa pasrah. Sudah biasa bila akan menelan air lagi seperti sebelumnya.

***

"Nduk, maafkan ibumu. Kau harus menikah," ucap Ibu Milva saat beliu belum menghembuskan napasnya untuk terakhir kali.

"Tapi, Milva tidak menyukai Restu, Bu!" Milva terus terisak di lutut sang ibunda tercinta. Ia tak tahu harus bagaimana, bila tidak menuruti kemauan kedua orang tuanya. Kasihan mereka pasti akan disuruh membayar hutang. Namun, hati tak bisa dibohongi, ingin segera bebas, tetapi tidak tahu harus bagaimana lagi.

Hingga pada akhirnya sebuah pernikahan mewah tergelar dengan indah. Ya, Milva memutuskan untuk menikah dengan Restu. Alasannya hanya satu, yaitu hutang keluarga sudah lunas terbayarkan. Walaupun hati menolak semua, tetapi ini lebih baik.

Milva merelakan kebahagiaannya demi kebahagiaan orang tuanya. Hanya itulah keinginan terbesarnya. Gaun putih mewah telah terpakai ditubuhnya. Siapa yang tak suka menikah dengan orang kaya, semua kemewahan pasti akan ada bukan!

Lagi-lagi Milva hanya tersenyum penuh kepalsuan. Ya, karena ia tak menyukai akan pernikahan ini. Pernikahan yang tidak dilandasi akan cinta. Namun, dilandasi agar hutang kedua orang tuanya lunas. Sungguh, nasip wanita itu sangatlah miris.

Milva selalu meyakinkan dirinya agar menjadi orang kuat juga ikhlas dengan semuanya. Ya, hanya itu pedomannya. Membuat orang lain bahagia diatas pernderitaannya itu sangatlah luar biasa baginya.

Malam pertama yang mendebarkan bagi Milva. Selama ini dirinya hanya mendengar cerita dari teman-temannya. Namun, kali ini ia benar-benar merasakannya.

Setelah mandi dan berganti baju tidur. Ia merebahkan di atas kasur yang telah di desain sangat indah. Kelopak mawar taburkan, juga hiasan lampu kelap-kelip menghiasinya. Milva baru sadar kenapa sedari tadi tidak melihat sosok Restu.

"Mungkin masih ada urusan, lebih baik aku tidur saja," ucap Milva lirih. Kini ia pun memutuskan untuk tidur duluan. Bersyukur sekali, karena malam ini tidak setegang tadi.

Baru juga beberapa menit tertidur, Milva sangat kaget akan suara yang baginya tak bersahabat, "Kenapa kau tidur di kasurku? Cepat sana tidur di lantai!" bentak Restu dengan bau alkohol yang sangat menyengat.

Milva pun terkejut karena jarak mereka sangat dekat, apa lagi bau alkohol yang membuat dirinya ingin muntah.

"Iy-iya, aku tidur di bawah," ucap Milva terbata. Dengan segera ia pun bangkit dari kasur yang super empuk itu dan berjalan sedikit menjauh dari Restu.

Lelaki itu dengan segera merebahkan tubuhnya di atas kasur super besar dan empuk itu. Terdengar samar-samar dengkuran kecil. Milva pun hanya menggaruk-ngaruk kepalanya yang tidak gatal.

Ia pun memutuskan untuk membuka lemari dan mencari kasur kecil. Semoga saja ada kasur yang bisa untuk dirinya tidur. Namun, lagi dan lagi Milva kaget akan suara Restu meracau tidak jelas.

"Cepat temukan kasur lalu segera tidur, Va. Jangan sampai membuat singa itu bangun," ucap Milva lirih. Ia pun terus mencarinya sampai pada akhirnya ia menemukan kasur lantai kecil, bantal juga selimut. Dengan sigap ia pun menyiapkan semuanya.

Milva terhenyak saat memandangi wajah tampan Restu. Dirinya tanpa sadar terus memandangi, bau alkohol yang masih menyengat membuat wanita itu tak bisa memejamkan mata dengan segera. Ia terus gelisah dan terus menatap lekat kepada lelaki yang sekarang telah menjadi suami secara sah.

"Baiklah, cukup kali ini aku menganti pakaianmu," ucap Milva sembari menyiapkan baju bersih untuk sang suami.

Satu persatu ia lepas pakaian Restu dan memakaikannya. Sebelum itu, ia menyeka dengan air hangat, agar bau alkohol segera hilang.

"Astaga!" pekik Milva melihat apa yang tak terduga, masih terbungkus rapi dalam celana boxer.

"Milva jangan sampai kau membayangkan, ingat itu!" Milva terus mencoba menguatkan dirinya. Hingga pada akhirnya sudah selesai menganti pakaian sang suami.

Ia pun akhirnya merebahkan di atas kasur yang sudah di siapkan tadi. Rasa lelah yang teramat sangat, hingga pada akhirnya Milva sudah tertidur lelap.

Pagi hari yang begitu cerah, sepasang pengantin yang baru saja menikah, belum juga bangun. Membuat sang mertua marah. Bu Ningsih—ibunya Restu terus menggedor-gedor pintu kamar tersebut.

"Heh, bangun. Jangan jadi pemalas!" Teriak Bu Ningsih masih dengan menggedor-gedor pintu. Samar-samar telinga Milva mendengar gedoran tersebut. Hingga lama-kelamaan suara itu semakin jelas terdengar.

Milva pun langsung terbangun dan berjalan mendekat ke arah pintu. Menbiarkan sang suami masih tertidur dengan lelapnya. Ia pun langsung membuka pintu, betapa kagetnya, karena sang ibu mertua sudah di hadapan sembari berkacak pinggang.

"Mentang-mentang sudah ena-ena dengan anakku. Kau tidak mau bangun!" ucap Bu Ningsih kepada Milva.

Milva pun hanya bisa menahan rasa nyeri di ulu hati yang datang secara tiba-tiba. Padahal semua itu tidak seperti apa yang dikatakan oleh sang mertua.

"Cepat sana cuci piring, baju dan bersih-bersih!" bentaknya.

"Ba-baik, Bu," jawab Milva dengan terbata. Ia tahu, karena di sini hanya sebagai menantu dan itupun hanya menumpang.

Bu Ningsih meninggalkan Milva yang masih kaget. Ia pun harus banyak menyesuaikan diri di rumah sang mertua. Ya, semua memang tak bisa dilakukan oleh kehendaknnya sendiri.

Milva mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan. Dirinya pun segera berlalu meninggalkan kamar, membiarkan Restu masih terbaring nyenyak.

Berjalan menuju ke dapur, ternyata benar saja. Piring sudah menumpuk harus di cuci. Tanpa rasa jijik, Milva pun dengan cekatan segera mencuci piring tersebut. Ya, alasannya agar semua cepat selesai.

Milva memang gadis yang cekatan juga pandai. Apa lagi paras wajahnya yang cantik dan polos, terkadang banyak orang yang mengagumi dirinya. Namun, para lelaki kini harus kandas cinta yang belum tersampaikan itu sudah dimiliki orang lain. Ya, semua tidak ada yang tahu bukan.

"Ini ada tambahan," ucap Bu Ningsih. Membuat Milva masih tetap di wastafel untuk mencuci semua itu. Padahal tadinya sudah hampir selesai.

"Ba-baik, Bu," jawab Milva dengan terbata. Ingin mengeluh, tetapi ia tak bisa.

Ia pun mencucu dua tumpukan piring itu lagi. Walau rasa lapar sudah menghampiri, tetapi dirinya tidak berani untuk makan. Apa lagi pekerjaannya masih sangat banyak.

"Apa harus seperti ini terus menerus?" tanya Milva lirih. Dirinya pun tidak akan tahu, sampai kapan ia akan bertahan.

Bersambung ....

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status