Ternyata Dea, Anggi dan Donna benar-benar mulai melaksanakan rencana kejinya untuk menyebarkan gosip samen love diriku dengan Andrew di pemondokan. Mula-mula mereka mengembangkan cerita di antara teman satu jurusannya, di kalangan anak-anak sastra. Pada awalnya cerita samen love diriku di sanggah oleh beberapa orang, terutama mereka yang sudah mengenal diriku. Akan tetapi dengan kepiawaian Dea, Donna dan Anggi meyakinkan mereka, bahwa mereka punya saksi yang mengetahui secara detail soal hubunganku dengan Andrew di pemondokan. Dibeberkan juga bagaimana Andrew mau mencuci pakaianku dan CD diriku. Itu dilakukan Andrew karena saking sayangnya Andrew padaku. Makan saja kami sudah sepiring berdua, bahkan tidak jarang kami dipergoki telah sekamar. Ditambah lagi berita syurku tersebut dibumbu-bumbui dengan hebatnya, sehingga mau tidak mau mereka setengah tidak percaya menjadi termakan juga oleh gosip tersebut. Tega-teganya mereka mengarang cerita keji seperti itu… Masya Allah!!!
Aku merasa lega melihat Andrew mau meninggalkan kamar pemondokanku. Tapi rasanya aku semakin tidak nyaman berada di pemondokanku ini. Aku malah teringat rumahku di kampung, sehingga ada keinginan kuat untuk segera pulang kampung. Aku ingin menjauhkan diri dari lingkungan yang membuatku merasa tertekan. Termasuk terhadap Adityapun pupus harapanku. Aku seperti tidak punya muka lagi berhadapan dengan Aditya. Aku tak yakin Aditya mampu menepis gosip murahan yang sangat mendeskreditkan diriku tersebut.Sepeninggal Andrew dan tanpa sepengetahuannya aku berkemas dan segera meninggalkan pemondokanku tersebut pulang kampung. Kebetulan Ratna sangat pengertian padaku, atas bantuannya aku dapat meninggalkan pemondokan tanpa diganggu oleh Andrew lagi.Andrew marah besar begitu dia tau diriku sudah meninggalkan pemondokan. Dia langsung menjumpai Ratna.“Ratna, mengapa kamu tidak memberitahukanku Ana pulang kampung?”Begitu Ratna lihat Andrew marah pad
Perasaan Aditya langsung tersentuh, begitu dengar Safira menyinggung kondisi diriku sekarang ini, maka dia langsung berusaha memencet tombol Hpnya, menghubungi Hpku. Berulang kali dia memencet tombol Hpnya, tapi berulang kali nada tidak aktif terdengar dari Hpku. Aditya menjadi bingung setengah mati. Dia tidak tau bagaimana cara menjumpai atau menghubungi diriku kini. Untuk menjumpai diriku dipemondokannya dia tidak berani, mengingat pesanku melarangnya dengan keras untuk datang kepemondokannya. Mengingat hal ini, terlintas di benak Aditya pikiran buruk tentang hubungan antara laranganku dengan gosip itu, sehingga menimbulkan keragu-raguan Aditya. Tapi Aditya berusaha menepis pikiran buruk tersebut.“Hp Ana tidak aktif Fir,” ucap Aditya lemah.“Sudahlah, nanti aku bantu kamu cari tau tentang Ana. Aku akan menjumpai Ana dan akan bicara dari hati ke hati untukmu Dit.”“Terima kasih Fir, kamu sungguh baik padaku.”&l
Pulang Kampung. Sesampainya di rumah aku lihat ibuku sedang duduk, sembari melipat pakaian yang baru saja diangkatnya dari jemuran. Akupun langsung membenamkan wajahku ke pangkuan ibuku. Tangisku langsung meledak di pangkuan ibuku. Ibuku mengelus rambutku dengan lembutnya. Dia cukup paham akan tabiatku. Memang kebiasaanku kalau sedang tertekan langsung membenamkan wajahku di atas pangkuan ibuku. Dibiarkannya aku menangis sepuasnya, agar aku menumpahkan seluruhnya ganjalan yang menyumbat dadaku. Setelah tangisku reda dan dadaku tidak sesak lagi, baru ibuku mulai bertanya padaku.“Ada apa nduk, kok kamu begitu sedih…?”Masih dalam dekapan ibuku, aku menghapus sisa-sisa air mata yang mengalir di pipiku, sembari mengadu akan deritaku.“Aku difitnah orang Bu.”“Fitnah bagaimana maksudmu, nduk?”“Masa aku digosipin kumpul kebo dengan Andrew di pemondokan.”“Tapi kamu
“Hai Ana, kapan sampai? Kok tak memberi kabar padaku kalau kamu mau pulang?” tanyanya, sembari menyandarkan motornya.“Huh… tak aku beritaupun kamu sudah tau aku berada di rumah, gitu. Aku lihat kamu seperti memiliki indra keenam ya Gie? Atau kamu pakai paranormal untuk memantau keberadaanku ya?” sidirku.“Huuu, kamu mengada-ngada saja Ana… Emangnya aku dukun apa?” balas Gilang.“Kaliiii.”“Kalau aku dukun sudah aku buat kamu jadi isteriku dari dulu-dulu Na.”“Tak uk,uk, yaouuu…”“Eh, ngomong-ngomong tumben kamu pulang ke kampung di saat begini, ini pasti ada apa-apanya nih?” tanya Gilang mengalihkan pembicaraan, sembari duduk di sampingku.Aku terdiam begitu Gilang menyinggung perasaanku, aku lantas membuang pandanganku jauh ke lembah bukit, ke arah perkampungan di bawah sana.Perubahan rona wajahku tak luput dari per
“Tenang Drew, peluangmu masih terbuka untuk mendapatkan Ana,” ujar Joni.Semangat Andrew kembali bangkit, begitu dia dengar dirinya masih berpeluang mendapatkan diriku, menurut Joni.“Peluang bagaimana Joni?” tanya Andrew dengan antusias.“Huh!!! Giliran dibilang masih punya peluang langsung bersemangat. Dasar babudung,” dengus Anton.“Iya ini Andrew, giliran terjepit ketakutan kayak tringgiling,” timpal Raka.“Tenang kawan. Andrew kan teman kita, ya nggak?” sela Joni, sembari menepuk-nepuk bahu Andrew. “Nah, kewajiban kita untuk membantu memuluskan harapannya, ya nggak?”“Bantu, ya bantu. Tapi kalau bantu membawa celaka, lain ceritanya. Bayarannya pun ya harus mahal juga, setimpal dong dengan usaha yang dilakukan,” celetuk Raka.“ Tenanglah kawan, masalah bayaran itu kecil. Jangan takut, aku tanggung beres nanti,” tukas Andrew.
Safira dapat membaca kesedihan hati Aditya dari roman wajah Aditya yang mengkerut. Aditya merasa bersalah tidak mampu bertindak selayaknya, sebagai orang yang sangat dekat dengan diriku, bisik Safira.“Tapi dari hasil pembicaraanku dengan Widya dan Cinthya, aku lihat dibalik gosip yang beredar ini, kelihatannya ada konspirasi untuk mendeskreditkan dan mempermalukan Ana,” sambung Safira.Aditya terperangah dengar omongan Safira. Dia tidak duga ada orang yang setega itu untuk menjatuhkan harga diri diriku. Makanya dia langsung menoleh menatap tajam Safira, ingin tau kelanjutan dari perkataan Safira.“Di sini ada persekongkolan dengan maksud tidak baik terhadap Ana maupun dirimu.”“Maksudmu Fira?”“Ada dua pihak yang berkepentingan di balik penyebaran gosip ini. Satu pihak menginginkan Ana menyingkir dari sisimu dan satu pihak lagi menginginkan Ana jatuh dalam perangkap dirinya.”&
“Sorry Gie, jika pertanyaanku ini menyinggung perasaanmu. Ternyata Gilang yang kocak dapat juga merasakan sedih, ya!”“Tidak apa-apa Ana. Inilah masalahku. Aku terlalu banyak menghabiskan waktuku hanya untuk hura-hura, sehingga kuliahku menjadi tercecer. Belum lagi kedua orang tuaku sekarang ini sering sakit-sakitan. Sebagai orang batak, kamu kan tau sendiri. Aku sebagai anak pertama tentu sangat diharapkan sebagai penerus keluarga. Untuk itu, mereka sangat mengharapkan aku segera menikah. Orang tuaku sangat berharap dapat menimang cucu dariku,” ujar Gilang dengan serius. Ternyata dia bisa juga serius.“Lha, masalah kedua kan mudah kamu lakukan, bukannya kamu sudah menjalin hubungan dengan Nania. Kawin saja kalian, kan beres. Kalau masalah pertama, maka kamu harus lebih serius belajar. Nah, kalau kamu sudah terikat dalam ikatan suami-isteri dengan Nania, tentu sifatmu yang suka hura-hura, main cewek dan jalan akan terkendali. Kamu bisa leb
“Lantas, kalau orang yang dicurigai itu sudah aku dapat, apa aku harus melabrak mereka Gie?”“Ya jangan Ana. Malah kamu bisa makin terpojok nantinya karena kamu tidak punya barang bukti,” tukas Gilang. Lalu lanjutnya, “Jika kamu telah mengetahui orang dan motifnya membuat gosip itu, maka dapat kamu jadikan dasar bagaimana sikap dirimu untuk mengantisipasi perkembangan gosip itu.”“Mauku itu, nama baikku segera dibersihkan dan dipulihkan, sehingga orang tidak menduga yang macam-macam padaku, Gie.”“Maksudmu seperti di infotainment yang disiarkan tv itu, dengan melakukan klarifikasi begitu.”“Ya semacam itulah.”“Ana, Ana… Tidak semudah itu, seperti yang kamu inginkan. Kecuali kamu dapat memaksa dalang penyebar gosip mengakui perbuatannya dan meminta maaf padamu. Untuk membuktikan siapa dalangnya saja kita sangat kesulitan, bagaimana kita mau memaksanya mengakui perb