Share

6. Palying Victim

"Enak aja kamu nuduh aku, padahal kamu yang duluan!" Haura bersedekap dada menatap Lilis.

Lilis sekarang sedang bersandiwara menjadi seorang wanita lemah yang diganggu oleh mantan istri jahat.

"Enggak, aku mana mungkin mulai duluan, Yang!" ucap Lilis terisak.

Sedangkan Haura, dia memutar bola matanya malas melihat adegan yang sedang dilakukan oleh Lilis. Padahal wanita hamil itu sendiri yang memulai, tetapi dia malah menuduh dirinya.

'Dasar playing victim!" Haura mengumpat di dalam hati.

"Kamu bisa gak sih jangan cari masalah sama Lilis? Aku tahu kamu enggak suka karena aku lebih milih dia, tapi gak gini juga, Haura! Dia lagi hamil, jadi tolong jangan main kasar!" Niko menatap tajam kepada mantan istrinya.

"Huh! Emang, ya, kalian itu serasi banget, yang satu pintar, satunya lagi, bodoh! Jelas-jelas istrimu itu lagi akting, tapi percaya aja!" Haura berdecak kesal.

Ada perasaan panas di dalam hatinya, dirinya sekarang cemburu dengan Lilis yang mendapatkan perhatian mantan suaminya tersebut. Dengan sekuat tenaga Haura menahan untuk tidak menjatuhkan bulir bening yang sedari tadi ingin memaksa keluar.

"Lihat, Yang! Sekarang ngatain kamu bodoh," ucap Lilis memprovokasi Niko.

"Maksud kamu apa? Ngatain aku kayak gitu!" geram Niko.

Wajah lelaki itu memerah menahan amarah, dia sangat tidak suka sekali saat Haura mengatainya seperti itu.

"Ya, apa lagi? Kamu mau-maunya percaya sama dia, padahal dia berbohong. Kalau bukan bodoh, kalau apa?!" Haura tidak mau kalah, wanita itu menatap sengit Niko.

"Lilis gak mungkin bohong sama aku, jadi kamu jangan mengada-ada!" tegas Niko.

Niko masih bersikeras percaya kepada Lilis, dia merasa kalau wanita hamil tersebut tidak pernah berbohong kepada dirinya.

"Benarkah? Em, kita kan gak tahu isi kepala orang." Haura melirik sinis kepada Lilis yang berada di belakang Niko.

Lilis malah menatap ke arah Haura, seakan mencari tahu apa yang dipikirkan janda itu. Namun, dia malah menjadi menunduk, tidak berani lagi menatap atau pun bersuara.

"Apa yang dikatakan Haura benar, kalau Lilis lah yang berbohong di sini?" tanya Niko kepada salah satu karyawan.

"Benar, Pak!" sahut karyawan.

Tentu saja dia tidak mau membela Lilis, karena sekarang Haura lah yang menjadi bos di sini. Kalau dia membela Lilis, tentu saja dirinya akan kehilangan pekerjaan di toko tersebut.

"Kamu pulang!" Niko menatap tajam Lilis.

"T-tapi—" perkataan Lilis terpotong oleh bentakan dari Niko.

"Aku bilang pulang, ya, pulang!" bentak Niko.

Lilis gemetaran ketakutan, dia tidak pernah dibentak oleh Niko jadi sekarang wanita hamil itu sangat ketakutan. Dia menatap tajam kepada Haura, lalu melangkahkan kaki untuk pulang ke rumah.

"Maaf untuk tadi, aku gak tahu kalau Lilis yang berbohong. Karena dia gak pernah bohong sama aku." Niko mengusap wajahnya kasar.

"Jadi maksud kamu, aku pernah berbohong sama kamu?" tanya Haura.

Haura merasa tersinggung dengan perkataan Niko, padahal selama menikah, dirinya tidak pernah berbohong satu kali pun kepada lelaki yang berada di depannya ini.

"Gak, bulan gitu maksudku. Sudahlah, kita gak usah bahas ini lagi, nanti kamu malah sakit hati karena aku salah ngomong," ucap Niko.

'Sakit hati?' gumam Haura di dalam hatinya.

Dia tersenyum tipis mendengar perkataan dari Niko, lelaki itu ternyata bisa memikirkan perasaannya sekarang. Namun, kenapa baru sekarang? Bukankah dengan berselingkuh dan memilih wanita lain itu lebih menyakitkan dari pada perkataannya?

"Aku kemari mau memberikan surat kepemilikan toko ini, jadi kamu gak usah khawatir kalau aku atau Lilis akan mengambil lagi." Niko menyerahkan map kepada Haura.

Haura mengambil map itu dengan berat hati, karena map ini menyadarkan kalau yang terjadi bukanlah mimpi belaka. Mulai sekarang dirinya akan hidup sendiri, tanpa ada Niko tempat biasanya berkeluh kesah atau pun bermanja seperti anak kecil.

"Jangan menangis." Niko mengusap air mata Haura yang jatuh.

Haura menepis tangan Niko, dia tidak mau membuat perasaannya menjadi sakit karena perlakuan manis dari lelaki tersebut.

"Sebenarnya aku masih berharap kita bersama, tapi Lilis tidak mau menjadi istri kedua, jadi aku gak ada pilihan lain selain menceraikan kamu," gumam Niko.

Haura menatap lelaki tersebut. "Maksud kamu, mau poligami?"

"Iya, karena aku masih mencintaimu dan juga Lilis. Aku gak bisa milih salah satu dari kalian." Niko menunduk, dia tidak mampu menatap Haura.

Mustahil seseorang tidak memiliki perasaan kepada pasangan yang pernah bersama dalam waktu yang lama. Sama halnya dengan Niko, dia sangat mencintai Haura yang bersedia hidup dengannya disaat susah.

"Ck, kamu kira aku mau dimadu?!" tanya Haura kesal.

Dia baru tahu kalau Niko adalah lelaki yang egois, terlalu mementingkan dirinya sendiri sampai tidak memikirkan perasaan yang dia rasakan.

Wanita mana yang mau dimadu, sedangkan Lilis yang merebut suami orang saja tidak mau dimadu, apalagi dirinya? Ingin sekali Haura meneriaki mantan suaminya sekarang juga, tetapi dirinya sadar hal tersebut hanya akan membuat lelah sekaligus malu dilihat banyak orang.

"Aku yakin kamu akan mengerti aku, karena kamu tahukan kalau aku sangat menginginkan anak? Aku nikah sama kamu beberapa tahun, tapi kamu gak pernah hamil. Sama Lilis beberapa bulan melakukannya malah hamil!" ucap Niko.

Niko tetap tidak mau semua kesalahan dilemparkan kepada dirinya, jadi dia mencari pembenaran untuk apa yang dirinya lakukan sekarang.

Haura merasa kesal dengan tingkah Niko, kepalanya sampai berdenyut nyeri karena sedari tadi menahan emosi.

"Jadi apa kamu mau nikah lagi sama aku, Haura? Aku janji bakalan adil sama kamu, tapi hubungan kita gak boleh ketahuan sama Lilis." mohon Niko tidak tahu malu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status