"Untung aja, aku sempat nginjak rem! Gimana coba kalau misalkan aku gak sempat, bisa-bisa hancur mobil!" gerutu Dean sambil menatap sinis ke bagian depan mobilnya yang penyok.
"Gila, ya, kamu! Mobil orang berhenti di pinggir jalan, malah main tabrak aja!" Zean berlari menghampiri mobilnya yang ditabrak oleh Dean.Zean sangat kesal kepada lelaki yang menjadi rivalnya di kampus, karena mobilnya sampai penyok lantaran ditabrak oleh Dean."Bukan aku yang salah, tapi mobilmu! Mobil kok parkir di pinggir jalan, kan ada parkiran!" ucap Dean yang tidak mau disalahkan."Heh, banyak orang yang parkir di pinggir jalan kok, tapi gak ada yang nabrak! Cuma kamu doang yang nabrak mobil orang yang diparkir!" geram Zean yang tidak terima mobilnya penyok.Zean takut nanti akan dimarahi oleh orang tuanya, kalau mereka melihat bagian belakang mobil yang penyok. Ingin membawa ke bengkel sendiri, tetapi mana mungkin uangnya cukup untuk memoles sampai mulus.Jantung semua orang di dalam kelas itu berdetak lebih kencang, suasana pun menjadi terasa mencekam karena raut wajah sang dosen terlihat sangat marah sekali kepada Dean, tetapi lelaki muda tersebut hanya diam saja sambil memainkan kuku-kuku jarinya. Dean sama sekali tidak merasa ketakutan dengan dosen killer yang ditakuti seluruh mahasiswa di kampus ini. “Gimana, Pak?” Dean bertanya dengan senyum tipis. Sang dosen tetap diam, tidak bergeming sedari tadi, hanya menunjukan raut wajah marah saja. “Kalau tetap disuruh pergi, juga gak papa sih!” ucap Dean sambil menatap lekat kepada sang dosen. Dean memutar tubuhnya untuk keluar dari kelas, dia pun melangkahkan kaki dengan pelan menuju di mana pintu keluar berada. “Tunggu, Dean!” Setelah sekian lama dosen itu bersuara, membuat Dean membalikan tubuhnya lagi menatap lelaki setengah baya tersebut. “Iya, Pak?” tanya Dean tersenyum manis. Dean tahu kalau dosen itu akan membiarkan dirinya untuk ikut kelas mendengar ancaman yang dia berika
“Eh, Dean, bukannya kita janjiannya malam?” tanya Haura bingung dengan kedatangan Dean yang terlalu cepat menurutnya.Menurut Haura masih ada waktu tiga jam lagi untuk janji mereka berdua, tetapi kenapa lelaki muda ini sudah berada di sini menemui dirinya seperti sekarang. Janda itu lalu merasa kalau dia lah yang melupakan waktu janjian mereka, sehingga raut wajahnya berubah menjadi merasa bersalah.“Maaf, aku lupa waktu janjian kita,” gumam Haura lirih.“Apa?! Enggak kok, aku hanya datang kemari saja karena merasa bosan.” Dean mengaruk tengkuknya yang tidak gatal.Lelaki itu tidak tahu kalau kedatangan dirinya kemari akan membuat Haura menunjukan wajah rasa bersalah kepadanya, padahal dia kemari ingin mengambil hati janda tersebut. Karena dia tahu kalau wanita sangat suka sekali dengan semua perhatian yang diberikan oleh lelaki, hal itulah yang membuat Dean dengan susah payah mencari alamat toko milik Haura.“Eh, aku kira gara-gara aku lupa waktu janjian! Tapi dari mana kamu tahu kal
Haura menatap tajam kepada lelaki muda yang berani masuk ke dalam ruangannya dan mengelus rambutnya saat dia tertidur, menurutnya Dean sangat lancang sekali kepada dirinya."Maaf, aku gak bermaksud kayak yang kaku pikirin kok! Aku cuma mau ngambil ini doang." Dean menunjukan plastik kecil kepada Haura.Haura tersipu, karena ternyata bekas jajanan yang dia makan tadi malah menempel di rambutnya, membuat dirinya malu sekali sekarang.Karena tingkahnya seperti seorang anak kecil, sampai bekas bungkus jajanan saja malah menempel di rambut."Maaf, ternyata aku salah paham," gumam Haura lirih."Iya, gak papa. Lagian aku udah biasa digituin kok, jadi tenang aja," ucap Dean menanggapi dengan tersenyum tipis.Haura menjadi merasa bersalah mendengar hal itu, dia tidak bermaksud melakukannya dengan sengaja. Dirinya hanya kaget mendapati seseorang yang masuk tanpa izin dan bahkan mengelus rambutnya, bukankah itu adalah hal wajar? Karena dia
Kali ini Dean menanggapi dengan santai, bahkan matanya tidak berkedip sama sekali mengatakan kebohongan kepada Haura, “Tadi baru aja diantar sama temanku, dia bilang karena kerusakannya gak parah jadi cepat selesai. Kamu ingatkan cowok yang menyebut kamu pacarnya Zean?” “Oh, dia! Aku ingat,” sahut Haura asal. Sebenarnya wanita itu tidak mengingat nama dari temannya Dean, dia hanya mengingat rupa dari lelaki yang menyebutnya pacar seseorang tidak dikenal olehnya sendiri. Itu pun Haura mengingat lantaran merasa kesal dengan temannya Dean tersebut, datang-datang sudah mengooceh panjang lebar membuat kepalanya menjadi pusing saja. “Nah dia yang nganterin mobil ini, kebetulan pemilik bengkel ini omnya dia. Udahlah, kita gak usah bahas dia, nanti malah kemalaman.” Dean membukakan pintu untuk Haura. Dean ingin melakukan sesuatu hal yang akan membuat wanita cantik berada di sebelahnya ini akan terkesan dengan dirinya, jadi dia sengaja membukakan pintu seperti kepada wanita lain yang dia d
Haura memandang Dean, lelaki itu malah bersikap biasa saja saat ada seorang wanita cantik yang merangkul tangannya dengan mesra.Sedangkan Indra, lelaki itu malah menatap Dean dengan cemas, dia sangat gugup saat melihat wanita cantik itu mendekati Dean, padahal di samping temannya ada Haura."Siapa dia, Dean?" Wanita cantik itu menatap Haura, dia baru menyadari keberadaan wanita lain di samping Dean.Dean menoleh menatap Haura. "Tunggu sebentar di sini sama Indra, aku mau bicara sama Yirra dulu.""Baiklah," sahut Haura.Dean lalu beralih menatap Indra, dia mendekati temannya itu lalu berbisik di telinga Indra. "Tolong jagain Haura bentar, aku mau ngomong berdua sama Yirra.""Masa aku sih?" tanya Indra pelan.Indra tidak mau terlibat dengan urusan Dean, dia tidak mau kalau sampai harus menjadi pelampiasan para wanita yang mendekati temannya itu."Udah, jangan banyak nanya! Kalau kamu mau bantu aku, ntar aku traktir minuman apa pun yang kamu mau," bisik Dean pelan.Mendengar hal itu Ind
Kedua lelaki itu terkejut mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Haura, karena terdengar seperti seseorang yang sudah sadar dari mabuk."Haura, apa yang Indra katakan itu bohong, jadi aku bisa jelasin semuanya ke kamu kalau misalkan kamu gak percaya sama aku." Dean menatap Haura dengan wajah memalas.Sedangkan Haura hanya tertunduk diam, wanita itu masih di papah oleh Indra. Membuat kedua lelaki itu semakin gelisah menunggu tanggapan apa yang keluar dari mulut janda cantik itu.Namun, sedari tadi menunggu malah tidak terdengar suara Haura sama sekali. Hanya terdengar suara napas wanita itu saja, karena sangat hening sekali sedari tadi."Eh, coba cek, Ndra!" perintah Dean yang merasa janggal."Gimana aku ngeceknya coba? Seharusnya kamu yang ngecek, udah tangan pegel dari tadi, ini disuruh ngecek lagi!" gerutu Indra.Dean menghela napas kasar, dia sedikit gugup disuruh untuk mengecek sendiri, tetapi Indra tentu saja tidak akan bisa dipaksa kalau sudah menolak. Kalau dia terus memak
Haura ingat betul kalau dirinya sering menaruh kunci di dalam tas, tetapi saat dirinya cari malah tidak menemukan kunci itu di sana. Jadi dia memilih untuk masuk ke dalam rumah, siapa tahu dia melupakan menaruh dan menaruh asal."Eh, kok masih enggak ada sih?" Haura menggaruk kepalanya. "apa jatuh di luar, ya?"Kali ini Haura memilih kembali mengelilingi setiap sudut rumah, sekaligus di halaman rumah dan di dalam mobil, intinya dia mencari setiap tempat yang kemungkinan dia kunjungi.Namun, tetap saja tidak menemukan kunci yang di cari, dia sekarang merasa pusing lantaran tidak menemukan kunci itu padahal hari sudah siang."Ke mana sih kuncinya?" Haura mengusap wajahnya kasar. "udahlah, aku kunci pagar depan aja!"Haura memilih menutup pintunya, lalu mengeluarkan mobil di dalam garasi dan tidak lupa mengunci pagar dengan gembok. Sebenarnya Haura terlalu malas untuk mengunci dengan gembok, karena harus memasukan tangan di dalam celah pagar
Haura dengan cepat menoleh ke asal suara itu, ternyata ada Lilis yang mendekatinya seorang diri sambil menatapnya dengan tatapan mengejek, Haura bingung ke mana mantan pembantunya itu menyembunyikan lelaki yang dia lihat tadi. “Kamu terlalu gatal, ya? Jadi enggak tahan lagi sampai mau main di toko baju punya orang,” ejek Lilis sambil tertawa kecil. “Aku enggak ngelakuin seperti yang kamu maksud, jadi jangan nuduh aku macam-macam!” hardik Haura tidak terima. “Ngaku aja kali! Ngapain lagi cewek sama cowok di tepat sepi kayak gini dengan posisi yang jelas banget mau ....” Lilis kembali tertawa kecil, dia sangat menikmati sekali mengejek Haura. Haura memang bersembunyi tepat di bagian toko yang sepi, dia memilih di sana karena takut membuat orang dan Lilis mencurigai dirinya, lantas dia akan ketahuan kalau sedang membuntuti mantan pembantunya itu. Namun, ternyata malah menjadi seperti ini, sekarang Haura dituduh melakukan hal tidak baik oleh Lilis