Share

Godaan Iman

Entah kenapa aku jadi penasaran dengan gadis tersebut, kenapa dia begitu benci padaku, sampai bilang orang Medan tidak paham lalu lintas. Rumahnya memang tempat di belakang mesjid, akan tetapi ditembok tinggi. Jalan masuk ke sana juga  sekitar lima puluh meter di samping mesjid. Berarti dia keluar dari rumahnya  sebelum subuh. Sendirian dan hanya memakai baju tidur.

Subuh itu aku terlambat ke mesjid, sayup-sayup kudengar sudah tahrim, itu pasti Ridho, marbot masjid yang baru. Saat aku sampai, gadis itu sudah ada lagi di depan mesjid, kali ini dia tak masuk.

"Apakah harus pakaian toa keras?" tanyanya kemudian.

"Maaf," kataku kemudian.

"Sadar gak, orang butuh istirahat, saya baru bisa tidur jam dua belas, jam empat kalian sudah ribut," katanya lagi.

"Maaf, Bu," kataku seraya berlalu, akan tetapi dia memegang tanganku.

"Heh, semenjak kamu datang ke lingkungan ini, kamu saja yang bikin ribut," katanya.

"Astaghfirullah, terpaksa saya wudhu  lagi." jawabku.

"Mabuk agama, sok suci, tanganku bersih ya," katanya kemudian.

"Bukan perkara bersih tidaknya, Bu, tapi saya terpaksa wudhu lagi," kataku kemudian.

Aku pun menuju kamar mandi mesjid, akan tetapi saat aku selesai wudhu, perempuan itu sudah berdebat dengan beberapa jama'ah perempuan.

"Dasar setan lo, orang azan kepanasan telinga lo," kata seorang jemaah.

"Heh, azan ya azan, gak usah pakai toa," katanya.

"Lo siapa ngatur-ngatur orang?" Seorang jamaah tampak mulai emosi.

"Saya warga negara taat pajak," katanya.

"Lo pikir cuma lo aja yang bayar pajak, sana kau," seorang jamaah wanita mendorong tubuh gadis tersebut. 

Gadis ini sungguh pemberani, dia malah membalas, akhirnya gadis itu hendak dikeroyok orang. Seorang jamaah perempuan menarik rambutnya. Para jamaah laki-laki justru menonton. Tentu saja tak bisa kubiarkan, aku coba memegangi gadis itu, melindunginya dari amukan massa yang mulai beringis.

Aku membawa gadis itu menjauh, mengantarnya sampai pintu rumahnya. Rumahnya berada di bagian lain lingkungan ini. Ada tembok tinggi yang memisahkan lingkungan mesjid dengan kompleks tersebut. Akan tetapi ada pintu kecil yang hanya bisa dilewati orang. Konon penghuni komplek itu tak pernah bergaul dengan warga sekitar. Hanya bergaul sesama penghuni komplek. 

"Tolong tenang, Bu, saya akan usulkan menghapus penggunaan toa," kataku.

"Disentuh saja tanganmu kamu sudah bilang najis, ini kamu peluk aku, ini pelecehan, awas saja kamu," kata gadis tersebut.

Aku memang reflek memeluknya, akan tetapi itu kulakukan untuk menyelamatkannya dari amukan jemaah ibu-ibu yang sudah emosi.

"Sudah, Bu, sudah," kataku seraya pergi.

Akan tetapi seorang pria keluar dari rumah yang di sampingnya, pria kekar berpakaian olahraga.

"Ngapain kalian situ?" tanyanya.

"Dia mau melecehkan saya," jawab gadis tersebut.

"Astaghfirullah," 

"Kurang ajar kamu!" kata pria tersebut seraya memegangi tanganku. Sejurus kemudian dia sudah melingkarkan tangannya di leherku. 

"Saya aparat, Jangan macam-macam," kata pria itu.

"Saya tidak bersalah, Pak?" Aku coba membela diri.

Pria itu terus saja melingkarkan tangannya di leherku, satu tangannya yang lain bicara  lewat telepon. Sesaat kemudian datang dua orang pria naik motor. Bersamaan dengan itu jama'ah salat subuh juga berdatangan, mungkin mereka heran kenapa aku lama datang.

Pria yang mengaku aparat itu berdebat dengan warga, dia bersikeras membawa ku ke kantor polisi. Gadis itu yang tadinya garang kini lebih banyak diam.  Mungkin dia tak menyangka akan begini jadinya.

"Ayo, Karen, kamu harus buat pengaduan resmi," kata lelaki yang mengaku aparat tersebut.

Gadis yang  ternyata bernama Karen itu tampak bingung, sementara aku sudah dipegangi dua orang polisi. Sementara itu jama'ah salat subuh seperti kalah argumen dengan aparat. Aku didudukkan di jok motor, diapit dua polisi, lalu dibawah ke kantor polisi. 

Sampai di kantor polisi, aku justru langsung dimasukkan ke sel, kata Polisi, pemeriksaan nanti dilaksanakan setelah petugas juper masuk kantor.

Begitu aku masuk sel, seorang penghuni sel langsung meraba isi kantong bajuku, saat itu aku memang hanya pakai sarung, tak ada uang di kantongku.

"Apa kasusmu?" tanya seorang pria bertato.

"Saya belum tahu, Bang," jawabku.

"Belum tahu? Aneh kamu, selesai dulu tanda tangan BAP, baru masuk ke sel ini," katanya.

"Entahlah, kata polisi, juper belum datang," kataku kemudian.

"Jadi karena apa kamu dibawa kemari?" tanyanya lagi, sementara tahanan lain masih tidur, ada enam orang di sel tersebut.

"Dituduh melecehkan," kataku lagi.

"Ssttt, jangan keras-keras bilang, jika mereka tahu kamu kasus melecehkan perempuan, bisa-bisa disodomi kamu di sini," katanya.

"Waduh!"

"Jika kamu mau aman di sini, kamu harus kasih aku rokok dan makan," katanya lagi.

"Aku gak bawa uang, Bang?" kataku.

"Nanti kan emakmu pasti datang, minta duit, jika mau aman di sini, rokok sebungkus satu hari, nasi dua bungkus satu hari," katanya lagi.

"Emakku di kampung, Bang,"

"Saudaramu, entah siapa, siapa saudaramu  di sini?"

"Pak Ali Akhir Pulungan, Bang?"

"Yang Kapolres itu?"

"Iya, Bang,"

"Hahaha, gak usah ngaku-ngaku kamu, kamu pikir saya takut, pokoknya satu bungkus rokok, dua bungkus nasi, kalau gak sodomi."

Komen (3)
goodnovel comment avatar
sekai
jd kelewat sholat shubuh d mesjid berjamaah gegara cewe. pusing pala tante....
goodnovel comment avatar
sekai
pdhl kalo mo misahin cewe yg lg gelud, bang ucok nya hrs lindungi tangan pake sarung at kain at apa kek. jd g sentuhan langsung. jd we mslh lg. ahh dasar bang ucok. tepok jidat dehh
goodnovel comment avatar
sekai
nahh ini, baru kelemahan bang ucok. sok jd pahlawan. sok melindungi tp diri sendiri bonyok. iyaa lahh, c Karen nyinyir. td kepegang tangan bang ucok langsung protes. lahh skrng malah g sadar meluk tuhh cewe. apa iyaa refleks nyaa sampe lama gitu. dr mesjid k dkt rumah.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status